PSBB Proporsional di Bodebek Diperpanjang hingga 31 Agustus 2020
Pembatasan sosial berskala besar proporsional di Bogor, Depok, dan Bekasi diperpanjang hingga 31 Agustus 2020. Pertambahan kasus Covid-19 di kawasan itu masih tinggi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar proporsional di Bogor, Depok, dan Bekasi diperpanjang hingga 31 Agustus 2020. Pertambahan kasus Covid-19 di kawasan itu tercatat masih tinggi.
Perpanjangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional itu diatur dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar Nomor: 443/Kep.441-Hukham/2020 tentang Perpanjangan Keempat Pemberlakuan PSBB secara Proporsional di Wilayah Bodebek. Kebijakan ini perlu disertai penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad mengatakan, kepala daerah di Bodebek dapat menerapkan PSBB secara proporsional sesuai dengan level kewaspadaan daerah. ”Disesuaikan dengan kewaspadaan daerah di tingkat kecamatan, desa, dan kelurahan dalam bentuk pembatasan sosial berskala mikro (PSBM),” ujarnya, Selasa (18/8/2020).
Perpanjangan PSBB Bodebek diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memperpanjang PSBB transisi. Keputusan ini juga didasarkan pada berbagai hasil kajian epidemiologi.
Wakil Koordinator Sub-Divisi Kebijakan dan Kajian Epidemiologi Gugus Tugas Jabar Bony Wiem Lestari mengatakan, peningkatan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di kawasan Bodebek terus terjadi. Salah satu faktornya muncul kluster keluarga di kawasan tersebut.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar yang diperbarui sampai dengan Selasa pukul 15.00, pertambahan kasus positif di Bodebek dalam tujuh hari terakhir berjumlah 666 kasus. Pertambahan terbanyak terjadi di Kota Bekasi dengan 255 kasus dan Kota Depok (204 kasus).
Perpanjangan PSBB Bodebek diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memperpanjang PSBB transisi. Keputusan ini juga didasarkan pada berbagai hasil kajian epidemiologi.
”Ada pertambahan kasus yang cukup banyak. Terdapat kluster perkantoran yang sebetulnya mereka berkantor di Jakarta, kemudian menularkan ke anggota keluarga yang tinggal serumah,” ucapnya.
Menurut Bony, munculnya transmisi rumah tangga (household transmission) juga terjadi di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Selandia Baru. Pembatasan mobilitas masyarakat menjadi salah satu kunci untuk menekan munculnya kluster keluarga.
Pelacakan kontak erat pun mesti dilakukan secara masif. Karantina mandiri wajib dilakukan oleh orang yang kontak erat dengan kasus positif sebelum hasil tes usap keluar. Tujuannya, agar penyebaran virus korona baru, penyebab Covid-19, tidak meluas.
”Kalau tidak cepat dilakukan tes, lacak, dan isolasi, kontak erat dari kasus positif berpotensi menjadi sumber penularan karena berkegiatan di luar rumah. Selama mobilitas orang tidak bisa dibatasi, penularan akan terus terjadi dan sulit dicegah,” ujarnya.
Penerapan protokol kesehatan dengan ketat di perkantoran, menurut Bony, wajib dilakukan. Salah satunya, membentuk satuan tugas (Satgas) Covid-19 di perkantoran. Satgas memastikan karyawan yang bekerja di kantor dalam keadaan sehat dan protokol kesehatan dijalankan dengan baik.
”Idealnya perkantoran, perusahaan, atau bisnis apa pun yang masih menerapkan kegiatan tatap muka sebisa mungkin membentuk satgas Covid-19. Ada ketentuan tertulis dan sarana prasarana yang disiapkan,” katanya.
Bony menambahkan, kedisiplinan masyarakat menjalankan protokol kesehatan sangat penting dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 pada masa adaptasi kebiasaan baru.
”Implementasi protokol kesehatan, disiplin pakai masker, jaga jarak, serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat merupakan syarat wajib sebelum vaksin Covid-19 ditemukan,” ucapnya.