Kunjungan wisatawan di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, pada libur panjang akhir pekan ini melonjak. Petugas kewalahan mengawasi pengunjung. Pada praktiknya, masih kerap terjadi pelanggaran protokol kesehatan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Jumlah kunjungan wisatawan di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, melonjak selama masa libur panjang akhir pekan atau long weekend ini. Petugas sempat kewalahan karena keterbatasan jumlah personel. Para pengunjung pun masih kerap melanggar protokol kesehatan.
Libur panjang akhir pekan terjadi mulai Sabtu (15/8/2020) hingga Senin (17/8/2020). Tak sedikit warga memanfaatkan momen tersebut untuk berwisata ke Malioboro. Mereka berasal dari dalam dan luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan kawasan Malioboro Ekwanto mengungkapkan, jumlah pengunjung ke kawasan wisata tersebut bisa mencapai 2.000 orang per hari, pada Sabtu (15/8/2020) dan Minggu (16/8/2020). Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan kunjungan akhir pekan lalu, yakni 1.500 orang per hari. Kunjungan wisatawan relatif meningkat dibandingkan dengan saat awal pandemi Covid-19, bulan Maret lalu.
”Di satu sisi, kami senang Malioboro ramai karena geliat ekonomi terjadi luar biasa. Di sisi lain, kami juga khawatir. Jangan sampai geliat ekonomi yang sudah bagus ini kontradiktif dengan munculnya kluster penularan dari aktivitas wisata. Untuk itu, pengawasan kunjungan diperketat,” kata Ekwanto di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Yogyakarta, Senin (17/8/2020).
Berdasarkan pantauan Kompas, Senin siang, pelanggaran protokol kesehatan masih mudah ditemui di kawasan Malioboro. Protokol yang paling kerap dilanggar berupa jaga jarak fisik. Pengunjung lebih sering berkerumun.
Semua pengunjung terpantau sudah mengenakan masker. Namun, masker tidak dikenakan secara benar. Lebih kerap masker dikenakan di dagu atau leher. Bahkan, terkadang masker tersebut justru digenggam di tangan.
Zonasi kawasan
Ekwanto mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah mengantisipasi kerumunan di Malioboro dengan membagi wilayah tersebut dalam lima zona. Dalam suatu waktu, setiap zona hanya berkapasitas maksimal 500 orang. Petugas dibekali ponsel dengan aplikasi khusus yang bisa memberi peringatan jika jumlah kapasitas tersebut hampir penuh.
Nantinya, petugas akan mengingatkan melalui pengeras suara agar pengunjung berpindah ke zona lain karena sudah ada pengunjung lain yang akan memasuki kawasan itu.
Selain itu, wisatawan diharuskan mengenakan masker dan diukur suhu tubuhnya sebelum memasuki kawasan tersebut. Pengunjung diminta juga memindai ”QR Code” yang telah terpampang, sebagai pendataan kunjungan wisatawan. Ada petugas yang disiagakan di setiap pintu masuk zona.
Terkait dengan pengawasan pengunjung, Ekwanto mengaku pihaknya kewalahan karena keterbatasan sumber daya manusia. Ia menyampaikan, petugas dari UPT yang dipimpinnya sudah habis untuk menjaga setiap pintu masuk zona.
Untuk itu, Ekwanto mengaku kesulitan jika harus melakukan patroli guna memastikan semua pengunjung telah menerapkan protokol kesehatan. Sebagai langkah antisipasi, pihaknya dibantu jajaran petugas dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Yogyakarta untuk melakukan patroli.
Pelanggaran protokol kesehatan masih mudah ditemui di kawasan tersebut. Protokol yang paling kerap dilanggar berupa jaga jarak fisik. Pengunjung lebih sering berkerumun.
”Jogoboro (Petugas Lapangan UPT Pengelolaan Kawasan Malioboro) sudah tidak mungkin berkeliling untuk mengingatkan. Mereka stay di setiap zona. Mereka akan memindai barcode dan mengukur suhu badan pengunjung,” kata Ekwanto.
Sebelumnya, Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta Agus Winarto menyampaikan, pihaknya menerjunkan sekitar 70 personel untuk membantu pengawasan protokol kesehatan. Pengawasan dilakukan mulai dari kawasan Tugu Yogyakarta hingga Malioboro. Edukasi dan imbauan lebih dikedepankan daripada penindakan dengan sanksi denda Rp 100.000.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menginginkan agar protokol kesehatan benar-benar diterapkan. Ia meminta UPT Pengelola Kawasan Malioboro menjalankan tugasnya secara konsisten untuk selalu mengingatkan masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan setaat mungkin.
”Yang penting UPT Pengelola Kawasan Malioboro itu konsisten. Jika memang mendata pengunjung, ya didata betul. Jangan sampai ditinggal, lalu penuh pengunjungnya. Kan, mestinya (setiap zona) dibatasi 500 orang. Yang jaga juga tidak ada tadi (Minggu) malam. Berarti, ya, tidak konsisten,” kata Sultan.
Yang penting UPT Pengelola Kawasan Malioboro itu konsisten. Jika memang mendata pengunjung, ya didata betul. Jangan sampai ditinggal, lalu penuh pengunjungnya.
Sekretaris Daerah Provinsi DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, terjadinya lonjakan kunjungan wisatawan di kawasan Malioboro di tengah pandemi Covid-19 harus menjadi perhatian khusus. Petugas perlu lebih tegas dalam memberikan peringatan agar protokol-protokol kesehatan selalu diterapkan. Selebihnya, masyarakat punya andil penting mencegah penularan kepada diri masing-masing.
”Saya kira, semua itu (protokol kesehatan) akan kembali lagi kepada yang bersangkutan (masyarakat). Kami tidak bisa memberikan pengaturan begitu saja. Jika sudah ada niatan melanggar, bisa saja dilanggar. Yang penting kembali pada diri masing-masing. Itu untuk kesehatan diri sendiri dan orang lain,” kata Kadarmanta.