Alasan Gerakkan Ekonomi, Pemkot Kendari Ajukan Pinjaman Rp 348 Miliar
Alasan menggerakkan ekonomi, Pemkot Kendari mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat sebesar Rp 348 miliar. Meski begitu, alokasi anggaran dinilai masih kurang tepat untuk menggerakkan sektor riil masyarakat.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, sedang mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat sebesar Rp 348 miliar. Dana ini direncanakan untuk membangun jalan penghubung dan rumah sakit tipe D. Meski begitu, alokasi anggaran itu dinilai masih kurang tepat untuk menggerakkan sektor riil masyarakat.
Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir menyampaikan, Kota Kendari telah masuk dalam 28 daerah yang berencana mengajukan pinjaman ke pemerintah dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah. Pemkot mengajukan pinjaman sebesar Rp 348 miliar untuk dua program utama.
”Saat ini sedang penyusunan berkas dan persiapan dokumen. Kami berharap semuanya lancar dan program bisa dilaksanakan agar menjadi stimulus ekonomi daerah, juga nasional. Seperti kita tahu, Kendari juga salah satu penopang ekonomi nasional,” ucapnya di Kendari, Senin (31/8/2020).
Sulkarnain menjelaskan, anggaran sebesar Rp 348 miliar tersebut akan digunakan untuk dua program, yaitu pembangunan jalan penghubung sebesar Rp 208 miliar dan pembangunan RS tipe D di Kecamatan Puuwatu sebesar Rp 140 miliar. Dua program ini dipilih untuk menggerakkan sektor ekonomi sekaligus pelayanan kesehatan. Pinjaman diajukan seiring terbatasnya anggaran daerah, terlebih dalam kondisi Covid-19.
Pembangunan jalan, tutur Sukarnain, akan terpusat di pusat kota Kendari, menghubungkan wilayah kampus, rumah sakit, juga pusat perekonomian. Jalan dibuat selebar 40 meter yang akan menjadi pemecah kemacetan di wilayah strategis di kota ini. Proyek akan berlangsung selama dua tahun dengan masa pembayaran pinjaman 10 tahun.
Dengan pembangunan jalan, ia melanjutkan, akan ada manfaat ekonomi secara jangka pendek dan jangka panjang. Dalam waktu dekat, banyak pekerja yang akan terlibat dan membantu kesejahteraan mereka. Sementara itu, dalam jangka panjang, roda ekonomi diharapkan bisa bergerak lebih cepat, sekaligus membuat pusat kota Kendari menjadi lebih bernilai ekonomi.
”Karena ini sifatnya pinjaman, jadi juga harus memikirkan efek ekonomi, baik untuk aset daerah maupun ekonomi secara regional. Pembangunan jalan diharapkan menjadi stimulus penggerak, sementara rumah sakit itu untuk antisipasi ketika pandemi berlangsung panjang,” terangnya.
”Terlebih lagi, kita memang memiliki kualifikasi untuk masuk dalam program karena terdampak Covid-19, bebas utang, dan mendapat WTP (status audit keuangan wajar tanpa pengecualian) selama tujuh tahun berturut-turut. Jika disetujui, program akan berjalan tahun depan hingga 2022 dan mulai pembayaran pada 2023,” tutur Sulkarnain.
Program PEN daerah memang digelontorkan pemerintah untuk menggerakkan roda ekonomi nasional. Selain mengucurkan pinjaman melalui bank yang ditunjuk, pemerintah pusat juga membuka kesempatan bagi daerah untuk mengajukan pinjaman. Anggaran tersebut nantinya disalurkan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Pinjaman PEN daerah ditujukan khusus untuk wilayah yang memenuhi syarat, yaitu terdampak Covid-19, juga memiliki program pemulihan ekonomi. Selain itu, pinjaman tidak melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya serta memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman paling sedikit sebesar 2,5 persen.
La Ode Azhar, anggota Komisi III DPRD Kendari, mengatakan, pinjaman untuk program ekonomi selama pandemi bagus untuk daerah. Meski demikian, program yang diajukan menjadi pertanyaan karena tidak menyentuh langsung substansi ekonomi masyarakat.
RS tipe D, Azhar menguraikan, adalah layanan bagi masyarakat kecil yang jaminan kesehatannya ditanggung pemerintah. Seharusnya, anggaran diajukan untuk perbaikan fasilitas rumah sakit atau sekalian membuat RS tipe B.
Sementara itu, untuk pembangunan jalan, dia menilai bukan program sektor riil yang menyentuh banyak orang. Program tersebut dialokasikan dengan anggaran besar, tetapi hanya berdampak bagi sebagian orang. Terlebih lagi, proyek tidak memiliki studi kelayakan yang berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.
”Seharusnya ada program padat karya yang menyentuh banyak lapisan. Dengan begitu, sektor ekonomi bisa bergerak cepat dan kita tidak jatuh semakin dalam. Program jalan di pusat kota itu hanya akan dinikmati orang-orang tertentu, tetapi tidak menyelesaikan masalah,” ungkapnya.