United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) tetap menggelar unjuk rasa menolak Perjanjian New York di Kota Jayapura. Pihak kepolisian membubarkan aksi mereka karena tidak berizin.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pihak kepolisian membubarkan aksi unjuk rasa United Liberation Movement for West Papua di Kota Jayapura pada Sabtu (15/7/2020). Sebanyak 250 personel gabungan Polri dan TNI bergerak di empat titik dan mengamankan tiga orang.
Dari pantauan Kompas, aksi unjuk rasa dari massa terjadi dari pukul 10.00 WIT. Aksi unjuk rasa berlangsung di empat lokasi, yakni daerah Dox IX, Kampkey, Padang Bulan, dan Expo Waena. Di setiap lokasi, terdapat sekitar 30 orang.
Diketahui United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) adalah organisasi yang mendorong pemberian referendum bagi masyarakat Papua untuk mendirikan negara sendiri.
Adapun aksi unjuk rasa untuk menyuarakan penolakan perjanjian New York antara Pemerintah Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 15 Agustus tahun 1962. Perjanjian ini tentang pemindahan kekuasaan dari Belanda ke Indonesia yang difasilitasi PBB.
Menurut rencana, aksi unjuk rasa penolakan Perjanjian New York akan terpusat di dua lokasi, yakni kantor Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua.
Kepala Polres Kota Jayapura Ajun Komisaris Besar Gustav Urbinas saat ditemui seusai membubarkan aksi unjuk rasa mengatakan, pihaknya membubarkan aksi unjuk rasa secara paksa karena tidak memiliki izin. Adapun pihak kepolisian mengamankan tiga orang di Markas Polsek Abepura berasal dari lokasi unjuk rasa di Expo Waena sebanyak satu orang dan di Padang Bulan dua orang.
”Kami mengamankan seorang warga di Expo karena memprovokasi massa untuk menyerang aparat. Sementara dua orang di Padang Bulan diamankan karena memprovokasi massa untuk berunjuk rasa di jalan umum meskipun tidak memiliki izin,” kata Gustav.
Ia mengatakan, situasi di Kota Jayapura masih kondusif dan tak ada lagi aksi unjuk rasa dari simpatisan ULMWP sejak pukul 13.00 WIT. ”Kami masih melaksanakan kegiatan patroli untuk mengimbau warga tidak terpengaruh mengikuti unjuk rasa ini lagi,” ujarnya.
Kami mengamankan seorang warga di Expo karena memprovokasi massa untuk menyerang aparat.
Simion B Daby selaku penyelenggara aksi unjuk rasa dari ULMWP menegaskan, Perjanjian New York adalah tindakan ilegal karena sama sekali tidak melibatkan perwakilan dari masyarakat Papua. ”Perjanjian ini telah menggadaikan hak politik masyarakat Papua untuk menentukan nasib sendiri. Karena itu, ULMWP akan menggelar demo damai menolak perjanjian ini ataupun perpanjangan otonomi khusus jilid II,” kata Simion.
Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano menghimbau agar warga tidak terpancing untuk mengikuti aksi unjuk rasa. Sebab, banyak warga yang masih merasa trauma dan kondisi ekonominya belum pulih pascakerusuhan di Jayapura pada 29 Agustus 2019 lalu.
Kerusuhan dipicu aksi unjuk rasa penolakan sikap rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang. Diketahui fasilitas yang terdampak dalam kerusuhan di Kota Jayapura meliputi 31 kantor, 15 ruko, 24 kios, 33 sepeda motor, 36 mobil, dan 7 pos polisi.
Total korban jiwa akibat kerusuhan di Jayapura saat itu sebanyak lima korban jiwa. Sementara itu, dua polisi terluka karena terkena lemparan batu dari pengunjuk rasa.