Ibunda Hendry Duga Penganiayaan terhadap Anaknya Sudah Direncanakan
Hendry Jovinsky (24) staf KPU Yahukimo, Papua, yang tewas dibunuh adalah penopang keluarga. Ibunda almarhum Ia menduga penginayaan terhadap anaknya sudah direncanakan dan minta hukum ditegakkan seadil-adilnya.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Vivin Monika, ibunda almarhum Hendry Jovinsky (24), pegawai KPU Kabupaten Yahukimo, Papua, berharap kasus penganiayaan yang berujung kematian anaknya diungkap tuntas. Ia menduga penganiayaan terhadap anaknya sudah direncanakan dan minta hukum ditegakkan seadil-adilnya.
”Saya sudah lama single parents (orangtua tunggal). Mas Hendry satu-satunya penopang keluarga. Dia juga berencana membiayai kuliah adiknya,” tutur Vivin Monika (54), ibunda almarhum Hendry, di Desa Kedung Malang, Kecamatan Sumbang, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (21/8/2020). Hal itu dia katakan di sela-sela kunjungan komisioner KPU, Ilham Saputra, ke rumah duka untuk menyampaikan dukacita dan tali asih bagi keluarga.
”Saya ingin bantuannya supaya kasus anak saya ini diungkap. Saya merasa tidak mungkin tiba-tiba ada OPM atau orang tidak dikenal, pasti ada dalangnya,” kata Vivin yang sehari-hari berjualan tanaman hias.
Vivin menduga, kasus yang menimpa anaknya adalah pembunuhan berencana. ”Anak saya itu diajak keluar. Paling tidak, ada yang sudah menyiapkan pisau. Siapa pun orangnya, kalau bisa terungkap,” tuturnya.
Vivin mengapresiasi perhatian KPU selama ini pascatewasnya putra sulungnya itu. Menurut dia, sejak awal peristiwa hingga kini, KPU selalu memperhatikan keluarga yang ditinggal Hendry.
Meski demikian, Vivin masih menyesalkan anaknya kurang mendapat pemahaman (briefing) soal keamanan kerja di lokasi tersebut. ”Harusnya, kan, ada pengawalan, tidak boleh keluar, harus di-briefing terus karena keadaan di sana seperti itu (rawan). Anaknya masih sangat polos, tidak punya prasangka,” katanya.
Harusnya, kan, ada pengawalan, tidak boleh keluar, harus di-briefing terus karena keadaan di sana seperti itu. Anaknya masih sangat polos, tidak punya prasangka.
Vivin mengisahkan, anaknya berangkat ke Papua pada April 2019. Selama hampir dua tahun, baru sekali dia pulang ke Banyumas karena ketakutan. Saat itu Hendry mengaku pernah diludahi orang lain saat beli handuk.
”Panah beterbangan, kantor dibakar, laptopnya terbanting, lalu dia pulang ke sini tanpa izin. Di rumah dia tiduran, meringkuk, dan bilang, ’aku takut Mah, aku takut Mah’. Tapi, kemudian dipanggil kerja lagi dan berangkat ke sana,” kenang Vivin.
Vivin mengenang, dua hari sebelum tewas, Hendry, sulung dari dua bersaudara, sempat menelepon dan bercerita bahwa dia akan berkeliling ke distrik-distrik selama tiga hari, tetapi kemudian batal dilakukan dan kembali ke kantor. Vivin menambahkan, sejak kuliah, Hendry memang antusias ingin menjadi anggota KPU karena ingin berbuat sesuatu demi demokrasi di Indonesia.
Selain itu, Vivin juga mengungkapkan hal ironis yang mengiringi kepergian Hendry. Menurut dia, anak sulungnya itu seorang pendonor darah yang sangat rajin. Hendry bahkan baru menerima penghargaan dari PMI karena sudah mendonorkan darah sebanyak 25 kali. Namun, tragisnya, Hendry tewas karena kehabisan darah.
Sementara itu, komisioner KPU, Ilham Saputra, mengaku pihaknya telah menyerahkan kasus ini kepada penegak hukum. ”Kami tentu berkoordinasi dengan kepolisian agar membantu kami melindungi para petugas yang bekerja, terutama dalam tahapan pilkada. Seperti kita tahu, tahapan pilkada sedikit meningkatkan eskalasi politik terkait keamanan,” katanya.
Ilham berharap pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai hukum agar tidak ada lagi kriminalisasi dari pihak mana pun terhadap petugas KPU di lapangan.
Ilham menegaskan, perlindungan bagi petugas KPU krusial karena mereka menjalankan amanat undang-undang dan itu artinya menjalankan tugas negara. Di mana pun mereka bertugas, baik di zona rawan mauun tidak, perlu perlindungan aparat.
Terkait dengan kelanjutan kasus penganiayaan Hendry, Ilham mengaku belum mendapatkan kabar. Namun, ia meyakini kepolisian akan bekerja semaksimal mungkin untuk menyelesaikan kasus ini. Ia juga berharap pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai hukum agar tidak ada lagi kriminalisasi dari pihak mana pun terhadap petugas KPU di lapangan.
Seperti diberitakan Kompas.id (12/8/2020), polisi teleh menemukan identitas dua pelaku pembunuhan staf KPU Kabupaten Yahukimo bernama Hendry Jovinsky. Pelaku masih bersembunyi di hutan sektiar Dekai, ibu kota Yahukimo.
Yahukimo adalah salah satu daerah di kawasan pegunungan tengah di Papua. Sejak lama, kawasan ini rawan masalah keamanan. Tahun ini, kerawanan itu berpotensi meningkat karena Yahukimo menjadi saatu dari 11 daerah di Papua yang bakal menggelar pilkada serentak.
Penganiayaan terhadap Hendry (24) bermula saat dirinya dan staf KPU Yahukimo lainnya, Kenan Mohi (38), dalam perjalanan menuju Dekai menggunakan sepeda motor, Selasa (11/8/2020) sektiar pukul 14.00 WIT. Mereka baru saja membawa obat untuk Carolina Pahabol, istri Kenan, yang sedang sakit.
Tak diduga, saat berada di Jalan Gunung, Distrik Dekai, Yahukimo, mereka tiba-tiba dihadang dua orang tak dikenal. Sempat menanyakan identitas korban, para penghadang itu langsung menusuk tubuh korban beberapa kali dengan senjata tajam hingga tewas. Kenan selamat dalam peristiwa itu. Namun, belum diketahui pasti motif kejadian ini.
Kepala Kepolisian Resor Yahukimo Ajun Komisaris Besar Ignatius Benny Adi Prabowo saat dihubungi dari Jayapura, Rabu (12/8/2020), mengatakan, pihaknya akan melanjutkan olah tempat kejadian perkara di Jalan Gunung. Dia berharap bisa mengumpulkan data lebih lengkap terkait kronologi peristiwa itu (Kompas.id, 12/8/2020).