Kebakaran Mulai Melanda Gunung Ciremai, Pos Pemantauan Dioptimalkan
Memasuki puncak kemarau, kebakaran hutan dan lahan mulai melanda Gunung Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat. Petugas pun mengoptimalkan belasan pos pemantauan dan patroli untuk mengantisipasi kebakaran.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Memasuki puncak kemarau, kebakaran hutan dan lahan mulai melanda Gunung Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat. Petugas pun mengoptimalkan belasan pos pemantauan dan patroli untuk mengantisipasi kebakaran.
Pada Senin (17/8/2020) malam, seluas 14,89 hektar lahan di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), tepatnya di Blok Cirendang, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, habis terbakar. Api membakar ilalang, pohon sonokeling, dan pohon malaka.
Api mulai terlihat di obyek wisata Batu Luhur pada Senin siang, sekitar 500 meter di atas permukaan laut. Petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kuningan, Balai TNGC, polisi, TNI, dan masyarakat turut memadamkan api.
”Ini kebakaran yang kedua sejak awal 2020. Hari Kamis (13/8/2020) lalu, lahan 0,27 hektar terbakar di daerah Padabeunghar. Diduga api berasal dari orang yang membakar sampah,” kata Agus Yudantara dari bagian Humas BTNGC saat dihubungi, Selasa (18/8/2020), di Kuningan.
Agus mengakui, karhutla masih mengancam Gunung Ciremai karena saat ini adalah puncak musim kemarau. Untuk itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mencegah kebakaran di gunung setinggi 3.078 meter di atas permukaan laut tersebut.
”Kami sudah bersiaga di 14 posko pemantauan daerah rawan kebakaran. Tujuh posko di Kuningan dan tujuh lainnya di Majalengka,” ungkapnya. Sebanyak 70 sampai 100 personel gabungan bersiaga di tujuh posko tersebut.
Selain memantau titik api, mereka juga berpatroli dan membuat sekat bakar. Dengan sekat bakar, ilalang dibabat hingga menyisakan tanah dan batu dengan lebar 2-10 meter. Ilalang ditumpuk di sepanjang jalur bekas pangkasan.
Dengan demikian, api hanya akan membakar ilalang yang sudah terpisah dengan parit sehingga api tidak menjalar ke pepohonan lain. Sekat bakar juga menjadi jalur bagi petugas untuk memadamkan api.
Selain menyosialisasikan larangan membakar lahan di sekitar TNGC kepada masyarakat setempat, pihaknya juga telah membatasi jumlah pendaki di Ciremai. ”Kami membatasi pengunjung 30 persen dari kuota. Baru jalur pendakian di Kuningan yang beroperasi. Di Majalengka belum,” katanya.
Kami membatasi pengunjung 30 persen dari kuota. Baru jalur pendakian di Kuningan yang beroperasi. Di Majalengka belum.
Jalur itu adalah Linggasana dengan kuota 218 pendaki per hari, jalur Apuy (455 pendaki per hari), jalur Palutungan (497 pendaki per hari), dan jalur Linggajati (230 pendaki per hari). Jumlah pendaki dibatasi karena saat ini masa pandemi Covid-19.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kertajati, Ahmad Faa Iziyn, mengatakan, puncak kemarau di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) berlangsung Agustus.
”Tandanya, rata-rata suhu udaranya di atas 33 derajat celsius dan kelembaban udara minimum di bawah 50 persen. Kemarau diprediksi berlangsung sampai Oktober,” katanya.
Kebakaran di Gunung Ciremai kerap terjadi saat musim kemarau. Tahun lalu, sekitar 1.023 hektar lahan di Ciremai terbakar. Tahun 2018, sekitar 1.300 hektar lahan terbakar di kawasan itu. Kebakaran tersebut merupakan yang terbesar dalam lima tahun terakhir di kawasan Gunung Ciremai seluas 15.000 hektar.