Pembelajaran Jarak Jauh di Purwakarta Masih Terkendala Akses Internet
Keterbatasan akses internet dan gawai menjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh di sebagian wilayah Jabar. Berbagai upaya pemenuhan fasilitas dilakukan agar kegiatan belajar tetap berjalan.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran jarak jauh di Purwakarta, Jawa Barat, masih terkendala akses internet dan ketersediaan gawai. Berbagai upaya dilakukan orangtua, perangkat desa, dan pemerintah daerah agar kegiatan belajar tetap berjalan.
Permasalahan ini bisa dijumpai di daerah perkotaan dan perdesaan. Tidak semua orangtua dan anak memiliki ponsel pintar dan komputer jinjing. Kendala lainnya, orangtua tidak mampu membeli kuota internet untuk pembelajaran anak.
Warga Kecamatan Purwakarta, Seli Desmiarti (35), mengatakan, kebutuhan keluarga saat ini tidak hanya sandang, papan, dan pangan. Kuota internet menjadi kebutuhan penting guna mendukung kegiatan belajar kedua anaknya yang duduk di sekolah dasar. Saat pandemi, kebutuhan kuota internet naik dua kali lipat dari sebelumnya.
Dia mengatakan, untuk membantu anak lain yang tidak mampu membeli kuota internet, kegiatan belajar dilakukan dalam kelompok kecil di rumahnya. Kelompok kecil ini di bawah pengawasan Seli dengan mengacu pada modul pembelajaran sekolah. Setiap seminggu sekali, orangtua diminta mengambil modul belajar ke sekolah.
Permasalahan itu juga dialami Iyul (40), warga Karawang Barat. ”Biasanya kuota 19 gigabita (GB) cukup untuk sebulan. Sekarang, sebulan bisa dua sampai tiga kali belinya,” ucapnya.
Kuota internet tidak hanya digunakan untuk mengirim gambar, tugas, atau video ke guru. Orangtua dan anak juga mencari jawaban dari soal atau tugas yang diberikan guru. Sesekali, guru bertanya kabar siswa lewat panggilan grup video.
Biasanya kuota 19 gigabita cukup untuk sebulan. Sekarang sebulan ini bisa dua sampai tiga kali belinya.
Menurut Iyul, pemerintah sebaiknya melakukan pemerataan jaringan internet, gawai, dan ketersediaan kuota kepada seluruh siswa. Bahkan, beberapa orangtua masih belum memiliki gawai sehingga masih menumpang pinjam dengan tetangganya.
Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta mencatat 36 persen siswa SD masih mengikuti pembelajaran luar jaringan. Mayoritas yang terkendala adalah siswa SD negeri. Sementara siswa SD swasta yang belum terhubung pembelajaran daring hanya 451 siswa atau 5 persen. Di Purwakarta, ada 33 SD swasta dan 378 SD negeri dengan total 99.782 siswa.
Adapun total SMP di Purwakarta 107 unit. Sebanyak 78 unit di antaranya SMP negeri dan 29 unit adalah SMP swasta. Jumlah siswa yang terhubung secara daring sekitar 76 persen atau 29.767 siswa dari total seluruhnya 39.332 siswa. Sama seperti jenjang SD, persentase siswa SMP swasta yang terhubung daring juga lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah negeri.
Sebagian besar yang terkendala berada di Kecamatan Sukasari, Maniis, dan Kecamatan Darangdan. Ketiga kecamatan ini berjarak lebih dari 35 kilometer dari pusat Kabupaten Purwakarta. Mereka berbatasan langsung dengan daerah lain di Jabar.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta Purwanto mengatakan, siswa masih terkendala kepemilikan gawai dan kemampuan untuk membeli paket internet. Karena itu, seluruh perangkat sekolah, mulai dari kepala sekolah hingga guru, membuat bahan pembelajaran, seperti kumpulan materi, modul, dan penugasan terstruktur yang mudah, saat luring.
”Saya meminta kepala sekolah untuk berkoordinasi dengan para guru untuk membuat bahan pembelajaran yang mudah diakses. Guru juga melakukan kunjungan ke rumah siswa secara berkala,” ujarnya.
Pemda Purwakarta juga menyediakan satu unit layanan internet bergerak atau mobil internet untuk berkeliling ke daerah-daerah pelosok yang masih kesulitan akses internet. Dalam sehari, mobil bisa mengunjungi maksimal lima desa sampai sore. Ini untuk membantu para pelajar melaksanakan PJJ.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Purwakarta Siti Ida Hamidah menyampaikan, keberadaan unit layanan internet tersebut belum mencukupi. ”Sangat kurang karena kebutuhan masyarakat meningkat dan sarana penunjang masih kurang,” ujarnya.
Program pemasangan internet lewat jaringan fiber optik di setiap desa telah dilakukan diskominfo sejak 2018. Namun, belum seluruhnya jaringan fiber optik itu terpasang. Tahun ini, pandemi menjadi kendala pemasangan jaringan fiber optik di desa-desa. Pemasangan akan dilanjutkan menggunakan anggaran perubahan sekitar September 2020.
Camat Kecamatan Campaka Ade Sumarna menambahkan, pihaknya membuat fasilitas belajar daring di Desa Cirende untuk mendukung PJJ. Dalam sehari, ada sekitar 25 anak secara bergantian datang ke kantor desa untuk belajar daring.