Harga Tembakau di Temanggung Anjlok, Sejumlah Petani Enggan Panen
Harga komoditas tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, anjlok. Banyak petani memilih tidak memanen tembakau. Kondisi ini diperparah penyerapan tembakau oleh pabrik yang pada masa panen kali ini berjalan lambat.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Di tengah masa panen raya, harga komoditas tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, anjlok. Akibatnya, banyak petani memilih tidak memanen tembakau. Kondisi ini diperparah penyerapan tembakau oleh pabrik yang pada masa panen kali ini berlangsung lambat.
Tuhar, petani di Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Temanggung, mengatakan, kondisi harga saat ini sangat memukul petani. ”Ini adalah harga tembakau terendah, terburuk, selama 10 tahun terakhir,” ujarnya, Selasa (25/8/2020).
Saat ini, rata-rata harga tembakau rajangan dari petani hanya berkisar Rp 30.000-Rp 35.000 per kilogram (kg). Harga ini diberikan untuk hasil panen tembakau yang saat ini sudah merupakan tembakau dengan kualitas grade C, atau tembakau hasil panen ketiga.
Harga ini, menurut dia, jauh di bawah kondisi panen tahun lalu. Pada 2019, harga tembakau grade A milik Tuhar di awal masa panen saja sudah mampu mencapai Rp 80.000 per kg.
Dari tiap 0,5 hektar lahan tembakau, didapatkan hasil tembakau rajangan sebanyak 8-10 keranjang dengan volume per keranjang sekitar 20 kg tembakau. Untuk satu keranjang tembakau, menurut dia, petani sudah menghabiskan biaya operasional sekitar Rp 500.000. Dengan patokan Rp 30.000 per kg, maka untuk setiap keranjang, petani hanya untung Rp 100.000.
Dengan kondisi saat ini, menurut dia, banyak petani pun memilih untuk tidak memanen tembakau. ”Demi mengurangi pengeluaran yang memperbesar kerugian, maka banyak petani memilih untuk tidak memanen dan membiarkan tembakaunya rusak di lahan,” ujarnya.
Demi mengurangi pengeluaran yang memperbesar kerugian, maka banyak petani memilih untuk tidak memanen dan membiarkan tembakaunya rusak di lahan.
Kondisi serupa juga dikeluhkan Weldan Nullatief, Kepala Desa Wonokerso, Kecamatan Tembarak. Menurut dia, saat ini petani kesulitan untuk menjual tembakau. Jika ada yang mau membeli, harga yang ditawarkan jauh dari harapan dan tidak bisa untuk menutupi biaya operasional.
”Petani saat ini tidak bisa mendapatkan keuntungan karena harga jual tebasan tembakau yang ditawarkan saat ini sama dengan nominal biaya operasional tembakau, sekitar Rp 1 juta per 1.000 meter persegi lahan,” ujarnya.
Petani tembakau di Desa Wonokerso memang terbiasa menjual tembakau dalam kondisi segar, dengan sistem tebasan, tanpa terlebih dahulu mengolah dan merajangnya. Weldan mengatakan, harga saat ini jauh merosot dibandingkan pada tahun lalu. Pada 2019, harga tebasan tembakau bisa mencapai Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per 1.000 meter persegi.
Dia pun berharap Pemerintah Kabupaten Temanggung segera turun tangan untuk mengatasi kondisi ini. ”Entah bagaimana caranya, kami berharap Pemerintah Kabupaten Temanggung mau bergerak, memaksa pabrik rokok untuk membeli tembakau kami dengan harga layak,” ujarnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Bupati Temanggung M Al Khadziq mengatakan, dirinya akan terus berkomunikasi dengan pihak pabrik dan meminta mereka dapat merevisi harga. Kendati demikian, pemerintah tidak bisa memaksa pabrik untuk membeli tembakau dengan harga sesuai harapan petani.
”Kami tidak mungkin memaksa karena pembelian tembakau tergantung pada kemampuan keuangan pabrik rokok,” ujarnya.
Tidak sekadar masalah harga, menurut Khadziq, penyerapan tembakau oleh pabrik kali ini berlangsung lambat. Jika di tahun-tahun sebelumnya volume penyerapan tembakau pada Juli-Agustus sudah hampir mencapai 60 persen, kini masih di bawah 50 persen.
Rendahnya harga dan lambatnya penyerapan tembakau, lanjut Khadziq, dipicu sejumlah faktor. Selain pembatasan akses masuk-keluar barang dan orang di pabrik rokok di tengah kondisi pandemi Covid-19, hal ini dimungkinkan juga dipicu oleh kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen.