Penanganan Covid-19 di Lapas di Jawa Timur Butuh Perhatian Besar
Penanganan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan di Jatim menghadapi tantangan berat sehingga perlu dukungan berbagai pihak. Puluhan narapidana dan petugas lapas terkonfirmasi positif Covid-19, satu di antaranya meninggal.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
DOKUMENTASI LAPAS KELAS 1 SURABAYA
Puluhan warga binaan pemasyarakatan Kelas I Surabaya dan pegawai menjalani uji usap massal, Selasa (25/8/2020).
SIDOARJO, KOMPAS — Penanganan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan di Jawa Timur menghadapi tantangan berat. Puluhan narapidana dan petugas lapas terkonfirmasi positif Covid-19. Seorang narapidana bahkan meninggal akibat penyakit ini.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jatim Krismono mengatakan, beragam penanganan Covid-19 telah dilakukan. Upaya itu berupa pelacakan kontak erat, tes massal, serta perawatan penghuni dan petugas lapas, yang terindikasi maupun terkonfirmasi positif.
”Blok khusus perawatan kesehatan sudah disediakan. Namun, kami tetap memerlukan dukungan, terutama Pemprov Jatim, untuk menyelesaikan persoalan Covid-19 di rutan dan lapas di Jatim,” ujar Krismono saat bertemu Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Grahadi, Surabaya, Kamis (27/8/2020).
Dukungan yang diharapkan, antara lain, berupa kemudahan akses pelayanan ke rumah sakit rujukan Covid-19 bagi semua orang di lapas. Selain itu, mereka juga memerlukan obat-obatan, vitamin, dan pemberian makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Penyemprotan disinfektan secara berkala di seluruh ruangan lapas juga sudah dilakukan.
Puluhan warga binaan pemasyarakatan Kelas I Surabaya dan pegawai menjalani uji usap massal, Selasa (25/8/2020).
Menurut Krismono, dukungan dari berbagai pihak diperlukan dalam penanganan sebaran Covid-19 di rutan dan lapas yang tersebar di sejumlah daerah di Jatim. Namun, perhatian lebih besar diharapkan diberikan untuk Lapas Kelas I Surabaya dan Lapas Kelas II B Mojokerto karena jumlah kasusnya menonjol.
Kepala Lapas Kelas I Surabaya Gun Gun Gunawan mengatakan, kasus Covid-19 berkembang cepat. Teranyar, kasus meninggalnya mantan Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, penghuni Lapas Kelas I Surabaya. Terpidana kasus korupsi itu mengembuskan napas terakhir pada Kamis (27/8/2020) siang akibat Covid-19.
”Almarhum hanya satu jam dirawat di RS Mitra Keluarga Waru karena mengeluh demam dan mengalami sesak napas. Mas’ud terkonfirmasi positif Covid-19 berdasarkan hasil uji usap pada Selasa,” kata Gun Gun.
Menurut Gun Gun, Kamis pagi, kondisi kesehatan Mas’ud menurun sehingga harus dibawa ke klinik kesehatan di lapas. Karena kondisinya semakin parah, lantas dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid-19.
Mas’ud merupakan orang terkonfirmasi positif Covid-19 tanpa gejala klinis atau orang tanpa gejala. Namun, dia memiliki penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi, dan jantung koroner. Penyakit penyerta itulah yang diduga memperparah serangan Covid-19 sehingga berisiko menyebabkan kematian.
Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa (18/9/2018).
Tantangan berat
Gun Gun mengatakan, Mas’ud adalah korban pertama yang meninggal akibat Covid-19. Sejak ditemukan kasus pertama pertengahan Agustus lalu, jumlah penghuni lapas yang terkonfirmasi positif Covid-19 tercatat 53 orang. Selain itu, empat petugas lapas dinyatakan positif.
Dari 53 orang itu, enam kasus terkonfirmasi dari hasil pemeriksaan uji usap yang dilakukan di luar lapas. Sementara 47 kasus positif lainnya terkonfirmasi dari hasil uji usap yang dilakukan Pemprov Jatim di dalam lapas, Selasa lalu, termasuk Mas’ud.
Pada pemeriksaan uji usap massal yang berlangsung di dalam lapas, Selasa lalu, Pemprov Jatim mengirimkan tim dari RSUD dr Soetomo Surabaya untuk pengambilan sampel usap hidung dan tenggorokan. Total jumlah yang ikut uji usap saat itu sebanyak 73 orang, terdiri dari 62 penghuni dan 11 petugas yang melakukan kontak erat dengan dua kasus pertama Covid-19. Kasus pertama terjadi pada SLH (56) dan DA (36), terpidana kasus narkotika. Mereka dirawat di RSUD Sidoarjo sejak pertengahan Agustus lalu.
Sejumlah warga binaan Lapas Porong langsung sujud syukur karena bisa kembali ke keluarga setelah mengikuti program asimilasi dan integrasi untuk mencegah Covid-19, Jumat (3/4/2020).
Gun Gun mengatakan, dengan banyaknya jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19, upaya penanganan tidak mudah. Jumlah tenaga medis di lapas tidak sebanding dengan jumlah pasien.
Lapas Kelas I Surabaya hanya memiliki lima tenaga medis, terdiri dari satu dokter umum dan empat perawat. Tugas mereka tidak hanya merawat yang terkonfirmasi positif, melainkan semua penghuni lapas. Khusus yang terkonfirmasi positif, mereka memerlukan perawatan yang spesifik.
Permasalahan lain yang juga menjadi tantangan berat adalah pengamanan terhadap narapidana. Untuk merujuk ke rumah sakit rujukan Covid-19, harus dipikirkan pengamanannya. Oleh karena itu, tidak bisa serta-merta narapidana yang terkonfirmasi Covid-19 ini dirawat di tempat isolasi orang tanpa gejala atau pasien bergejala ringan, seperti RS Lapangan Indrapura.
Pada saat bersamaan, jumlah petugas Lapas Kelas I Surabaya sangat terbatas karena ada tiga orang yang terkonfirmasi positif sehingga harus menjalani isolasi mandiri di rumah. Untuk menyelesaikan persoalan yang pelik ini, lapas memerlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah.
Sejak sebelum terjadi kasus pertama Covid-19, Kanwil Kemenkumham Jatim telah menyemprotkan disinfektan secara rutin dan menerapkan protokol kesehatan ketat. Kunjungan keluarga ditiadakan dan diganti dengan fasilitas panggilan video. Sebagian lapas di Jatim juga menerapkan penitipan barang tanpa turun dari kendaraan.
Upaya lain, mengurangi jumlah penghuni lapas melalui program asimilasi. Namun, faktanya jumlah penghuni tetap melebihi kapasitas lapas. Jumlah penghuni Lapas Kelas I Surabaya saat ini 2.356 orang. Padahal, kapasitas hunian yang tersedia hanya 1.050 orang.