Penangkapan Ketua Komunitas Adat Kinipan Buntut Konflik Lahan yang Dibiarkan
Penangkapan Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing merupakan buntut dari konflik lahan di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.
PALANGKARAYA, KOMPAS — Penangkapan Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing merupakan buntut dari konflik lahan di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Polisi menduga Effendi Buhing merupakan dalang di balik penolakan dan beragam upaya ancaman juga pencurian terhadap perusahaan sawit di desa itu. Tuduhan itu dibantah para pendamping komunitas adat.
Penjabat Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng Ferdi Kurnianto menjelaskan, penangkapan Effendi Buhing dan warga Desa Kinipan lainnya tidak bisa lepas dari konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan sawit di lokasi. Sayangnya, konflik tenurial itu direspons dengan represif oleh pemerintah.
”Ini kegagalan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam. Berkaca dari kasus Kinipan, upaya pemerintah hanya sebatas administrasi lalu penegakan hukum,” kata Ferdi, di sela-sela diskusi daring yang diselenggarakan Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), di Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Ferdi menjelaskan, konflik di Kinipan dimulai sejak tahun 2012 saat perusahaan perkebunan masuk ke wilayah kelola adat Komunitas Adat Laman Kinipan. Komunitas saat itu menolak, tetapi sayangnya perizinan sudah diberikan. Hal itu pun dinilai cacat hukum.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Hutan milik masyarakat Laman Kinipan yang dibabat perusahaan perkebunan sawit yang hingga kini menimbulkan konflik antara warga, pemerintah, dan perusahaan perkebunan.
Hal serupa juga diungkapkan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono. Menurut dia, penolakan yang dilakukan komunitas adat tidak digubris oleh pemerintah daerah karena hingga kini perusahaan masih terus beroperasi.
”Keinginan masyarakat sederhana, hentikan dulu operasinya sampai masalahnya selesai. Namun, ini, kan, jalan terus, jadi suara masyarakat tidak didengar,” kata Dimas.
Dimas dan Ferdi, yang juga tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Kinipan, melakukan pendampingan hukum terhadap para pelaku bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Palangkaraya dan LBH Genta Keadilan. ”Harus ada evaluasi perizinan semua pemegang izin konsesi di Kalteng, itu tidak bisa tidak,” kata Dimas.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Hendra Rochmawan menjelaskan, penangkapan Effendi Buhing merupakan tindak lanjut penyidikan dari lima warga Kinipan yang sebelumnya diperiksa. Dari lima orang itu, empat orang jadi tersangka.
Empat orang yang menjadi tersangka adalah Riswan (29) atas kasus pencurian mesin potong kayu, lalu Teki, Embang, dan Semar yang diduga melakukan pengancaman terhadap petugas perusahaan. Polisi pun menerima setidaknya tiga laporan dari PT Sawit Mandiri Lestari (SML).
”Saat ini masih pemeriksaan awal terhadap Effendi Buhing meskipun yang bersangkutan sampai saat ini belum kooperatif kepada penyidik,” kata Hendra, Kamis (27/8).
Hendra menjelaskan, kejadian pengancaman dan pencurian mesin potong itu merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada 22 Juni 2020 di wilayah Desa Kinipan. Saat itu, para tersangka pengancaman membawa senjata tajam yang masih diikat di pinggang.
”Mereka saat ini masih diperiksa dan disidik di Direktorat Kriminal Umum Polda Kalteng Bidang Kejahatan Kekerasan,” kata Hendra.
WALHI KALTENG
Riswan (29, kanan) saat bertemu Gad Dali, ayahnya, yang datang dari Lamandau, di Polda Kalteng, Palangkaraya, Senin (24/8/2020).
Hendra menambahkan, selain kasus pencurian atau perampasan dan pengancaman, Effendi yang juga sudah menjadi tersangka itu diduga menjadi dalang yang memberi perintah pembakaran pos pantau api milik PT SML. ”Tidak benar kalau kepolisian tidak sesuai prosedur, dan kami profesional. Kami tetap memberikan hak jawab kepada semua karena pada prinsipnya semua sama di depan hukum,” tutur Hendra.
Dia menjelaskan, para tersangka dikenai Pasal 365 KUHP tentang tindak pidana perampasan juga pengancaman. Namun, pihaknya baru bisa menjelaskan lebih jauh terkait pasal yang digunakan saat pemeriksaan selesai.
Melihat hal itu, salah satu kuasa hukum kasus Kinipan dari Koalisi Keadilan untuk Kinipan, Parlindungan Hutabarat, mengatakan, hingga kini para tersangka mengaku tidak melakukan pencurian atau perampasan. ”Seperti Riswan, saat ditangkap, yang jadi obyek yang disangkakan, yakni mesin potong itu, tidak ada di tangannya,” kata Parlindungan.
Parlindungan bersama koalisi saat ini sedang berupaya mengajukan penangguhan penahanan karena berbagai faktor. ”Mereka bukan teroris dengan kejahatan yang sangat luar biasa. Jadi, harusnya ditangguhkan,” katanya.