Peluang Awan Hujan Masih Ada, TMC di Sumsel Kembali Berlanjut
Masih adanya potensi awan hujan hingga September 2020 membuat penerapan teknologi modifikasi cuaca, dilanjutkan lagi di Sumatera Selatan dan Jambi. Ini diharapkan dapat meredam potensi kebakaran lahan di dua daerah itu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Masih adanya peluang awan hujan hingga September 2020 membuat penerapan teknologi modifikasi cuaca kembali dilanjutkan di Sumatera Selatan dan Jambi. Bahkan, dengan menggunakan pesawat CN-395 milik TNI Angkatan Udara, jangkauan jelajah TMC akan lebih jauh. Dengan cara ini, diharapkan lahan bisa tetap basah sehingga potensi kebakaran lahan dapat diredam.
Hal ini disampaikan Koordinator Lapangan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Sumatera Selatan dan Jambi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dwipa Wirawan, Rabu (12/8/2020). Dia mengatakan, proses penyemaian awan hujan dimulai pada Rabu (12/8/2020) ini sampai 30 hari ke depan.
Rabu siang, di Pangkalan Operasi Pangkalan Udara Sri Mulyono Herlambang, Palembang, tim TMC dibantu anggota TNI AU melakukan persiapan proses penyemaian hujan. Sebanyak 2 ton garam dimasukkan ke dalam pesawat CN-395. Garam tersebut akan menjadi bahan baku penyemaian awan hujan.
Garam tersebut dimasukkan ke dalam konsul (wadah untuk menempatkan garam) dan diletakkan di kabin pesawat. Kemudian, saat mengudara dan awan hujan ditemukan secara otomatis, alat tersebut akan menaburkan garam dengan tekanan udara yang ada di dalam kabin.
Berdasarkan prediksi BMKG, potensi awan hujan di kawasan Sumsel-Jambi masih terlihat hingga lima hari ke depan. Untuk itu, penyemaian akan terus dilakukan.
Dwipa menjelaskan, penyemaian awan hujan bertujuan untuk mengoptimalisasi awan hujan agar dapat menghasilkan hujan. ”Tidak semua awan hujan bisa menjadi hujan, dengan TMC ini, kami memastikan agar semua awan hujan dapat dikonversi menjadi hujan,” ucapnya.
Tidak semua awan hujan bisa menjadi hujan, dengan TMC ini, kami memastikan agar semua awan hujan dapat dikonversi menjadi hujan.
Sebab itu, ucap Dwipa, pihaknya akan terus ”memburu” potensi awan hujan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk membasahi lahan, terutama gambut. Ada sekitar 40 ton garam yang sudah disiapkan sebagai bahan menyemai awan hujan sampai 30 hari ke depan.
Dwipa mengatakan, ini merupakan TMC tahap ke II di Sumsel. Sebelumnya, pada 2 Juni-19 Juni sudah dilakukan hal serupa dengan bahan baku sekitar 14,4 ton garam. Dari penyemaian tersebut menghasilkan sekitar 50,20 juta meter kubik air. Dengan bantuan TMC, curah hujan pada periode tersebut mencapai 118 milimeter (mm) atau tumbuh sekitar 29,8 persen dibandingkan curah hujan aktual yang sudah diprediksi sebelumnya oleh BMKG, yakni 82,8 mm.
”Di tahap kedua ini, diperkirakan hasil penyemaian akan lebih besar karena jangkauan pesawat jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya,” ungkap Dwipa.
Sebelumnya, penyemaian menggunakan pesawat CASA dengan kapasitas 800 kg garam, dengan wilayah jelajah hanya sampai 2 jam. Kini dengan pesawat CN-395, kapasitas garam yang bisa ditampung mencapai 2,4 ton dengan lama terbang hingga 3 jam.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bassar Manullang menyebutkan, penerapan TMC merupakan satu bentuk antisipasi dini guna mengurangi risiko kebakaran. Dengan adanya TMC, lahan akan basah sehingga risiko terbakar pun berkurang. Selain itu, hujan yang dihasilkan dapat mengisi sumber air yang nantinya dapat digunakan untuk memadamkan api.
Memang, berdasarkan prediksi BMKG, kemarau tahun ini tidak sekering kemarau tahun lalu. Namun, kewaspadaan harus terus ditingkatkan, terutama di tujuh daerah rawan karhutla, yakni Riau, Jambi, Sumsel, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan adanya eskalasi kebakaran di Lampung.
Untuk itu, ujar Bassar, dibutuhkan sinergi semua instansi guna melakukan penanggulangan sedini mungkin. ”Api sekecil apa pun harus segera dipadamkan,” ujar Bassar. Langkah ini terbukti mengurangi luas lahan terbakar di Indonesia.
Berdasarkan pengukuran dari satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, luas terbakar pada periode Januari-Juli 2020 menurun 52 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ”Ini menandakan, langkah antisipasi dini terbukti cukup efektif mencegah kebakaran,” ucapnya.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Desindra Deddy Kurniawan mengatakan, dalam lima hari ke depan, potensi hujan di Sumsel masih ada. Bahkan potensi awan hujan akan tetap terpantau pada masa puncak kemarau September nanti.
Pada dasarian (10 hari) I Agustus, misalnya, wilayah Sumsel masih didominasi curah hujan lebih dari 50 mm per dasarian. Bahkan di Lahat curah hujan mencapai 144 mm per dasarian. Adapun untuk dasarian ke II, ungkap Desindra, sebagian besar wilayah Sumsel masih mendapatkan curah hujan 50-100 mm per dasarian dengan peluang 60 persen-80 persen. Pada dasarian ke III, curah hujan menurun kurang dari 50 mm per dasarian dengan peluang 70 persen.
Menurut dia, saat ini hingga satu bulan ke depan TMC masih bisa diterapkan karena potensi awan hujan masih ada. ”Untuk itu, penerapan TMC mulai dari sekarang adalah keputusan baik,” ucapnya.
Kebakaran lahan
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori mengatakan, kebakaran sudah mulai terjadi di beberapa wilayah di Sumsel, seperti di Ogan Ilir, dan Muara Enim. Mulai Januari-Agustus diperkirakan kebakaran lahan sudah lebih dari 20 hektar. ”Namun, jumlah itu bisa saja bertambah mengingat banyak lahan terbakar yang tidak terdata karena kebakaran cenderung bersifat sporadis,” kata Ansori.
Selasa (11/8/2020), kebakaran menghanguskan lahan yang terletak persis di samping Jalan Tol Palembang-Indralaya, Sumatera Selatan. Hal ini membuat asap mengganggu pengendara yang melintas di jalan tol. Namun, dalam tiga jam, api sudah bisa dipadamkan. Saat itu, diperkirakan ada empat hektar lahan yang terbakar.
Kebakaran yang terjadi akhir-akhir ini, lanjut Ansori, masih bisa dikendalikan karena sebagian besar masih berada di lahan mineral. Jika kebakaran terjadi di lahan gambut kebakaran akan sulit dikendalikan.