Rewel, Ibu di Kotawaringin Timur Diduga Aniaya Anaknya hingga Patah Lengan
Kekerasan terhadap anak di Kalimantan Tengah kembali terjadi. Kali ini, ibu kandung diduga menganiaya anaknya lantaran rewel.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kekerasan terhadap anak di Kalimantan Tengah selama pandemi Covid-19 ini tak kunjung berhenti. Di Kabupaten Kotawaringin Timur, seorang ibu menyiksa anaknya yang berumur lima tahun hingga lengan kiri korban patah dan lebam-lebam. Ibu beserta kekasih barunya ditangkap saat hendak melarikan diri.
LL baru berumur lima tahun. Namun, ia punya mental yang begitu kuat sehingga memutuskan lari dari rumahnya di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Selama beberapa jam berjalan kaki dan dalam keadaan terluka, ia kemudian singgah di sebuah warung untuk meminta makan.
Pemilik warung kemudian melihat keadaan LL yang tidak biasa. Matanya menyipit dan bengkak. Lengan kirinya kaku tak bergerak. Bibirnya pun berbicara sampai bergetar. Ia pun menelepon temannya yang berprofesi sebagai jurnalis yang kemudian datang bersama LSM Lentera Kartini, sebuah lembaga yang konsen di bidang anak dan perempuan.
”Kami mendatangi lokasi dan melihat kondisi LL sangat memprihatinkan. Dia ternyata kabur dari rumah untuk menuju rumah kakeknya di sekitar situ lalu kami antar,” kata Ketua Lentera Kartini Forisni Aprilista saat dihubungi dari Palangkaraya, Senin (24/8/2020).
Forisni mengungkapkan, peristiwa dugaan penganiayaan dan kaburnya LL itu terjadi pada Minggu (23/8/2020) pagi. Hari itu juga ia bersama kakek LL menuju ke Polres Kotawaringin Timur untuk melaporkan kejadian tersebut dan membawa LL ke rumah sakit untuk divisum dan dirawat.
”Awalnya kami tidak tahu kalau tangan kirinya patah, Setelah dibawa ke rumah sakit, kami baru tahu. Saat ini keadaannya membaik, hanya masih trauma,” ungkap Forisni.
Senin siang, pihak kepolisian pun berhasil menangkap pelaku yang merupakan ibu korban bersama kekasihnya sebelum mereka melarikan diri ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mereka ditangkap di Palangkaraya dan diperiksa di Polda Kalteng.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Hendra Rochmwan menjelaskan, pelaku yang diduga melakukan penganiayaan adalah ibu kandung korban berinisial LH. Ia ditangkap bersama kekasihnya yang diduga ikut menganiaya korban.
”Pelaku ini tampaknya ingin kabur setelah kasus ini ramai di media sosial, tetapi berhasil digagalkan sebelum sampai ke Banjarmasin,” kata Hendra.
Hendra menjelaskan, pelaku ditangkap di Jalan RTA Milono, Kota Palangkaraya, mengendarai sepeda motor. Saat ditanya di kantor pos penjagaan lalu lintas, pelaku mengakui perbuatannya dan mengakui bahwa LL adalah anak kandungnya.
”Alasan sementaranya pelaku hanya karena jengkel atau kesal karena korban susah diatur. Sementara itu, tetapi nanti akan diperiksa lebih lanjut,” kata Hendra.
Hendra menjelaskan, pihaknya belum bisa mengungkapkan motif utama. Ia menduga perilaku pelaku sudah dilakukan lebih dari sekali.
Kekerasan meningkat
Sebelumnya, Polda Kalteng juga menangani beberapa kekerasan terhadap anak. Seperti kasus MH (20) yang mencabuli adik tirinya yang berumur tiga tahun lima bulan. Lalu kekerasan seksual terhadap remaja di Palangkaraya yang berdalih rukiah.
Komisi Nasional Perlindungan Anak pun mencatat setidaknya terdapat 809 kekerasan yang diadukan ke komisi tersebut selama pandemi Covid-19. Selama Maret sampai Juni 2020 sudah ada 3.700 kasus yang diadukan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Semua kasus yang kami tangani bulan ini itu pelakunya ayah kandung, paman korban, pokoknya orang-orang terdekat di lingkungan rumah korban.
Forisni juga mengungkapkan, pihaknya dalam sebulan belakangan mendampingi lima kasus di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Seruyan di Kalimantan Tengah. Kasus-kasus itu sebagian besar sudah dilimpahkan ke pengadilan.
”Kami siapkan psikolog untuk mendampingi korban untuk memulihkan trauma. Seperti kasus LL ini, dia terlihat sangat trauma sehingga tubuhnya bergetar,” kata Forisni.
Menurut Forisni, kekerasan selama pandemi Covid-19 di Kalteng meningkat karena bayak faktor. Faktor ekonomi juga jadi pemicu kekerasan di dalam rumah.
”Semua kasus yang kami tangani bulan ini itu pelakunya ayah kandung, paman korban, pokoknya orang-orang terdekat di lingkungan rumah korban,” kata Forisni.