Mengembalikan Fungsi Lapangan Merdeka Medan untuk Publik
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan mengingatkan pentingnya mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka Medan. Kini, lapangan itu kian didominasi kawasan komersial dan lahan parkir.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Warga Kota Medan nongkrong di pusat jajanan Merdeka Walk, di sisi barat Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Selasa (22/10/2019) malam.
MEDAN, KOMPAS — Dalam momentum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-75 RI, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Kota Medan mengingatkan pentingnya mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka Medan. Kini, lapangan itu kian didominasi kawasan komersial dan lahan parkir. Sementara, fungsi utama sebagai ruang publik, monumen sejarah, dan ruang terbuka hijau semakin terimpit.
”Saat upacara HUT Kemerdekaan tahun lalu, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyatakan niatnya untuk ’memerdekakan’ Lapangan Merdeka Medan. Kami menunggu agar kebijakan itu bisa dilaksanakan,” kata Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Peduli Kota Medan Miduk Hutabarat dalam diskusi melalui video konferensi, Sabtu (15/8/2020).
Terhubung dalam diskusi itu sejumlah anggota koalisi, seperti antropolog Prof Usman Pelly, Sekretaris Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia Burhan Batubara, pengamat pendidikan Darmaningtyas, peneliti Beranda Warisan Sumatera Isnen Fitri, dan pengajar Program Studi Arsitektur Universitas Sumatera Utara Prof Johanes Tarigan.
Miduk mengatakan, harapan untuk mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka muncul setelah ada dukungan dari Edy. Tahun lalu, Gubernur Sumut itu menyatakan keinginannya untuk kembali meletuskan meriam di Lapangan Merdeka saat memperingati HUT Kemerdekaan RI.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi bersama pejabat lainnya membaur dalam tarian kolosal pada peringatan HUT Kemerdekaan Ke-74 RI di Lapangan Merdeka Medan, Sabtu (17/8/2019).
Edy pun menyebut akan merelokasi kawasan komersial dari lapangan bersejarah itu. Sejak ada pusat jajanan mewah pada 2006, meriam tidak pernah lagi diletuskan untuk menjaga agar kaca bangunan di Merdeka Walk tidak pecah. ”Namun, hingga kini, Pemerintah Kota Medan sebagai pemilik aset belum menindaklanjuti rencana mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka,” kata Miduk.
Usman Pelly mengatakan, Lapangan Merdeka adalah monumen bersejarah yang sangat penting karena menjadi tempat pertama kali kemerdekaan diproklamasikan di Sumut. Lapangan yang mulai aktif digunakan sejak 1880 pada masa penjajahan Belanda itu awalnya bernama De Esplanade, lapangan di tengah kota. Namanya sempat berubah menjadi Fukuraido pada masa pendudukan Jepang.
Setelah pendudukan Jepang berakhir, kata Usman, Lapangan Merdeka menjadi ruang publik dan interaksi sosial bagi masyarakat Kota Medan. Lapangan itu merupakan alun-alun yang menyatu dengan balai kota di seberangnya. ”Lapangan Merdeka sejak dulu adalah roh Kota Medan yang memikat dan mengikat warganya,” kata Usman.
Lapangan itu juga menyatu dengan kawasan Kesawan yang merupakan pusat inti sejarah Kota Medan. Di kawasan itu terdapat bangunan bersejarah dan cagar budaya yang sangat penting dalam tonggak pembangunan Kota Medan, seperti Stasiun Kerata Api Medan, Kantor Pos Medan, Bank Indonesia, Bank Mandiri, Hotel Dharma Deli, dan Rumah Tjong A Fie.
Kompas
Gedung Warenhuis, yang mulai dibangun tahun 1916, tampak terbengkalai di pertigaan Jalan Jenderal Ahmad Yani VII dan Jalan Hindu, Medan, Sumatera Utara.
Usman mengatakan, masyarakat Medan pernah menikmati alun-alun kota sebagai tempat bermain, berolahraga, belajar, dan tempat duduk santai melihat pohon trembesi yang rindang dan burung-burung yang indah. ”Namun, sejak komersialisasi menjadi dominan, Lapangan Merdeka pun kehilangan rohnya. Pohon-pohon pun kini meranggas tidak terawat,” kata Usman.
Sisi barat lapangan berubah menjadi pusat jajanan, yakni Merdeka Walk. Di sisi timurnya, Pemkot Medan mendirikan bangunan parkir yang kumuh dan tidak terawat untuk mendukung beroperasinya kereta api bandara. Di lantai dua bangunan parkir dibuat tempat jual-beli buku bekas.
Bangunan parkir itu menempel dengan Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia. Monumen itu pun tidak terawat. Sementara, di sisi utara kini terdapat kantor polisi dan juga lahan parkir sepeda motor untuk pengunjung Merdeka Walk.
Pembangunan tempat parkir untuk Stasiun Kereta Api Medan itu sejak awal sudah ditolak publik.
”Alun-alun dipaksa bercerai dengan balai kota yang kini diserahkan pengelolaannya kepada Hotel Grand Aston. Sementara, kantor Wali Kota Medan dipindahkan jauh di pinggir sungai di tempat yang tidak layak. Itu di luar kewajaran,” kata Usman.
Darmaningtyas mengatakan, komersialisasi kini sangat dominan di Lapangan Merdeka. Monumen Perjuangan Kemerdekaan saja berada di tempat yang tidak layak, persis di sebelah bangunan parkir yang kumuh. ”Pembangunan tempat parkir untuk Stasiun Kereta Api Medan itu sejak awal sudah ditolak publik,” kata Darmaningtyas.
Namun, Pemkot Medan tetap membangunnya meskipun hingga kini tidak kunjung selesai. Jembatan penyeberangan yang menghubungkan bangunan parkir dengan stasiun pun sudah bertahun-tahun dibiarkan terbengkalai dan merusak estetika kota.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Warga beraktivitas di trotoar di sekitar Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Rabu (15/4/2020).
Isnen Fitri mengatakan, Lapangan Merdeka yang terintegrasi dengan kawasan Kesawan merupakan pusat inti sejarah Kota Medan. Namun, bangunan bersejarah di sekitarnya kini banyak yang sengaja dirobohkan untuk membangun kawasan komersial.
Menurut Burhan, pernyataan Edy Rahmayadi yang ingin ”memerdekakan” Lapangan Merdeka harus menjadi titik awal untuk mengembalikan fungsi lapangan tersebut. Selama ini, komitmen politik kepala daerah untuk menyelamatkan lapangan itu hampir tidak ada.
Kebijakan Pemkot Medan sendiri selalu bertolak belakang dengan keinginan publik. Di tengah tuntutan untuk mengembalikan fungsinya, Pemkot Medan saat ini malah berencana membangun pendopo tiga lantai di lapangan itu.