Pemprov NTT Anggarkan Rp 25 Miliar untuk Pemberdayaan Petani
Pemprov NTT dalam masa pandemi Covid-19 ini mengalokasikan anggaran Rp 25 miliar dari total ”refocusing” Covid-19 senilai Rp 605 miliar untuk pemberdayaan petani melalui program Tanam Jagung Panen Sapi.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam masa pandemi Covid-19 ini mengalokasikan anggaran Rp 25 miliar dari total refocusing Covid-19 senilai Rp 605 miliar untuk pemberdayaan petani. Anggaran itu untuk program Tanam Jagung Panen Sapi.
Hal tersebut dikemukakan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Joseph Nae Soi, dalam pidato radio menjelang HUT ke-75 Kemerdekaan RI, di Kupang, Minggu (16/8/2020). Nae Soi mengatakan, di tengah kondisi pandemi Covid-19, peringatan HUT kemerdekaan tahun ini menjadi momentum untuk berjuang dengan segala kemampuan dalam mengatasi pandemi sekaligus memulihkan ekonomi yang sedang terpuruk.
”Khusus NTT, pemprov mengalokasikan anggaran senilai Rp 25 miliar dari total anggaran refocusing untuk pandemi Covid-19 senilai Rp 605 miliar bagi sektor pertanian. Dana ini hanya untuk program Tanam Jagung Panen Sapi atau TJPS dengan luas areal 10.000 hektar di beberapa kabupaten, masa tanam Maret-September 2020,” kata Nae Soi.
Program TJPS mendorong petani menanam jagung, kemudian sampah jagung dimanfaatkan untuk pakan ternak. Program ini telah berhasil di beberapa kabupaten, antara lain di Desa Manusak, Kabupaten Kupang. Pada Mei 2020, Menteri Pertanian melepas pengiriman 44 ton jagung lamuru ke Surabaya, Jawa Timur. Selain itu, menteri juga meninjau belasan sapi limosin yang dikembangkan di daerah itu dan penanaman jagung di areal seluas 2.000 hektar.
Saat ini, rata-rata setiap tahun NTT mengirim 12 juta ton daging sapi ke luar daerah untuk memenuhi kebutuhan daging nasional, yang selama ini masih bergantung dari impor. Pembangunan peternakan di NTT fokus pada peningkatan produksi. Target populasi sapi hingga 2024 sebanyak 2 juta ekor. Saat ini sudah tercapai 1.087.615 sapi.
Pemerintah daerah terus menyiapkan pakan ternak dan pengembangan sentra-sentra pembibitan sapi pada kawasan peternakan di Pulau Sumba, Kabupaten Kupang, Malaka, Timor Tengah Selatan (TTS), Ngada, Manggarai Barat, dan Manggarai. Pemprov juga merintis usaha pengembangan sapi ”Wagyu” di Kabupaten Kupang, TTS, Belu, Sumba Timur, Manggarai, dan Manggarai Timur. Program ini juga terintegrasi dalam pola tanam jagung 10.000 hektar dan panen sapi 18.000 ekor.
Pemprov NTT berusaha meningkatkan nilai tambah ekonomi sektor peternakan dengan industri pengolahan produk peternakan berskala besar yang berbasis budaya dan kearifan lokal. Industri daging segar, daging beku, dan daging olahan di NTT dapat dikembangkan oleh masyarakat di 22 kabupaten/kota.
”Sektor peternakan dapat diandalkan untuk mendukung industri pariwisata. Sementara pengembangan produk perunggasan dipadukan dengan pabrik pakan berbahan baku lokal dalam rangka memenuhi permintaan daging ayam dan telur ayam lokal sehingga dapat mengendalikan laju inflasi daerah dan meningkatkan peternakan unggas,” kata Nae Soi.
Di luar jagung dan peternakan, NTT juga memfokuskan sektor perikanan. Hasil perikanan tangkap tahun 2019 mencapai 198.380 ton atau 50,4 persen dari total potensi tangkap yang diperbolehkan sebanyak 393.860 ton per tahun. Sementara produksi pada semester pertama 2020 telah mencapai 72.500 ton.
Tahun 2018 juga telah dibudidayakan kakap putih dan kerapu di kawasan mulut 1.000 Pulau Rote untuk mendukung pengembangan pariwisata di daerah itu, melalui penyediaan tiga unit keramba dengan jumlah benih ikan yang ditebar 9.000 ekor. Selain Rote, budidaya kerapu juga dikembangkan di Wae Kelambu, Ngada, dengan penebaran 1 juta ekor benih.
Selain itu, potensi rumput laut pun sangat menjanjikan. Saat ini produksi rumput laut NTT adalah 2,3 juta ton rumput kering dari potensi yang tersedia 14 juta ton. NTT terdiri atas 1.192 pulau dengan panjang pantai lebih dari 2.000 kilometer, yang sebagian besar potensial untuk budidaya rumput laut.
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Viktor Mado mengatakan, program setiap kabupaten/kota perlu disinkronkan dengan program pemprov sehingga saling menunjang di tengah anggaran daerah yang terbatas. Jika saling berkolaborasi, hasil yang dicapai akan jauh lebih optimal dibandingkan dengan dikerjakan sepihak saja oleh provinsi atau kabupaten/kota.