Nelayan Lokal Maluku Diberi Lisensi ke Pasar Global
Puluhan nelayan lokal di Maluku mendapat lisensi berupa Bukti Pencatatan Kapal Perikanan. Ini menjadi pegangan mereka untuk bertarung ke pasar global yang kompetitif.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sebanyak 30 nelayan tuna di Maluku difasilitasi untuk mendapatkan lisensi berupa Bukti Pencatatan Kapal Perikanan. Lisensi itu sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi nelayan agar hasil tangkapannya bisa masuk ke pasar global yang sangat kompetitif. Pemerintah perlu mendorong semakin banyak lagi nelayan yang mendapat lisensi tersebut.
Kuncoro Kusno dari Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia kepada Kompas di Ambon, Kamis (27/8/2020), mengatakan, pihaknya berinisiatif memfasilitasi para nelayan tuna. Pasalnya, bertahun-tahun mereka melaut tanpa memiliki Bukti Pencatatan Kapal Perikanan (BPKP). Nelayan penerima lisensi itu berasal dari Dusun Air Panas, Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah.
”Semua nelayan di sana menggunakan kapal kecil ukuran di bawah 5 gros ton dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, yaitu pancing ulur. Alat tangkap itu hanya menangkap satu ikan tuna dengan satu mata pancing atau one by one tuna,” tutur Kuncoro.
Sejak lama, para nelayan dimaksud menjadi penyuplai ikan tuna ke perusahan perikanan setempat yang kemudian diekspor ke pasar global. Seiring waktu, pasar global mempersyaratkan sejumlah hal dalam pengelolaan perikanan dari sektor hulu ke hilir, termasuk terdaftarnya sarana tangkap yang digunakan nelayan. ”Ini standar global yang wajib dipenuhi,” ujar Kuncoro.
Di pelabuhan pendaratan ikan tuna di Kota Honolulu, Negara Bagian Hawaii, setiap ikan yang masuk diberi barcode.
Berdasarkan temuan Kompas saat mengikuti International Visitor Leadership Program bertema kejahatan perikanan di Amerika Serikat tahun 2018, Pemerintah AS sebagai salah satu importir makanan laut memberikan sejumlah syarat kepada negara pengekspor. Salah satunya data terkait sarana tangkap dan alat tangkap. Sarana tangkap harus terdaftar.
Tujuan Pemerintah AS untuk memastikan ikan yang masuk ke negara itu telah melalui prosedur yang tepat, mulai dari proses penangkapan hingga pengolahan. Mereka menolak apabila ditemukan unsur tidak legal, tidak terdaftar, dan tidak sesuai regulasi atau dikenal dengan sebutan IUU Fishing. Indonesia merupakan salah satu eksportir.
Di pelabuhan pendaratan ikan tuna di Kota Honolulu, Negara Bagian Hawaii, setiap ikan yang masuk diberi barcode. Lewat barcode itu diketahui asal-usul ikan, termasuk alat tangkap yang digunakan, kapal, koordinat penangkapan, dan waktu penangkapan. Pelabuhan pendaratan ikan tuna tersebut merupakan yang terbesar di AS.
Kuncoro berharap pemerintah dapat memfasilitasi nelayan lokal, terutama yang hasil tangkapannya untuk komoditas ekspor, agar memperoleh lisensi. Saat ini, banyak nelayan lokal belum memiliki lisensi. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, terdapat lebih kurang 150.000 rumah tangga nelayan di Maluku.
Yadi Bustan, nelayan tuna di Desa Kawa, Kabupaten Seram Bagian Barat, menuturkan, nelayan tidak tahu prosedur pengurusan Bukti Pencatatan Kapal Perikanan. Yadi merupakan nelayan pemancing tuna di Laut Seram. Wilayah perairan itu merupakan jalur migrasi tuna.
Sekretaris Daerah Maluku Kasrul Selang mengatakan, sektor perikanan menjadi perhatian pemerintah yang kini sedang menyiapkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Upaya dari sejumlah pihak, termasuk asosiasi, untuk membantu nelayan diapresiasi. ”Perlu sinergitas bersama. Tidak mungkin semua hal dikerjakan oleh pemerintah,” ujarnya.