Kalimantan Selatan menyasar 10.000 warga di 13 kabupaten/kota untuk mengikuti tes usap. Tes usap masif itu dilakukan untuk menemukan orang-orang yang terinfeksi Covid-19 agar bisa segera ditangani dengan baik.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Kalimantan Selatan menyasar 10.000 warga Kalimantan Selatan di 13 kabupaten/kota untuk mengikuti tes usap. Tes usap masif itu dilakukan untuk menemukan orang-orang yang terinfeksi Covid-19 agar bisa segera ditangani dengan baik.
Hingga Kamis (13/8/2020), di Kalsel tercatat 6.934 kasus positif Covid-19. Dari jumlah tersebut, 2.309 orang dalam perawatan, 4.309 orang sembuh, dan 316 orang meninggal. Tingkat kematian akibat Covid-19 tercatat 4,56 persen, sedangkan tingkat kesembuhan 62,14 persen.
Wakil Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel Roy Rizali Anwar mengatakan, tes usap masif dijadwalkan pada 14-17 Agustus. Dalam rentang waktu tersebut, tes usap dilakukan di semua kabupaten/kota. Tempat tes usap utamanya adalah puskesmas dan rumah sakit yang sudah disiapkan oleh gugus tugas kabupaten/kota.
”Pelaksanaan tes usap masif akan diluncurkan pada 14 Agustus dengan target sasaran 10.000 orang. Namun, pada pelaksanaannya nanti bisa saja kurang atau lebih dari jumlah tersebut,” kata Roy yang juga Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalsel, di Banjarbaru, Kamis.
Tes usap masif ditujukan kepada orang-orang kontak erat, suspect atau diduga Covid-19, dan probable atau terkonfirmasi Covid-19. Nama dan alamat mereka sudah didata oleh gugus tugas kabupaten/kota. Tidak menutup kemungkinan juga tes usap dilakukan terhadap orang-orang yang merasa memiliki gejala sakit Covid-19, tetapi belum terdata.
”Dalam tes masif ini kami tidak mengejar kuantitas, tetapi lebih mengutamakan kualitas. Semakin tinggi persentase yang terkonfirmasi positif, maka itu semakin baik. Dengan demikian, mereka bisa secepatnya ditangani,” ujarnya.
Menurut Roy, tes usap masif itu merupakan upaya untuk menemukan sebanyak-banyaknya orang positif tanpa gejala. Kalau mereka tidak ditemukan dan tetap berkeliaran bebas, keberadaan mereka akan menjadi sumber penularan dan sangat membahayakan orang-orang yang memiliki penyakit penyerta.
Dalam tes masif ini kami tidak mengejar kuantitas, tetapi lebih mengutamakan kualitas.
”Tingkat kematian akibat Covid-19 di Kalsel masih cukup tinggi. Penyebab utama kematian itu adalah punya penyakit penyerta dan terlambat ke fasilitas kesehatan. Ini harus dikendalikan,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Muhammad Muslim, yang juga juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel, mengatakan, tes usap masif saat ini sudah mulai dilakukan di lingkungan perkantoran Pemprov Kalsel setelah ada beberapa pegawai yang tertular Covid-19, bahkan ada yang meninggal.
”Tenaga kesehatan dan logistik untuk pelaksanaan tes usap masif itu sudah siap semua. Pelaksanaan di kabupaten/kota bisa menyesuaikan dengan waktu yang sudah dijadwalkan,” katanya.
Menurut Muslim, kapasitas laboratorium pemeriksaan dengan reaksi berantai polimerase (PCR) untuk mengetahui hasil tes usap saat ini sudah memadai, yakni bisa optimal sampai 2.000 spesimen per hari. ”Saat ini sudah tidak ada antrean pemeriksaan seperti sebelumnya. Jadi, hasil tes usap bisa diketahui dalam waktu 1 x 24 jam atau paling lambat 3 x 24 jam,” ujarnya.
Untuk menangani orang-orang yang terkonfirmasi positif nanti, Muslim memastikan tempat perawatannya juga memadai. Setiap kabupaten/kota sudah menyediakan rumah karantina khusus untuk mereka yang tanpa gejala atau bergejala ringan dan ruang isolasi di rumah sakit untuk mereka yang bergejala berat atau memiliki penyakit penyerta.
”Kapasitas ruang isolasi di rumah sakit rujukan ataupuj nonrujukan saat ini lebih dari 1.000 tempat tidur. Kami perkirakan itu cukup karena hampir 88 persen kasus positif Covid-19 di Kalsel adalah kasus tidak bergejala atau bergejala sangat ringan,” ujarnya.
Roy mengatakan, orang-orang tanpa gejala atau bergejala sangat ringan cukup dirawat di rumah karantina khusus atau melakukan isolasi mandiri. Kondisi mereka akan tetap dipantau oleh gugus tugas. ”Kami juga melibatkan TNI dan Polri untuk mengawasi mereka agar tidak keluyuran ke mana-mana,” katanya.