Kasus Covid-19 di Kaltim Tinggi, Kesiapan Rumah Sakit Perlu Dipastikan
Rasio kasus positif Covid-19 di Kalimantan Timur masih tinggi dan semakin menjauhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk bisa melakukan kebijakan normal baru.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Rasio kasus positif Covid-19 di Kalimantan Timur masih tinggi dan semakin menjauhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk bisa melakukan kebijakan normal baru. Penambahan kasus diperkirakan akan bertambah karena pelacakan kasus masih berjalan. Kesiapan rumah sakit dan tenaga kesehatan perlu dipastikan.
Hingga Minggu (30/8/2020), Dinas Kesehatan Kalimantan Timur mencatat rasio kasus positif di provinsi itu sebesar 22 persen. Angka tersebut meningkat dari minggu sebelumnya yang berada di angka 20 persen. Hal itu dibarengi dengan menurunnya tingkat kesembuhan yang sebelumnya pernah di kisaran 60 persen, saat ini ada di angka 59 persen.
Menurut WHO, kebijakan normal baru bisa dilakukan di wilayah dengan rasio kasus positif 5 persen. Dengan kondisi demikian, Kaltim masih memiliki pekerjaan rumah untuk menekan penularan di masyarakat dengan melakukan pelacakan kasus yang cepat dan luas. Itu dilakukan agar kasus bisa segera diketahui dan mengisolasi pasien positif agar penularan yang meluas bisa dicegah.
”Perlu ada upaya bersama-sama mencari kasus baru dari kontak erat pasien positif. Kasus semakin besar dan didominasi transmisi lokal,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Kaltim Andi M Ishak dalam siaran pers daring di Samarinda.
Perlu ada upaya bersama-sama mencari kasus baru dari kontak erat pasien positif. Kasus semakin besar dan didominasi transmisi lokal.
Penambahan kasus positif harian di Kaltim juga masih tinggi. Andi mengumumkan, terdapat penambahan 197 kasus positif Covid-19 baru hingga pukul 15.00 Wita, Minggu (30/8/2020). Penambahan terbanyak terjadi di Balikpapan 75 kasus, Kutai Kartanegara 50 kasus, dan Samarinda 45 kasus.
Dengan demikian, total kasus positif Covid-19 di Kaltim berjumlah 4.120 kasus. Rinciannya, 1.642 dirawat, 2.318 sembuh, dan 160 meninggal. Angka itu diperkirakan seperti fenomena gunung es karena belum semua kontak erat diperiksa dan jumlah tes masih jauh dari standar WHO. Andi mengatakan, masih terdapat 926 spesimen yang menunggu hasil uji laboratorium.
Kalimantan Timur juga masih belum memenuhi standar pengetesan sesuai standar WHO. Untuk mengetahui skala penularan sesungguhnya di masyarakat, menurut WHO, pengetesan perlu dilakukan 1 orang per 1.000 penduduk per pekan. Jika dirata-rata, Pemerintah Provinsi Kaltim melakukan pengetesan 1.100 sampel per pekan. Dengan jumlah penduduk 3,7 juta jiwa, Kaltim seharusnya melakukan tes usap bagi 3.700 orang per pekan.
Pelacakan kasus di Kaltim sempat terkendala kemampuan alat reaksi berantai polimerase (PCR) yang digunakan. Sebelumnya, dua laboratorium utama di Kaltim hanya mampu memeriksa sekitar 600 sampel per hari.
Pemprov Kaltim berencana akan meningkatkan kapasitas alat PCR yang sudah tersedia. Dengan tambahan mobile PCR dan penambahan kapasitas alat PCR di dua laboratorium utama, mulai pekan depan sampel yang diperiksa bisa mencapai 1.500 sampel per hari.
”Kami berharap bisa mempercepat pemeriksaan orang yang suspek dan kontak erat pasien yang terkonfirmasi untuk mengetahui secepatnya kasus. Itu supaya pasien yang positif bisa segera ditangani dan diisolasi,” ujar Andi.
Sebelumnya, pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman, Ike Anggraeni, mengatakan, pelacakan kasus yang cepat dan luas adalah kunci untuk menekan penularan Covid-19 di masyarakat. Mata rantai penularan sulit diputus jika orang yang terpapar Covid-19 masih berkeliaran dan tidak terjaring dengan cepat.
”Pelacakan yang cepat bisa membantu untuk menyadarkan orang bahwa dirinya sangat mungkin terpapar sehingga harus melakukan pemeriksaan serta karantina mandiri sesegera mungkin sampai hasil pemeriksaan diketahui,” kata Ike.
Pendataan yang lemah
Saat ini, 10 kabupaten dan kota di Kaltim tidak ada yang menjadi zona hijau. Seluruh wilayah sudah mencatatkan kasus positif Covid-19. Kota dan kabupaten besar, seperti Balikpapan, Samarinda, dan Kutai Kartanegara, menjadi zona merah dengan risiko peningkatan kasus tinggi.
Lonjakan kasus perlu diantisipasi dengan menyiapkan tempat perawatan. Namun, pendataan tempat tidur untuk pasien positif Covid-19 tidak tercatat sepenuhnya oleh Pemprov Kaltim. Hanya rumah sakit rujukan utama yang terdata.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kaltim Soeharsono mengatakan, rumah sakit swasta di kabupaten dan kota ikut diperbantukan untuk menampung pasien Covid-19. Namun, sampai saat ini, Pemprov Kaltim belum memiliki data terbaru jumlah tempat tidur yang disediakan untuk pasien Covid-19 di luar rumah sakit rujukan.
Berdasarkan data yang dimiliki Soeharsono, terdapat 456 tempat tidur untuk pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit rujukan di Kaltim. Itu belum termasuk jumlah tempat tidur di rumah sakit rujukan tambahan.
”Pemerintah kabupaten dan kota menyiapkan rumah sakit tambahan di wilayah masing-masing. Adapun pasien yang ringan dan tanpa gejala akan melakukan isolasi mandiri atau menempati tempat karantina yang disiapkan pemerintah di daerah masing-masing,” kata Soeharsono.
Sistem baru
Kota Balikpapan dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Kaltim sudah menambah lima rumah sakit rujukan menjadi delapan rumah sakit. Rumah sakit itu menyediakan 349 tempat tidur untuk pasien Covid-19 dengan gejala sedang hingga berat.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Andi Sri Juliarty mengatakan, rumah sakit rujukan tengah menyiapkan sistem pelayanan baru agar tenaga kesehatan dan pasien lain di rumah sakit tidak terpapar Covid-19. Sebelumnya, RSUD Beriman, Balikpapan, menutup layanan IGD karena beberapa tenaga kesehatan terpapar Covid-19.
RSUD Beriman melakukan penutupan sementara di seluruh unit layanan pada 27-31 Agustus. Penutupan tersebut dilakukan untuk sterilisasi ruangan dan adaptasi layanan di rumah sakit. Selama penutupan ini, akan disiapkan alur baru dalam menerima kedatangan pasien dan memberi pelayanan.
”Pihak rumah sakit juga akan menyiapkan satu ruangan untuk ruang operasi khusus Covid-19. Rumah sakit perlu adaptasi sehingga memisahkan pelayanan bagi pasien Covid-19 dengan pasien umum. Misalnya yang hamil tetapi terkonfirmasi Covid-19 harus dipisahkan dengan pasien lain, begitu juga yang perlu tindakan operasi,” papar Andi.