Pembayaran Parkir Nontunai di Cirebon Diharapkan Cegah Kebocoran Pajak
Pembayaran parkir nontunai pertama kali diberlakukan di Jalan Pagongan, Kota Cirebon, Jawa Barat. Sistem tersebut diharapkan mencegah kebocoran pendapatan asli daerah di sektor parkir.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kota Cirebon, Jawa Barat, akhirnya menerapkan pembayaran parkir nontunai. Selain mengurangi kontak fisik di tengah pandemi Covid-19, sistem tersebut juga diharapkan mencegah kebocoran pajak di sektor parkir.
Kepala Badan Keuangan Daerah Kota Cirebon Arif Kurniawan mengatakan, pembayaran secara nontunai dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di sektor parkir karena semua data terekam. Selama ini, pembayaran parkir hanya menggunakan karcis. Bahkan, tidak sedikit parkir liar.
”(Pembayaran nontunai) ini salah satu upaya menekan kebocoran (PAD). Semoga lebih akuntabel,” kata Arif, Kamis (27/8/2020), di Cirebon. Meski demikian, pihaknya belum mengetahui besaran kebocoran PAD selama ini di sektor parkir.
Tahun ini, menurut Arif, pihaknya menargetkan PAD di sektor parkir sekitar Rp 4,3 miliar. Hingga bulan Agustus, jumlah PAD yang masuk berkisar Rp 1,9 miliar atau sekitar 45 persen. Pandemi Covid-19 dinilai turut menghambat capaian target pajak tersebut.
”Paling nanti bertambah Rp 1 miliar-Rp 1,5 miliar. Untuk mencapai target itu saja berat,” katanya. Sistem pembayaran parkir nontunai diharapkan mampu meningkatkan PAD karena mengurangi kontak fisik yang berpotensi menularkan virus korona baru di tengah pandemi Covid-19.
Sebelumnya, sejak Selasa (25/8/2020), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon berkolaborasi dengan Dinas Perhubungan Kota Cirebon dan Bank BJB Kota Cirebon meluncurkan pembayaran parkir nontunai dengan QRIS (quick response Indonesian standard). QRIS merupakan kanal pembayaran nontunai dari berbagai aplikasi uang elektronik.
Pembayaran parkir nontunai itu diterapkan di Jalan Pagongan, salah satu pusat perdagangan keramik dan bahan bangunan di Kota Cirebon. Cara pembayarannya, pengunjung memindai kode batang yang ada pada kartu juru parkir. Setelah itu, pengunjung memasukkan nominal pembayaran hingga muncul notifikasi transaksi berhasil.
Kepala Perwakilan BI Cirebon Bakti Artanta mengatakan, inovasi pembayaran parkir nontunai itu merupakan yang pertama di Cirebon. Jalan Pagongan menjadi proyek percontohan pertama. ”Kalau ini berhasil, kami akan replikasikan ke tempat lain,” katanya.
Menurut Bakti, sistem ini tidak mengubah pola pikir masyarakat bertransaksi dari uang tunai ke nontunai. Namun, peluangnya masih ada, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang. Masyarakat, misalnya, sudah ada yang punya telepon pintar dan sejumlah aplikasi uang elektronik.
Hingga kini, pihaknya mencatat 72.772 pengguna QRIS di Cirebon dan daerah sekitarnya. Padahal, sebelum pandemi, jumlahnya masih berkisar 40.000 pengguna.
Pembayaran nontunai, ujar Bakti, juga dapat membantu pemerintah daerah memetakan potensi PAD dari sektor parkir karena seluruh transaksi tercatat. ”Kalau kemarin, kita tidak mengetahui apakah uang parkir semuanya masuk ke pemerintah?” katanya.
Dadi (34), salah satu dari 11 juru parkir di Jalan Pagongan, mengatakan, pengunjung yang memanfaatkan pembayaran parkir nontunai baru tiga orang per hari. Sebagian besar pengunjung masih menggunakan pembayaran tunai.
”Kalau ada kendaraan berbarengan mau keluar, ini yang susah. Kan, harus
scan (memindai) dulu. Butuh waktu. Orangnya sudah marah-marah kalau telat. Katanya, ke mana saja?” ungkap Dadi yang baru mengetahui pembayaran nontunai QRIS.