Buka Akses Perdagangan di Perbatasan Maluku-Timor Leste
Ekonomi di perbatasan Maluku dan Timor Leste harus digerakkan dengan membuka jalur dagang seperti halnya Timor Leste dan Nusa Tenggara Timur. Langkah ini akan menggairahkan perekonomian di daerah itu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Wajah sisi selatan Maluku yang berhadapan dengan negara Timor Leste mulai berubah lewat sejumlah program pembangunan infrastruktur seperti listrik, jaringan internet, dan layanan kapal laut yang semakin lancar. Daerah yang berlimpah sumber daya alam itu berpeluang lebih cepat maju jika terbuka akses pasar melalui jalur dagang dengan Timor Leste.
Royke Ang, tokoh masyarakat di Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, saat dihubungi Kompas pada Senin (17/8/2020), menyampaikan rasa syukur atas ”kue” pembangunan yang mulai dinikmati daerahnya. ”Sudah 75 tahun Indonesia merdeka, dan sekarang kami sudah mulai merasakan pembangunan. Sudah ada listrik dan jaringan internet. Bagus sekali,” ujar Royke.
Tahun 2016, saat Kompas mendatangi daerah itu, belum ada jaringan listrik yang dibangun oleh Perusahaan Listrik Negara. Warga mengandalkan listrik tenaga surya dengan daya terbatas untuk penerangan. Sinyal telepon saat itu pun belum ada sehingga warga menggunakan sinyal jaringan telepon dari Timor Leste. Mereka membeli kartu seluler dari Timor Leste.
Selain itu, lanjut Royke, kini petugas kesehatan dari Tiakur, ibu kota Kabupaten Maluku Barat Daya, juga kerap datang memeriksa kesehatan warga di Lirang. Puskesmas di Lirang pun sudah dibangun. Hingga tahun lalu, masih banyak warga Lirang yang berobat ke Timor Leste. Di sana mereka mendapatkan perawatan kesehatan tanpa dipungut biaya.
Pulau Lirang merupakan pulau terluar di Maluku yang paling dekat dengan wilayah Timor Leste. Waktu tempuh perjalanan dari Lirang ke Dili, ibu kota Timor Leste, tidak lebih dari satu jam menggunakan perahu cepat (speedboat). Di antara Lirang dan Dili, ada Pulau Atauro, pulau milik Timor Leste, yang ditempuh sekitar 30 menit dari Lirang.
Jalur dagang
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias mengatakan, ekonomi wilayah perbatasan harus digerakkan. Wilayah sabuk selatan itu kaya akan ikan, yang merata hampir di semua pulau. ”Selama ini, kan, mereka jual ikan secara ilegal ke Timor Leste dengan harga yang murah. Bahkan, sering kali ikan hasil tangkapan mereka terbuang percuma,” katanya.
Selain ikan, ada potensi lokal yang dimiliki setiap pulau, seperti kambing di Pulau Kisar, kerbau di Pulau Moa, domba di Pulau Lakor, gula merah dan madu di Pulau Lirang, kayu di Pulau Wetar, dan minuman beralkohol di beberapa pulau. Sebelum Timor Leste berpisah dari Indonesia, perdagangan antara wilayah-wilayah itu dengan Dili lancar dan menguntungkan.
”Oleh karena itu, perlu dibangun jalur perdagangan di selatan Maluku dengan Timor Leste sehingga terbuka akses pasar. Kementerian Luar Negeri bisa mengaturnya. Ini sama seperti perdagangan di perbatasan Timor Leste dan Nusa Tenggara Timur. Maluku harus dibangun juga,” kata Anos.
Angky Adrian (43), warga Pulau Kisar, mengatakan, jika jalur dagang dibuka, mereka dengan mudah menjual hasil pertanian di Dili. Setiap tahun, Angky menumpang kapal dari Kisar ke Ambon untuk menjual jeruk. Waktu tempuh lebih dari satu hari. Kadang mereka menjualnya ke Kupang, NTT, dengan lama perjalanan hampir dua hari.
Selain jeruk, menjelang perayaan Idul Adha, warga di sana biasa membawa kambing untuk dijual di Ambon. Idul Adha adalah kesempatan mereka mengais rezeki. Risiko perjalanan jauh menyebabkan barang dagangan mereka susut dan rusak. ”Kalau kambing, ada yang mati. Dulu kami sering jual di Dili setiap saat,” kata Angky.