Kalimantan Timur Didorong Membuat Perda Protokol Kesehatan Covid-19
Pemerintah daerah di Kaltim didorong membuat peraturan daerah jika ingin memberi sanksi pidana denda bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan Covid-19. Desain mitigasi DPRD dan pemda diuji saat ini.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Timur didorong membuat peraturan daerah jika ingin memberi sanksi pidana denda bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan Covid-19. Peraturan kepala daerah, seperti peraturan gubernur dan peraturan wali kota/bupati, tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk memberi sanksi pidana denda.
Saat ini, setidaknya terdapat dua daerah di Kalimantan Timur yang tengah merancang peraturan wali kota, yakni Kota Samarinda dan Kota Balikpapan. Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang menyiapkan peraturan wali kota yang memberikan sanksi denda Rp 250.000 bagi masyarakat yang tidak mengenakan masker.
Begitu juga Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi tengah mematangkan peraturan wali kota dan menyiapkan sanksi denda bagi warga yang tidak mengenakan masker, berkerumun, dan berkeliaran ketika seharusnya melakukan isolasi mandiri. Peraturan wali kota yang disiapkan itu menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah, mengatakan, pengenaan sanksi pidana denda atau kurungan mestinya diatur dalam undang-undang atau setidaknya peraturan daerah.
Itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 15, ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang, peraturan daerah provinsi, atau peraturan daerah kabupaten/kota.
”Jika (sanksi pindana denda) dasarnya hanya mengandalkan instruksi presiden, saya pikir tidak cukup. Soal pidana denda itu menyangkut pengurangan hak seseorang. Mestinya diatur dalam peraturan daerah yang disepakati kepala daerah dan DPRD sebagai representasi perwakilan masyarakyat,” kata Castro, sapaan Herdiansyah, ketika dihubungi, Kamis (13/8/2020).
Peraturan wali kota yang dirancang di Balikpapan dan Samarinda juga mencantumkan beberapa sanksi administratif, seperti pencabutan izin bagi perusahaan yang melanggar protokol kesehatan. Castro mengatakan, sanksi administratif tidak bisa diberikan kepada individu yang tidak mengenakan masker, misalnya. Sebab, tidak ada tindakan administratif yang dilanggar oleh seseorang yang tidak mengenakan masker.
Kamis siang, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengadakan pertemuan virtual dengan kepala daerah untuk membahas pelaksanaan Inpres No 6/2020. Dalam pertemuan itu, kepala daerah diminta menindaklanjuti inpres tersebut dalam dua minggu ke depan.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengatakan, masih ada satu pertanyaan yang belum terjawab penuh dalam pertemuan itu. Ia masih belum mendapatkan jawaban apakah bisa peraturan wali kota memberi sanksi denda bagi pelanggar protokol kesehatan. Sebab, Pemkot Balikpapan merancang sanksi denda bagi warga yang masih berkeliaran, padahal seharusnya melakukan karantina mandiri.
”Saat ini rancangan peraturan wali kota itu sudah dikirim ke Gubernur Kaltim untuk ditinjau. Terkait perda, ada pembahasan soal itu. Namun, kami masih perlu koordinasikan lagi dengan DPRD Balikpapan,” kata Rizal.
Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Kota Balikpapan Abdulloh mengatakan, tidak memungkinkan untuk membahas peraturan daerah tahun 2020 ini. Ia mengatakan, jika kondisi Covid-19 masih belum terkendali, ia akan upayakan pembahasan peraturan daerah Covid-19 dalam program legislasi daerah Kota Balikpapan 2021.
”Pergerakan kita saat ini sangat dibatasi. Untuk rapat dengan Zoom juga tidak maksimal. Insya Allah saya masukkan dalam prolegda 2021 kalau (Covid-19) masih tidak terkendali. Sekarang perwali terlebih dulu dijalankan dan pengawasannya diperketat,” katanya.
Menanggapi hal itu, Castro mengatakan, keseriusan pemerintah daerah dan DPRD diuji dalam menghadapi persoalan masyarakat saat ini. Dalam keadaan genting seperti saat ini, pemerintah daerah dan DPRD seharusnya berpikir sejak awal mengenai mitigasi bagi persoalan kesehatan masyarakat.
Sebab, saat ini Kota Balikpapan sedang menghadapi gelombang kedua Covid-19. Total pasien positif Covid-19 di Balikpapan hingga Kamis (13/8/2020) berjumlah 893 orang, dengan rincian 164 dirawat di rumah sakit, 155 isolasi mandiri, 527 sembuh, dan 47 meninggal dunia.
Sejak awal Agustus, angka kematian meningkat dua kali lipat dan angka pasien yang dirawat di rumah sakit meningkat lebih dari tiga kali lipat. Hal itu ditakutkan berdampak pada daya tampung di rumah sakit jika lonjakan terus terjadi.
Castro mengatakan, jika pembahasan peraturan daerah butuh waktu lama, hal itu seharusnya disiapkan oleh DPRD sejak awal munculnya Covid-19 di Kalimantan Timur. ”Pandemi Covid-19 di Indonesia itu sejak Maret. Jika mereka (pemerintah daerah dan DPRD) punya desain mitigasi dengan melihat dinamika di masyarakat, mereka seharusnya berpikir sejak awal mengenai produk hukum itu. Bukan menunggu kasus terlebih dulu,” ujarnya.