Kejati Sulteng Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Jembatan Palu IV
Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi pembayaran utang pembangunan Jembatan Palu IV di Kota Palu, Sulteng.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menetapkan tiga tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi pembayaran utang pembangunan Jembatan Palu IV. Dua tersangka dari lingkup Pemerintahan Kota Palu dan satu lainnya dari rekanan proyek pembangunan jembatan. Kemungkinan adanya tersangka lain masih terbuka.
”Berdasarkan alat bukti yang ada, penetapan tersangka telah memenuhi bukti permulaan yang cukup atas terjadinya tindak pidana korupsi secara bersama-sama (yang dilakukan) oleh ID, S, NMR, dan kawan-kawan. Artinya, kami menetapkan tiga tersangka saat ini dan sangat terbuka bertambah nantinya,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Edward Malau, dalam konferensi pers di Palu, Sulteng, Rabu (26/8/2020).
Tanpa merinci jabatan, Edward menyatakan, ID dan S berasal dari lingkup Pemerintahan Kota Palu, sedangkan NMR dari PT Global Daya Manunggal, rekanan pembangunan Jembatan Palu IV tahun anggaran 2003-2007. Ketiganya dinilai orang yang sangat berperan dalam terjadinya tindak pidana korupsi pembayaran utang jembatan yang telah roboh karena dihantam gempa dan tsunami pada 28 September 2018 sebesar Rp 14,5 miliar. Uang itu sekaligus menjadi kerugian negara karena anggaran pembayaran utang berasal dari APBD Kota Palu 2019.
Edward menyebutkan, dalam pengungkapan kasus yang dimulai jelang akhir tahun lalu itu, tim penyidik telah memeriksa 53 orang. Mereka berasal dari lingkungan Pemerintah Kota Palu, anggota DPRD Kota Palu periode 2015-2019, dari PT Global Daya Manunggal, serta ahli. Salah satu alat bukti yang dikantongi penyidik adalah uang sejumlah Rp 50 juta yang diterima seorang anggota DPRD periode 2015-2019. Uang tersebut dikembalikan yang bersangkutan pada saat kasus diselidiki.
Tim penyidik juga telah menggeledah sejumlah instansi dan tempat, antara lain kantor DPRD Kota Palu, Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu, serta kantor PT Global Daya Manunggal di Jakarta. Ketiga tersangka belum ditahan. Kejaksaan berdalih tim penyidik akan memberikan pertimbagan atau nota dinas apakah ketiganya perlu ditahan atau belum perlu.
Pembayaran utang Jembatan Palu IV atau Jembatan Kuning Melengkung pada Maret 2019 tersebut menjadi kontroversi karena dilakukan saat Kota Palu berjibaku menangani kebutuhan penyintas akibat gempa, tsunami, dan likuefaksi. Aroma dugaan suap pembayaran utang diembuskan sejumlah anggota DPRD periode 2015-2019 yang kebanyakan tak terpilih lagi pada Pemilu 2019.
Pembayaran Rp 14,5 miliar dilakukan sebagai tindak lanjut putusan Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) yang dikuatkan semua putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi. Utang Rp 14,5 miliar merupakan klaim perusahaan atas tambahan item pekerjaan dan eskalasi harga pembangunan jembatan pada saat proyek rampung pada 2007.
Tak sah
Edward menyatakan, tambahan dan eskalasi harga yang diklaim rekanan tak sah karena tak didahului oleh tinjauan (review) oleh lembaga yang kompeten, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lembaga itu punya keahlian untuk menghitung klaim perusahaan atas tambahan item dan eskalasi harga. Mekanisme sengketa di BANI dinilai tak sah dan tak bisa menjadi dasar untuk membayar klaim perusahaan.
Pembayaran utang tersebut, lanjut Edward, lalu dibahas secara tak prosedural di DPRD Kota Palu dan terindikasi adanya suap-menyuap atau gratifikasi. Dugaan ini ditopang adanya pengembalian uang oleh salah satu anggota DPRD Kota Palu periode 2015-2019 sebesar Rp 50 juta.
Ia meminta anggota DPRD Kota Palu yang menerima uang terkait pembayaran utang jembatan mengembalikan uang negara tersebut via kejaksaan. Dengan mengembalikan uang tersebut, ada niat baik atau mereka dianggap kooperatif terhadap pengungkapan kasus. ”Sejauh mana yang bersangkutan mengetahui posisinya (dalam dugaan suap), nanti tetap kami dalami,” katanya.
Beberapa waktu lalu, sebelum diperiksa penyidik, anggota DPRD Kota Palu periode 2015-2019, Hamsir, mengakui dirinya mengembalikan uang Rp 50 juta. Ia menerima uang tersebut dari pegawai di kantor DPRD Kota Palu tanpa menjelaskan lebih rinci terkait sumber dan dasar pemberian uang. Ia menyerahkan uang tersebut saat kasus diselidiki kejaksaan. Ia juga mengakui sudah empat kali diperiksa penyidik.
Hamsir, yang anggota Badan Anggaran (Banggar), menyatakan pembayaran utang sempat disinggung di forum Banggar, tetapi pembahasannya tak dilanjutkan karena banyak yang menolak meneruskan pembahasan. Namun, lanjut dia, dirinya kaget karena pembayaran utang Rp 14,5 miliar tersebut tercantum dalam daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) di Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu.
Saat dikonfirmasi terkait langkah Kejaksaan Tinggi Sulteng menetapkan para tersangka, Wali Kota Palu Hidayat, yang ditemui seusai meresmikan Pembangunan Jembatan Palu V, menyatakan, dirinya mempersilakan penegak hukum untuk mengungkap dugaan korupsi tersebut.
”Itu sudah masuk ranah hukum, silakan. Kita memberikan kesempatan kepada kejaksaan untuk melaksanakan tugas dengan baik agar mengungkap apa yang menjadi persoalan dalam pembayaran utang dan persoalan-persoalan lainnya yang diakibatkan oleh pembayaran itu,” tuturnya.