Tabrakan beruntun kembali terjadi di Jalan Tol Cikopo-Palimanan. Empat orang tewas dan 10 korban luka-luka dalam kecelakaan tersebut.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
MAJALENGKA, KOMPAS — Tabrakan beruntun kembali terjadi di Jalan Tol Cikopo-Palimanan. Empat orang tewas dan 10 korban luka-luka dalam kecelakaan tersebut. Dibutuhkan pembenahan komprehensif untuk mencegah kecelakaan maut terus berulang.
Kecelakaan bermula saat Bus Widia bernomor polisi Z 7519 AA melaju dari Jakarta menuju Cirebon, Minggu (23/8/2020) sekitar pukul 14.00. Ketika sampai di Kilometer 150.700, wilayah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, bus yang dikemudikan Juli (63) mencoba menyalip minibus Elf bernomor polisi B 7169 YH.
Namun, di depannya terdapat truk Fuso berpelat H 1577 PV yang sedang parkir di bahu luar jalan karena mengalami patah as. ”Pengemudi bus yang melaju dengan kecepatan tinggi langsung membanting setir ke kanan, tetapi tidak seimbang,” kata Kepala Kepolisian Resor Majalengka Ajun Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso.
Bus berpenumpang 17 orang itu pun menghantam bagian belakang truk yang mengangkut besi tersebut. Bus lalu terguling dan menghalangi jalan. Pada saat bersamaan, minibus Elf menabrak bus. Kap depan dan samping bus hancur, sedangkan sisi depan Elf reyot. Arus kendaraan pun sempat terhambat.
Akibat kejadian itu, 4 orang meninggal, 3 luka berat, dan 7 luka ringan. Semua korban merupakan penumpang bus. Korban tewas yang dibawa ke RSUD Arjawinangun adalah Juli, Sumiati (64), Kesih, dan seorang penumpang lain yang belum teridentifikasi. Adapun korban luka dilarikan ke RS Mitra Plumbon, Cirebon.
Menurut Bismo, bus berangkat dari Cikarang, Bekasi, sekitar pukul 09.00. Bus itu menuju Ligung, Majalengka. Kendaraan sempat berhenti di beberapa tempat untuk menjemput penumpang. Artinya, sopir sudah berkendara sekitar 5 jam sebelum kecelakaan.
Kepolisian masih menyelidiki apakah sopir kelelahan sehingga memicu kecelakaan. Begitu pun dengan muatan truk dan kecepatan bus. Lokasi kecelakaan berada di jalur lurus sebelum jembatan. ”Kami masih mendalami kecelakaan ini dari saksi-saksi,” ucapnya.
General Manager Operational Astra Tol Cipali Suyitno mengatakan, pihaknya sudah berupaya mencegah kecelakaan di tol sepanjang 116,7 kilometer tersebut. Operasi pengawasan kecepatan kendaraan, misalnya, dilakukan bersama polisi menggunakan speed gun secara berkala. Batas kecepatan minimal di tol adalah 60 kilometer per jam, sedangkan maksimalnya 100 km per jam.
Pihaknya juga memasang pembatas di median jalan, lampu rotator, dan marka speed reducer demi menjaga keselamatan pengendara. Setiap hari, 40.000 sampai lebih dari 50.000 kendaraan melintasi Cipali saat masa liburan.
Investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Achmad Wildan, mengatakan, salah satu penyebab kecelakaan di Cipali adalah pelanggaran terhadap batas kecepatan.
Padahal, jika gapnya lebih dari 30 km per jam, semakin besar risiko kecelakaan tabrak belakang.
Berdasarkan kajiannya, kecepatan truk atau kendaraan berat paling tinggi 40 km per jam, di bawah ketentuan. Sementara kendaraan kecil melaju di atas 100 km per jam. ”Ada gap sampai lebih dari 100 km per jam. Padahal, jika gapnya lebih dari 30 km per jam, semakin besar risiko kecelakaan tabrak belakang,” katanya.
Menurut dia, truk kerap mengangkut beban berlebih sehingga tidak bisa melaju sesuai ketentuan. Sementara mobil berkecepatan tinggi karena jalanan bebas hambatan.
Di sisi lain, menurut dia, Cipali yang berada di antara Jakarta dan Jawa Tengah merupakan titik lelah pengemudi. Itu sebabnya, pengendara yang mengantuk kerap menjadi pemicu kecelakaan. Wildan menyarankan pengelola tol meningkatkan kualitas dan kuantitas delapan tempat istirahat yang saat ini tersedia.
”Pencegahan kecelakaan di Cipali bisa dilakukan jika pengendara mematuhi ketentuan batas kecepatan dan truk yang bermuatan dan melebihi ukuran seharusnya dilarang melintas. Butuh langkah komprehensif,” ungkapnya. Pada 2019, tercatat 74 orang meninggal dalam kecelakaan di Tol Cipali.