Koalisi Masyarakat Gugat Pemkot Medan untuk Mengembalikan Fungsi Lapangan Merdeka
Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan gugatan warga negara atau ”citizen lawsuit” terhadap Pemerintah Kota Medan agar Lapangan Merdeka Medan ditetapkan sebagai cagar budaya, monumen bersejarah, dan ruang publik.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Warga beraktivitas di Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Senin (17/8/2020). Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan gugatan warga negara meminta agar Pemerintah Kota Medan mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka sebagai cagar budaya, monumen bersejarah, dan ruang publik.
MEDAN, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit terhadap Pemerintah Kota Medan agar Lapangan Merdeka Medan ditetapkan sebagai cagar budaya. Penetapan itu dinilai penting untuk menghentikan komersialisasi dan mengembalikan fungsinya sebagai cagar budaya, monumen sejarah, dan ruang terbuka hijau untuk publik.
”Hari ini, kami menyampaikan notifikasi atau pemberitahuan gugatan kepada Pemkot Medan. Jika tidak ada tanggapan selama 60 hari, kami akan mengajukan gugatan ke pengadilan,” kata Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Medan-Sumatera Utara Peduli Lapangan Merdeka Medan Miduk Hutabarat, di Medan, Senin (24/8/2020).
Jejaring KMS Medan-Sumut terdiri lebih dari puluhan organisasi dan perorangan. Beberapa di antaranya Badan Warisan Sumatera, Angkatan ’45 Medan, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Sumut dan Aceh, Ikatan Arsitek Indonesia Sumut, hingga Himpunan Pengembang Jalan Indonesia Sumut.
Jejaring koalisi itu juga terdiri dari perseorangan seperti antropolog Prof Usman Pelly; pengajar Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Prof Johannes Tarigan, dan sejarawan Universitas Negeri Medan, Ichwan Azhari.
Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Medan-Sumatera Utara Peduli Lapangan Merdeka Medan menyampaikan notifikasi gugatan warga negara di Kantor Wali Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (24/8/2020).
Koalisi Masyarakat Sipil mengawali dengan pembacaan notifikasi gugatan di Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional di Lapangan Merdeka Medan. Sejumlah perwakilan lalu berjalan kaki menuju Kantor Wali Kota Medan.
Miduk mengatakan, Lapangan Merdeka Medan sudah bertahun-tahun didominasi kawasan komersial, bangunan parkir, dan perkantoran. Fungsi utama sebagai ruang publik, monumen bersejarah, dan ruang terbuka hijau semakin sempit. Dari 4,8 hektar luas Lapangan Merdeka Medan, kini 2,2 hektar sudah beralih fungsi menjadi restoran, area parkir, dan kantor.
Miduk menjelaskan, Lapangan Merdeka Medan merupakan bagian dari pusat inti bersejarah di Kota Medan. Alun-alun kota yang mulai aktif digunakan sejak 1880 pada masa penjajahan Belanda itu awalnya bernama De Esplanade, lapangan di tengah kota. Lapangan itu terintegrasi dengan bangunan bersejarah di sekitarnya, seperti Balai Kota Medan, stasiun kereta api, kantor pos, Bank Indonesia, Bank Mandiri, Gedung London Sumatera, dan bangunan lainnya.
Masyarakat Medan pernah menikmati Lapangan Merdeka sebagai tempat bermain, berolahraga, belajar, dan tempat duduk santai melihat pohon trembesi yang rindang dan burung-burung yang indah. ”Namun, sejak kawasan komersial Merdeka Walk dibangun, fungsi utama Lapangan Merdeka pun semakin terimpit,” kata Miduk.
Di sisi timur Lapangan Merdeka, Pemkot Medan mendirikan bangunan parkir yang kumuh dan tidak terawat. Di lantai dua bangunan parkir dibuat tempat jual-beli buku bekas. Bangunan tersebut berada tepat di sisi Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia.
Redyanto Sidi, pengacara KMS Medan-Sumut dari Lembaga Bantuan Hukum Humaniora, mengatakan, mereka mengajukan dua gugatan, yakni agar Pemkot Medan merevisi atau meninjau Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.
Warga beraktivitas di pusat jajanan Merdeka Walk di Lapangan Merdeka, Medan, Sumatera Utara, Senin (17/8/2020).
Mereka juga meminta Lapangan Merdeka Medan dimasukkan ke daftar cagar budaya. Dengan demikian, fungsi Lapangan Merdeka sebagai ruang terbuka hijau dan monumen bersejarah bisa dikembalikan.
Menanggapi gugatan tersebut, secara terpisah, Pelaksana Tugas Wali Kota Akhyar Nasution menyatakan, Lapangan Merdeka Medan memang direncanakan sebagai cagar budaya. ”Ia memang cagar budaya. Kenapa rupanya,” kata Akhyar ketika ditanya wartawan.
Kepala Bidang Aset Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemkot Medan Sumiadi menjelaskan, sejauh ini, pihaknya belum berencana merelokasi kawasan komersial Merdeka Walk dan bangunan parkir. Pemkot Medan terikat kontrak pemanfaatan lahan dengan Merdeka Walk selama 25 tahun dari 2006 sampai 2031. ”Kami harus menghormati perjanjian,” katanya.