Kesulitan Makan, Nyawa Gajah Moli di Sumatera Selatan Terancam
Moli, seekor gajah betina yang tinggal di SM Padang Sugihan, Sumsel, mengalami gangguan pada saraf yang mengakibatkan kelumpuhan pada jaringan pencernaannya. Akibatnya, berat badannya menurun hingga 500 kilogram.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Moli, gajah sumatera betina berumur 40 tahun, dirawat intensif di Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Sumatera Selatan. Sejak dua bulan lalu, dia kesulitan makan karena diduga menderita infeksi bakteri yang jarang ditemui pada gajah di Indonesia.
Perawatan Moli dilakukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan bersama Veterinary Society For Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic). Moli adalah gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) tua yang rentan sakit.
Pusat Latihan Gajah Suaka Margasatwa (PLG SM) Padang Sugihan, Sumatera Selatan dihuni 32 gajah jinak. Sebagian besar adalah gajah korban konflik dengan manusia. Di PLG ini, baru dilahirkan dua gajah di tahun 2020, pada 7 Juli dan 11 Juli 2020.
Direktur Vesswic Muhammad Wahyu saat dihubungi dari Palembang, Jumat (14/8/2020), menuturkan, kondisi Moli dilaporkan petugas di PLG SM Padang Sugihan melaporkan adanya gajah yang tidak mau makan hingga satu minggu. Dia mengatakan, hal ini rentan mengancam hidup Moli.
”Mendengar kabar itu, tiga dokter langsung datang ke SM Padang Sugihan untuk memeriksa kondisi Moli. Tim dokter akan berada di sana selama 17 hari,” katanya.
Pemeriksaan dilakukan dengan membius dan membuka mulut Moli menggunakan alat pembuka mulut (moutgag). Wahyu menjelaskan, alat ciptaannya ini digunakan pertama kali pada 2006. Saat itu, untuk menangani gajah sakit di Balai Raja, Kabupaten Bengkalis, Riau. Alat ini bisa membuka mulut gajah antara 10 sentimeter hingga 25 cm.
Dengan alat tersebut, tim medis kemudian memasukan alat memeriksa saluran rongga mulut, esofagus, hingga paru-paru guna mencari penyebab penyakit yang dialami gajah. ”Alat ini sudah digunakan di Thailand dan beberapa negara di Eropa,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan, ada kumpulan makanan yang membusuk di rongga mulut. Ada kemungkinan, hal itu terjadi lantaran Moli hanya bisa mengunyah makanan tanpa mampu menelannya. Selain itu, ditemukan luka nanah dan bekas bisul di bagian gingiva atau membran mukosa di rongga mulut.
Hasil dari pemeriksaan tersebut, diduga ada infeksi bakteri Clostridium botulinum yang berdampak pada kelumpuhan di jaringan esofagus pencernaan lainnya. Hal itu membuat moli kehilangan reflek untuk menelan makanan. ”Kasus ini adalah kasus pertama yang saya temui sepanjang menangani kasus penyakit pada gajah,” ujar Wahyu.
Sebelumnya, ada kasus yang mirip dengan Moli. Namun, penyebabnya belum bisa dipastikan. Setelah seminggu dilakukan perawatan, gajah tersebut bisa menelan makanan kembali. Untuk kasus Moli, sudah dua bulan berlalu, dia masih tidak mampu menelan makanannya.
”Jika hal ini tejadi dikhawatirkan, nyawa Moli bisa terancam karena kekurangan gizi,” kata Wahyu.
Bobot turun
Sejauh ini, berat badan Moli sudah turun signifikan. ”Awalnya, berat badan Moli sekitar 2,4 ton. Namun karena tidak bisa menelan, bobotnya turun hanya sekitar 1,8 ton,” kataWahyu. Untuk menjaga asupan nutrisi dari Moli, tim medis dan mahout di PLG SM Padang Sugihan terus memberikan makanan dengan alat bantu.
Asupan pendukung yang diberikan seperti cairan infus sebanyak 80-100 botol per hari dan ditambah 100 liter air yang dimasukan melalui rektum (dubur). Selain itu, Moli juga diberikan asupan bubur cair yang merupakan kombinasi dari beras ketan, kacang hijau, bekatul, jagung, kacang kedelai, dan gula merah sebanyak 4-5 kilogram per hari. Bubur itu diberikan melalui selang dan corong.
Akan tetapi, itu juga tidak mudah. Dalam beberapa hari terakhir, Moli selalu menggigit selang tersebut hingga putus. Oleh karena itu, diputuskan asupan tambahan yang diberikan diubah menjadi air gula yang dimasukan melalui celah gingiva. Selain itu, untuk mengobati penyakitnya, kata Wahyu, petugas juga memberikan antibiotik dan vitamin khusus untuk gajah.
”Kami selalu berkonsultasi dengan tim dokter dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia, termasuk sejumlah dokter di Thailand yang pernah menangani kasus serupa. Ini kasus baru, kami tentu membutuhkan banyak masukan,” ujarnya.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumsel Genman Suhefti Hasibuan menuturkan, pihaknya terus melakukan perawatan intesif pada Moli. ”Tim kami di lapangan berupaya menyembuhkan Moli,” ujarnya.
Saat ini, ada dua dokter hewan dari Vesswic dan satu paramedis dari PLG SM Padang Sugihan yang mengobati Moli. Mereka dibantu lima mahout. ”Total ada 33 mahout di PLG SM Padang Sugihan. Mereka bergiliran menjaga kondisi Moli hingga pulih,” kata Genman.