Berdikari dengan ”Jangkrik Bos”
Budidaya jangkrik jadi salah satu upaya warga Desa Mernek, Kecamatan Maos, Cilacap, Jawa Tengah, satu dekade terakhir. Sejumlah warga tertarik pulang kampung dari perantauan dan mencoba berdikari lewat ternak jangkrik.
Sebagai salah satu kantong buruh migran, Desa Mernek di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, biasa ditinggal para pemudanya merantau. Dengan jejaring kerja sama, belakangan, simpul-simpul ekonomi kampung mulai menggeliat. Warga mandiri membangun desa lewat budidaya jangkrik.
”Saya dulu bekerja di Arab Saudi sebagai driver (sopir) sebuah keluarga, enam tahun di sana. Lalu pulang mencoba bisnis penggorengan kerupuk dan juga jangkrik,” kata Moch Muhaimin (56), salah seorang pembudidaya jangkrik, saat ditemui di rumahnya di RT 003/RW 006 Grumbul atau Dusun Rawaeng, Mernek, Kecamatan Maos, Cilacap, Kamis (13/8/2020).
Muhaimin menuturkan, dirinya merintis usaha itu sejak 2010. Permintaan jangkrik biasanya datang dari para penghobi burung murai. Semula, ia hanya memiliki tiga boks kandang jangkrik yang masing-masing berukuran panjang 2,4 meter, lebar 1,2 meter, serta tinggi 0,6 meter. Seiring waktu dan terus meningkatnya permintaan jangkrik, ia pun menambah kandangnya hingga delapan boks.
Dari satu boks yang diisi sekitar 5 ons telur jangkrik, Muhaimin bisa memanen 48 kilogram (kg) hingga 50 kg jangkrik setiap 27-30 hari dengan pemasukan rata-rata Rp 1,2 juta. ”Setiap kg bisa dijual Rp 25.000 ke sales. Kalau saya jual langsung ke kios atau pemilik murai harganya Rp 40.000 per kg,” paparnya.
Baca juga : Ratusan Tukik Kembali Dilepasliarkan di Kebumen
Demikian pula dengan Joko Prabowo (28). Warga Grumbul Bulupitu, Desa Mernek, ini merantau ke Jakarta 2012-2017 dan bekerja di sebuah percetakan. Ia pun kemudian memutuskan bali ndesa atau pulang ke desa karena dinilai lebih nyaman. ”Di kota kurang nyaman dalam arti lingkungannya, terutama pergaulan. Mungkin dari segi ekonomi di sana lebih baik atau lebih gampang. Namun, tinggal di kampung lebih nyaman,” kata Joko.
Dalam dua tahun terakhir, Joko membudidayakan ikan lele di kolam samping rumahnya serta ikut terlibat membudidayakan jangkrik bersama dua temannya. ”Melihat situasi di desa yang sepi banyak ditinggal banyak orang merantau ke luar kota, ada perasaan sedikit sedih,” ujarnya.
Baca juga : Pertamina Cilacap Serahkan Bantuan untuk Masyarakat Rp 6,9 Miliar
Joko membudidayakan jangkrik bersama dua orang rekannya yang juga kembali dari perantauan. Ada yang pulang dari Kalimantan setelah menjadi terapis pijat dan ada juga yang bekerja di Tangerang sebagai karyawan pabrik. Mereka merintis budidaya jangkrik pada akhir 2019 dan mendapatkan bantuan tiga boks kandang jangkrik dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT Pertamina (Persero). Di bagian belakang rumahnya, Joko membudidayakan jangkrik di ruangan berukuran sekitar 10 meter x 5 meter.
Joko dan kedua temannya semula dibantu tiga kotak dan sekarang sudah berkembang menjadi sembilan boks kandang jangkrik. Per kotak bisa menghasilkan rata-rata 25 kg jangkrik dengan harga jual sekitar Rp 25.000. Dari hasil penjualan jangkrik, per orang bisa mendapat Rp 100.000 sampai Rp 150.000. ”Per kotak bisa dipanen sekitar 25 kg jangkrik. Panennya diatur, bisa seminggu sekali. Ini bisa nambah penghasilan,” kata Joko sambil membersihkan boks kandang jangkrik.
Budidaya jangkrik milik Joko dan dua rekannya merupakan salah satu dari dua lokasi budidaya jangkrik yang dibantu PT Pertamina. Satu lokasi lagi berada di Grumbul Sibangkong dan dikelola oleh Ketua Kelompok Ternak Jangkrik Bos Asep Syaefur Rohman bersama empat rekannya. Asep yang semula juga dibantu tiga boks kandang jangkrik kini sudah punya 14 boks. ”Budidaya jangkrik ini bisa menambah penghasilan anggota. Ada yang sebelumnya benar-benar menganggur, ada yang sopir dan juga (petugas) satpam,” kata Asep yang sehari-hari bekerja sebagai pustakawan di SMA N 1 Cilacap.
Menurut Asep yang juga Ketua Karang Taruna Bina Remaja Desa Mernek, lewat wadah kelompok ternak jangkrik ini, para pemuda bisa berkarya di desa dan bertukar pengalaman dalam membudidayakan jangkrik. Bersama Muhaimin yang dipercaya sebagai penasihat dalam kelompok ini, para pemuda belajar bagaimana merawat dan membesarkan jangkrik. ”Pemuda mendapat tempat untuk berkegiatan secara positif,” ujarnya.
Kurangi urbanisasi
Berdasarkan data Kabupaten Cilacap dalam Angka 2020, penyaluran tenaga kerja ke luar daerah/luar negeri yang terdaftar di Kantor Disnakerin Cilacap pada 2019 mencapai 11.345 orang atau menurun dibandingkan data 2018 yang mencapai 13.068 orang. Jumlah 11.345 orang itu terdiri dari 5.002 orang untuk penempatan lokal atau antarkabupaten dalam satu provinsi, 18 orang penempatan antardaerah atau antarprovinsi, dan 6.325 orang penempatan antarnegara.
Kepala Desa Mernek Bustanul Arifin mengatakan, di desanya saat ini ada tujuh lokasi budidaya jangkrik dan menyerap tenaga kerja sekitar 19 orang. ”Harapannya, ini menjadi cikal bakal atau embrio bagi usaha warga dan bisa mencegah atau mengurangi urbanisasi. Kami ingin pemuda Mernek bisa menghasilkan sesuatu atau menambah ekonomi di desanya sendiri,” kata Bustanul. Dari sisi sosial, pemuda pun mulai menjauhi nongkrong-nongkrong tak berfaedah dan mabuk-mabukan akibat minuman keras.
Di desa ini terdapat 1.517 keluarga dengan 6.780 jiwa. Sebagian besar atau 60 persen warganya bekerja sebagai buruh tani. ”Sekitar 10 persen atau hampir 700 orang menjadi tenaga kerja Indonesia. Hampir di setiap RT ada TKI. Kebanyakan ke Taiwan, Hong Kong, Malaysia, dan Arab Saudi,” paparnya.
Selain untuk merangsang warga supaya bisa berdiri di atas kaki sendiri, budidaya jangkrik, lanjut Bustanul, juga mendukung program kampung iklim karena budidaya ini memanfaatkan limbah organik yang ada di desa. ”Sampah-sampah di sekitar, seperti kelaras atau daun pisang kering bisa dimanfaatkan sebagai media atau tempat hidup jangkrik. Kotorannya bisa untuk pupuk organik,” katanya.
Asep menyebutkan, per boks kandang jangkrik bisa diisi dengan 30 kg kelaras. Kelompoknya memiliki 23 boks kandang jangkrik dan setidaknya membutuhkan 690 kg kelaras. Demikian juga untuk pakan jangkrik, selain diberi fur dan dedak atau bekatul halus, jangkrik juga lahap menyantap batang pohon pepaya atau gedebok pisang untuk mendapatkan airnya. ”Biasanya kelaras atau batang pepaya dan pisang hanya dibakar warga. Kini bisa dipakai untuk budidaya jangkrik,” kata Asep.
Kendala
Kendala dari budidaya jangkrik ini antara lain serangan hama berupa semut, cicak, tikus, kadal, serta katak. Perawatan ekstra dibutuhkan saat jangkrik berusia 0-15 hari karena mereka masih lemah dan rentan. Selain itu, suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas juga memengaruhi tumbuh-kembang jangkrik. Jangkrik butuh suhu ideal 27-30 derajat celsius. ”Jika dingin dan sering hujan, waktu panen yang tadinya 27-30 hari bisa sampai 40 hari,” kata Asep.
Dalam kondisi normal, jangkrik harus segera dipanen dan dijual pada usia 27 atau 30 hari karena jika lewat masanya, sayap-sayap jangkrik akan tumbuh dan ini bisa memengaruhi harga jual. ”Jangkrik yang sudah ada sayapnya tidak disukai burung. Harga jualnya hanya Rp 10.000 per kg,” ujar Asep.
Baca juga : Penanaman Mangrove Dukung Pariwisata Pesisir Timur Cilacap
Serangan hama dan suhu yang tidak stabil bisa membuat panen jangkrik merosot sampai lebih dari 50 persen. Jika dalam kondisi normal rata-rata bisa panen 25 kg, akibat serangan hama itu, panen hanya sekitar 12 kg. Pandemi juga menghajar harga jangkrik karena penjualan yang semula bisa ke luar Cilacap, yaitu sampai Bandung dan Jakarta, kini hanya di sekitar Cilacap. ”Sekitar Maret-April lalu, harganya hanya Rp 13.000 per kg karena tidak bisa jual ke luar kota,” kata Joko.
Baik Muhaimin, Joko, maupun Asep berharap budidaya jangkrik ini bisa bertahan dan berkembang. Kelompok ini juga berencana untuk mengolah jangkrik menjadi tepung supaya harganya stabil dan bisa dimanfaatkan lebih luas, baik untuk pakan ternak maupun bahan baku kosmetik. ”Jika bisa mengolah jadi tepung, akan lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengembangan budidaya jangkrik ini,” kata Muhaimin.
Health, Safety, Security & Environment PT Pertamina Fuel Terminal Maos Ardi Maulana Mubarok menyampaikan, PT Pertamina mendukung program yang disebut Mernek Jenek itu untuk memperkuat pilar kemandirian pertanian, peternakan, dan perikanan. ”Pilar inilah yang menaungi program Jangkrik Bos. Program ini ditujukan untuk menghambat laju urbanisasi pemuda,” kata Ardi.
Menurut Ardi, lewat program ini, diharapkan masyarakat, khususnya para pemuda, bisa memaksimalkan potensi di sekitar wilayahnya dan menangkapnya sebagai peluang ekonomi baru. Bantuan yang diberikan Pertamina, antara lain, berupa sarana dan prasarana meliputi boks kandang jangkrik, bibit dan pakan, pelatihan dan bantuan manajerial kelompok, juga jaringan pemasaran. ”Kelompok ini mulai berkegiatan secara intesif sejak 2018. Selanjutnya dilakukan pelatihan-pelatihan penunjang dan pemenuhan sarana-prasarana,” ujarnya.
Pada ribuan serangga berkaki coklat kemerahan ini harapan sejumlah warga Mernek bersandar. Pada serangga bersungu lentik ini, sejumlah pemuda pulang kampung dan mulai menata masa depannya. Lewat budidaya jangkrik yang belum mampu berderik ini, warga Mernek berupaya berdiri di atas kaki sendiri.