Dua bangkai penyu, jenis lekang dan belimbing, kembali ditemukan di pesisir Cilacap, Jawa Tengah. Temuan itu merupakan temuan kesembilan dan kesepuluh sepanjang 2020.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS — Bangkai penyu lekang dan penyu belimbing kembali ditemukan di pesisir pantai selatan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (30/8/2020). Penemuan ini merupakan penemuan bangkai kesembilan dan kesepuluh pada 2020.
Bangkai penyu lekang ditemukan di Pantai Teluk Penyu, Cilacap. Penyu memiliki panjang 80 sentimeter, diperkirakan berusia 30-40 tahun. Adapun bangkai penyu belimbing berukuran panjang 120 sentimeter ditemukan di Pantai Glempang Pasir, Adipala, Cilacap. Penyu belimbing itu diperkirakan berusia 50-60 tahun.
Saat ditemukan, kondisi bangkai penyu lekang masih utuh dan belum berbau. Sementara kondisi penyu belimbing sudah membusuk. Kedua bangkai itu telah dikuburkan di tepi pantai.
”Indikasinya karena ketidaksengajaan tersangkut jaring nelayan. Karena terlalu lama terperangkap dan tidak muncul di permukaan, penyu kemudian lemas. Saat diangkat, oleh nelayan dilepaskan, tapi lalu mati,” kata Ketua Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap Jumawan saat dihubungi dari Banyumas, Jawa Tengah, Minggu. Faktor lain penyebab kematian penyu, lanjut Jumawan, diduga karena arus kencang di lautan sehingga penyu terempas dan menabrak karang sehingga terluka, lalu mati.
Sejauh ini, bangkai penyu yang ditemukan di pesisir Cilacap adalah jenis penyu lekang, penyu hijau, dan penyu belimbing. Bangkai penyu ditemukan di beberapa lokasi berbeda, antara lain di Pantai Jetis, Pantai Kemiren, Pantai Bunton, dan Pantai Teluk Penyu. Ukurannya bervariasi mulai dari 60 sentimeter, 70 sentimeter, hingga 2,5 meter. Pengukuran dilakukan dari kepala hingga ekor.
Penyu berukuran 2,5 meter yang ditemukan merupakan penyu belimbing yang memang merupakan jenis penyu terbesar. ”Diperkirakan usianya sekitar 60 tahun,” paparnya.
Bangkai penyu ditemukan di beberapa lokasi berbeda.
Jumawan menyampaikan, Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap, yang terdiri atas 10 orang, selama setahun terakhir telah menetaskan dan melepasliarkan 32 penyu lekang di Pantai Sodong. Pantai Sodong memang menjadi salah satu tempat pendaratan penyu untuk bertelur.
”Saat ini ada empat sarang lagi yang nanti diperkirakan 7 September sudah menetas. Kehadiran penyu menandakan alamnya masih bagus dan bersih,” katanya. Oleh karena itu, lanjut Jumawan, konservasi dibutuhkan karena ancaman perburuan telur penyu masih ada. ”Telur penyu bisa diperdagangkan sekitar Rp 6.000 per butir,” katanya.
Ketua Masyarakat Mitra Polhut (MMP) Pandu Nusa Buana Balai Konservasi Sumbar Daya Alam (BKSDA) Resort Kawasan Cilacap Tarmuji menyampaikan, dari sejumlah temuan bangkai penyu di pesisir Cilacap, sudah ada tiga bangkai yang diperiksa atau dilakukan nekropsi oleh tim dokter. ”Setelah diperiksa, tidak ada sampah atau kontaminasi zat-zat tertentu di dalam penyu,” kata Tarmuji.
Para nelayan juga tidak ada yang melaporkan jaringnya tersangkut penyu lalu dilepaskan lagi. Diduga banyak penyu yang mati akibat faktor alam. Gelombang besar dan arus yang kencang bisa menyebabkan kematian penyu. ”Juni-Juli-Agustus angin benar-benar kencang dari arah timur. Gelombang besar dan arus deras. Itu bisa berpengaruh. Ketinggian gelombang bisa mencapai 3-4 meter dan kecepatan air bisa 60-70 knot,” katanya.
Saat dihubungi secara terpisah, pengendali Ekosistem Hutan Muda BKSDA Provinsi Jawa Tengah, Budi Ambong, menyampaikan, penemuan bangkai penyu secara berturut-turut hingga sembilan kali itu mengindikasikan ada pencemaran. VMungkin ekosistemnya tercemar. Pasti di habitatnya ada yang tidak beres, harus ditemukan cemarnya apa, kok mati,” kata Budi.
Budi menyampaikan, untuk mencari penyebabnya, diperlukan penelusuran di sekitar kawasan tersebut apakah ada pabrik yang membuang limbah berbahaya ke sungai atau lautan. ”Perlu diketahui lokasi penemuan di mana, dekatnya apakah ada pabrik atau ada yang membuang limbah sehingga bahan aktif pencemarannya dapat diketahui,” katanya.