Setelah lama menunggu, petambak udang di Dipasena, Kecamatan Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, akhirnya bisa menikmati listrik. Listrik membuat produksi udang bisa optimal, dua kali lipat.
Oleh
VINA OKYAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Setelah lama menunggu, petambak udang di Dipasena, Kecamatan Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, akhirnya bisa menikmati listrik. Penyaluran listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara itu diyakini dapat mengoptimalkan budidaya udang di kawasan itu.
Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Lampung Suratman menuturkan, warga Dipasena bersyukur pemerintah memfasilitasi pembangunan gardu induk dan jaringan listrik di wilayah itu. Saat ini, ada sekitar 7.500 rumah tangga di Dipasena yang menanti listrik.
”Sejak 2011, petambak menggunakan mesin diesel untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga dan tambak,” ujar Suratman saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (18/8/2020).
Selama ini, budidaya udang di Dipasena tidak optimal karena belum ada listrik. Petambak hanya bisa menebar benih udang paling banyak 50.000 ekor untuk satu kolam tambak. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk operasionalisasi mesin diesel juga cukup mahal. Setiap hari, petambak harus mengeluarkan uang berkisar Rp 150.000-Rp 175.000 untuk membeli solar.
Dengan adanya listrik, penebaran benih udang bisa dioptimalkan hingga 100.000 ekor per kolam tambak. Listrik yang mengalir selama 24 jam juga membuat aktivitas budidaya udang bisa berjalan hingga malam hari. Biaya operasionalisasi untuk listrik juga lebih murah.
Saat ini, produksi udang di Dipasena bisa mencapai 200 ton per hari. Dengan adanya listrik, produksi udang di kawasan itu bisa dioptimalkan hingga dua kali lipat.
Dengan adanya listrik, produksi udang di kawasan itu bisa dioptimalnya hingga dua kali lipat.
Suratman menambahkan, masuknya listrik ke wilayah itu juga membuka peluang kerja sama dengan industri perikanan. Dia berharap, kejayaan Dipasena yang pernah menjadi sentra udang terbesar di Asia Tenggara bisa kembali diraih.
Dipasena terdiri atas delapan desa dengan luas wilayah 17.665 hektar. Adapun luas tambak udang di kawasan itu 3.761 hektar.
Menurut dia, petambak juga terbuka jika ada investor yang ingin bekerja sama. Namun, kerja sama yang dibuat harus saling menguntungkan dan tidak menekan petambak.
Sebelumnya, listrik di Dipasena diputus setelah ditutupnya PT Aruna Wijaya Sakti pada 2011. Penutupan perusahaan itu menyusul adanya konflik berkepanjangan antara perusahaan dan petambak. Selama 10 tahun terakhir, petambak melakukan budidaya mandiri tanpa adanya listrik.
General Manager PT PLN Distribusi Lampung Pandapotan Manurung menuturkan, penyaluran listrik di Dipasena menjadi kado istimewa pada perayaan HUT Ke-75 RI. Dia berharap, listrik itu dapat membantu peningkatan produktivitas budidaya udang dan meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat.
Sebelumnya, PLN mengoperasikan Gardu Induk Dipasena bertegangan 150 kilovolt dengan kapasitas daya 60 megavolt, sejak 15 Agustus 2020. Selain itu, PLN juga membangun jaringan udara tegangan tinggi 150 KV Mesuji-Dipasena dengan 211 menara. Jaringan transmisi sepanjang 73,6 kilometer sirkuit ini melewati dua kabupaten, yakni Kubupaten Mesuji dan Tulang Bawang. Pembangunan infrastruktur kelistrikan di Dipasena itu dilakukan 10 bulan.