170 Desa Krisis Air, Blora Darurat Bencana Kekeringan
Kemarau kali ini diperkirakan kemarau basah sehingga kekeringan tak separah tahun lalu. Namun, di Blora, pemkab setempat telah menetapkan tanggap darurat bencana kekeringan sejak Agustus hingga November 2020.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BLORA, KOMPAS — Sebanyak 170 desa dari 14 kecamatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, krisis air bersih pada musim kemarau tahun ini. Kondisi itu membuat Pemkab Blora menetapkan status tanggap darurat bencana kekeringan hingga November 2020.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Blora Hadi Praseno, Jumat (28/8/2020), mengatakan, seluruh kecamatan telah mengirim surat terkait dampak di musim kemarau. Dari 16 kecamatan, 14 kecamatan membutuhkan air bersih.
”Yang berkirim surat tetapi nihil (kekeringan), yakni Kecamatan Kradenan dan Todanan, karena kebutuhan air bersih di sana masih mencukupi. Jadi, total ada 170 desa dari 14 kecamatan yang dilanda kekeringan,” kata Hadi.
Dari laporan tiap kecamatan, pihaknya telah melakukan survei serta rapat koordinasi lintas sektor. Bupati Blora pun kemudian mengesahkan surat keputusan (SK) tanggap darurat bencana kekeringan selama empat bulan, sejak awal Agustus hingga November 2020.
Terkait bantuan penyediaan air bersih, BPBD menganggarkan Rp 418 juta. Adapun pengiriman diprioritaskan bagi kecamatan yang meminta bantuan lebih dulu. Hingga kini, sudah ada 23 desa di tujuh kecamatan yang dikirim bantuan air bersih, yakni Kecamatan Jati, Bogorejo, Randublatung, Jiken, Sambong, Banjarejo, dan Tunjungan
Dari ke-23 desa tersebut, dikirim 59 truk tangki, masing-masing berkapasitas 5.000 liter. ”Kami memiliki empat armada sehingga sekali berangkat bisa 20.000 liter,” ujar Hadi.
BPBD Blora juga bekerja sama dengan sejumlah pihak, seperti PDAM, pihak swasta melalui tanggung jawab sosial perusahaan.
BPBD Blora juga bekerja sama dengan sejumlah pihak seperti PDAM, pihak swasta melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan pihak mana pun yang ingin membantu penyediaan air bersih bagi daerah-daerah yang terdampak.
Hadi menuturkan, dari informasi pihak BMKG, musim kemarau tahun ini diperkirakan merupakan kemarau basah sehingga tak separah tahun lalu. Dengan demikian, diyakini ketersediaan air bersih akan cukup hingga akhir kemarau.
Dandang Sri Sulastri (32), warga Jepangrejo, Kecamatan Blora, menuturkan, kemarau kali ini dirasakannya tidak separah tahun lalu. Namun, hingga kini ia sudah membeli air bersih sebanyak tiga tangki. Setiap tangki, berisi 5.000 liter dibeli seharga Rp 140.000.
”Sumur airnya kosong, tetapi kadang ada juga. Seminggu sekali bisa hujan dan bisa panas. Jadi, mau tidak mau saya beli air bersih, dimasukkan ke sumur. Setiap tangki cukup untuk 14 hari. Saya gunakan untuk mandi, mencuci, dan memasak. Untuk minum beda lagi, saya beli,” katanya.
Di Kabupaten Demak, hingga Jumat (28/8/2020), belum ada desa atau kecamatan yang mengajukan permohonan bantuan air bersih. Kendati demikian, Pemkab Blora tetap mengantisipasi dengan menyiapkan 600 tangki air, masing-masing berkapasitas 5.000 liter untuk distribusi air bersih.
”Setiap tahun, kebutuhan sekitar 1.000 tangki air. Kekurangannya, kami biasanya mendapat bantuan dari Pemprov Jateng, Baznas, organisasi profesi, dan lembaga lainnya. Mudah-mudahan hujan sudah turun sebelum masyarakat benar-benar kekeringan,” ujar Kepala Pelaksana Harian BPBD Demak Agus Nugroho.
Agus menuturkan, dari hasil rapat koordinasi, ada 99 desa di 14 kecamatan di Demak yang berpotensi kekeringan. Selain memanfaatkan bantuan, sejumlah kepala desa juga berinisiatif membuat embung berdasarkan pengalaman kekeringan tahun sebelumnya. Dengan begitu, dampak kekeringan bisa diantisipasi lebih dini.