"Gejayan Memanggil" Digelar Lagi, Demonstran dan Warga Sempat Bersitegang
Unjuk rasa bertajuk Gejayan Memanggil, di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (14/8/2020) digelar hingga malam. Sempat terjadi gesekan antara warga dan massa aksi. Polisi mengklaim tidak ada korban dalam insiden itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS— Unjuk rasa bertajuk "Gejayan Memanggil" di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (14/8/2020) sempat memanas. Massa pendemo sempat bersitegang dengan warga yang merasa terganggu dengan aksi yang dihelat hingga malam tersebut. Meski demikian, polisi mengklaim tidak ada korban dalam insiden itu.
Unjuk rasa berlangsung sejak Jumat siang. Semula, massa melakukan aksinya di Simpang Tiga Gejayan, Jalan Affandi, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY. Aksi berlangsung sejak pukul 15.00. Aksi itu diadakan sekelompok mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat lainnya yang menamakan diri Aliansi Rakyat Bergerak.
Ini adalah aksi "Gejayan Memanggil" yang kelima. Tuntutan setiap aksi selalu sama, yakni hentikan pembahasan dan gagalkan pengesahan paket Rancangan Undang-Undang sapu jagat atau Omnibus Law, termasuk di dalamnya RUU Cipta Kerja.
Sekitar pukul 16.00, massa pendemo memutuskan untuk berpindah lokasi ke Simpang Tiga Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Jalan Solo. Mereka memblokade salah satu jalan protokol tersebut. Mereka memasang mobil komando di tengah-tengah persimpangan itu. Secara bergantian, orator menaiki mobil komando untuk membakar semangat demonstran.
Sekitar 200 demonstran tersebut bertahan di lokasi hingga langit mulai gelap. Mereka sempat membakar sampah dan ban di tengah-tengah kerumunan itu. Mereka juga sempat berlari-lari mengitari sejumlah barang yang dibakar.
Saat malam menjelang, situasi agak memanas ketika sejumlah warga mulai keluar dari salah satu gang di jalan tersebut. Warga berkerumun di pinggir jalan. Kemudian, terdengar teriakan dari salah seorang warga. “Buka jalannya. Orang tidak bisa lewat,” ucap warga tersebut.
Saat malam menjelang, situasi agak memanas ketika sejumlah warga mulai keluar dari salah satu gang di jalan tersebut. Warga berkerumun di pinggir jalan.
Tiba-tiba, sekitar pukul 19.00, sekelompok orang berlari ke arah para demonstran yang tengah memblokade jalan. Ada yang melemparkan beberapa tiang bambu.
Massa aksi pun berlari membubarkan diri. Selang 30 menit, suasana jalan sudah ramai lagi. Sejumlah kendaraan kembali melintas setelah sebelumnya diblokade massa aksi.
Namun, sesaat kemudian, para demonstran kembali mendatangi titik pertigaan UIN Sunan Kalijaga itu kembali. Untuk mencegah bentrokan terjadi, polisi menahan warga tetap di perkampungan, dan di sisi lain menghalau massa aksi ke Bundaran UGM. Para demonstran berjalan kaki sejauh lebih kurang 3 kilometer.
Saat itu, sempat terjadi gesekan antara demonstran dengan salah seorang pengendara. Tampak beberapa demonstran berlari mengejar seorang pengendara mobil yang mencoba melintas di tengah-tengah massa aksi yang sedang didorong mundur aparat polisi.
Meski demikian, Kepala Polres Sleman, Ajun Komisaris Besar Anton Firmanto, Jumat malam menegaskan, insiden itu tidak sampai berujung ricuh. “Tidak ada yang ricuh. Hanya warga sempat merasa terganggu. Unjuk rasa kan, ada batasnya. Ini sebenarnya dibatasi hingga pukul 18.00. Masyarakat merasa terganggu. Pengguna lalu lintas kendaraan pun merasa terganggu. Kalau tadi ada insidentil, semua bisa dilerai. Semua bisa menahan diri dan mau mundur,” kata dia.
Anton mengklaim, tidak ada korban maupun kerusakan barang dalam peristiwa tersebut. Apabila ada korban yang ternyata mengalami luka-luka akibat peristiwa tersebut, pihaknya mempersilakan yang bersangkutan melapor ke kepolisian.
“Nanti kepolisian akan menindaklanjuti sesuai laporan mereka. Baik dari warga maupun massa aksi,” kata Anton.
Meski sudah didorong hingga Bundaran UGM, sebagian massa aksi tampak enggan membubarkan diri. Mereka terlihat masih duduk-duduk di sisi utara jalan tersebut. Akibatnya, lalu lintas agak terhambat akibat perilaku mereka. Satu per satu demonstran baru terlihat mulai membubarkan diri sekitar pukul 21.30.
Juru Bicara Aliansi Rakyat Bergerak, Revo, mengatakan, aksi-aksi semacam itu akan terus berlanjut sampai keseluruhan Omnibus Law termasuk di dalamnya RUU Cipta Kerja benar-benar digagalkan.
"Kenapa? Karena, DPR tidak punya prioritas saat ini. Masyarakat sedang banyak kesulitan. Tetapi, DPR tetap getol dan mempertahankan sikapnya untuk membahas Omnibus Law termasuk RUU Cipta Kerja,” kata