Kasus Terus Naik, Pemkot Ambon Terapkan Pembatasan Orang Dalam Ruangan
Kasus Covid-19 di Ambon terus meningkat selama Agustus ini. Pemerintah kembali menerapkan pembatasan pada pekan depan. Pada saat bersamaan, anggota DPRD Kota Ambon ramai-ramai studi banding ke Jawa Barat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Peningkatan jumlah pasien Covid-19 di Kota Ambon, Maluku, sejak awal Agustus ini mendorong pemerintah kembali menerapkan pembatasan. Terhitung mulai Senin (17/8/2020) pekan depan, segala aktivitas di dalam ruangan yang meliputi perkantoran, rumah kopi, dan rumah makan, dibatasi. Keterisian di dalam ruangan hanya boleh maksimal 50 persen.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, dalam rilis tertulis, Jumat (14/8/2020), melaporkan, jumlah kasus positif di Maluku sebanyak 1.416 dengan jumlah pasien sembuh 910 dan meninggal 25 orang. Kota Ambon menjadi titik penyebaran tertinggi. Dari 11 kabupaten/kota, masih ada empat daerah tanpa kasus, yakni Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru, dan Maluku Barat Daya.
Kota Ambon dalam bulan Agustus mengalami kenaikan kasus signifikan. Pada 31 Juli, tercatat jumlah kasus 751 dengan jumlah pasien sembuh 522 dan meninggal 17 orang. Hingga Jumat malam, jumlah kasus positif Covid-19 di Ambon 1.032 dengan angka kesembuhan 633 dan kematian 19.
Sementara itu, menurut pantauan Kompas, aktivitas warga di luar rumah sudah seperti hari-hari biasa. Pada saat jam sibuk, jalanan di Kota Ambon padat dengan kendaraan. Pasar juga dipadati pembeli dan penjual. Rumah-rumah kopi pun dipenuhi pengunjung. Kewaspadaan warga akan bahaya Covid-19 semakin berkurang. Protokol kesehatan mulai diabaikan.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy mengatakan, pembatasan 50 persen itu sudah mulai disosialisasikan. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon telah menyurati semua kantor pemerintah dan swasta di Kota Ambon. Usaha rumah kopi, restoran, dan sejenisnya juga sudah diberi tahu oleh petugas.
Richard mengingatkan para pelaku usaha agar patuh. Penerapan protokol kesehatan menjadi tanggung jawab pengusaha. Menurut pantauan Kompas di sejumlah rumah kopi, para pengunjung duduk tanpa jarak aman sambil ngobrol dan tertawa lepas dengan tidak menggunakan masker. Bahkan, ada yang membawa anak kecil.
Ada rumah kopi yang sudah mengatur posisi duduk dalam jarak aman. Jumlah kursi di setiap meja dikurangi 50 persen. Namun, pengunjung seenaknya merapatkan kursi dengan tujuan bisa berbincang-bincang dalam jarak dekat. Pengelola rumah kopi hanya diam. Tim gugus tugas sering mendapati hal itu dan menegur pengelola tempat usaha.
Studi banding
Sementara itu, 34 dari 35 anggota DPRD Kota Ambon melakukan studi banding ke Jawa Barat. Studi banding itu terkait dengan penyesuaian APBD pada masa pandemi karena batang tubuh APBD saat ini disahkan sebelum pandemi. Namun, studi banding di tengah pandi Covid-19 itu menuai kritik keras dari publik.
Pemerhati masalah sosial dan politik Universitas Pattimura, Ambon, Joseph A Ufi, menilai semua unsur pimpinan dan anggota DPRD Kota Ambon kehilangan nurani. Studi banding itu terkesan hanya dibuat-buat untuk kepentingan pribadi. ”Itu hanya untuk mengumpulkan pundi-pundi,"” ujar Joseph. Pundi-pundi dimaksud adalah uang.
Menurut dia, anggaran perjalanan dinas untuk studi banding sebaiknya digunakan untuk membantu masyarakat yang sedang dalam kesusahan ekonomi. Menurut informasi yang dihimpun Kompas, anggaran daerah yang dikucurkan untuk setiap anggota DPRD paling sedikit Rp 18 juta. Artinya, total keseluruhan anggaran minimal Rp 612 juta.
”Selain soal anggaran, mereka berpeluang membawa pulang virus ke Kota Ambon karena perjalanan mereka melewati zona merah. Ini tidak mendidik karena masyarakat diminta tidak bepergian saat pandemi. Perilaku anggota Dewan ini bisa menjadi acuan bagi masyarakat untuk membangkang,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Ambon Ely Toisuta, yang dihubungi lewat pesan singkat, tidak merespons. Saat ditelepon beberapa kali, nomor Ely selalu sibuk.