Kasus Positif di Cirebon Melonjak, Mobilitas Warga Belum Dibatasi
Pelaku perjalanan turut memicu lonjakan kasus positif Covid-19 di Cirebon, Jawa Barat. Meski demikian, pemerintah daerah belum membatasi pergerakan warga karena saat ini masih masa adaptasi kebiasaan baru.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pelaku perjalanan turut memicu lonjakan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Meski demikian, pemerintah daerah belum membatasi pergerakan warga karena dinilai masih dalam tahap adaptasi kebiasaan baru.
Hingga Selasa (11/8/2020), kasus positif Covid-19 di Kabupaten Cirebon mencapai 100 orang. Juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Cirebon, Nanang Ruhyana, mengatakan, kasus positif ke-100 itu merupakan pria berusia 54 tahun yang bekerja di salah satu rumah sakit di Kota Cirebon.
Pasien diduga tertular dari risiko pekerjaannya sebagai tenaga kesehatan. Pihaknya masih melacak riwayat perjalanan dan kontak erat yang bersangkutan. Warga Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, tersebut kini menjalani perawatan di ruang isolasi rumah sakit.
Dalam empat hari terakhir, terjadi lonjakan 22 kasus positif Covid-19 di Cirebon. Sebagian besar merupakan kluster perkantoran. Lima pegawai bagian keuangan Dinas Kesehatan Cirebon terkonfirmasi positif Covid-19. Seorang pegawai Badan Keuangan dan Aset Daerah Cirebon serta enam tenaga kesehatan Puskesmas Sedong juga terkonfirmasi positif.
”Penularan berawal dari pegawai dinkes. Yang bersangkutan sempat bertemu keluarganya dari Depok (Jawa Barat). Mungkin, dari situ mulai tertular,” ujar Nanang. Sebelumnya, seorang pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Cirebon juga positif Covid-19 setelah pulang dari perjalanan dinas ke Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lonjakan kasus tersebut menempatkan Cirebon sebagai daerah dengan jumlah orang positif terbanyak di Jabar bagian timur. Dari 100 orang yang positif, 5 orang di antaranya meninggal, 41 orang dinyatakan sembuh, dan sisanya masih dirawat.
Nanang mengakui, lonjakan kasus dipicu pergerakan warga, terutama dari zona merah penyebaran Covid-19. Meski demikian, Pemkab Cirebon belum membuat aturan terkait pembatasan mobilitas warga. ”Pelaku perjalanan juga sudah tidak melapor ke pemerintah desa,” katanya.
Pendataan pelaku perjalanan hanya dilakukan pada April dan Mei, ketika kasus Covid-19 mulai ditemukan di Cirebon. Pemeriksaan identitas dan riwayat perjalanan pemudik juga diperiksa di perbatasan daerah. Saat itu bertepatan dengan masa mudik Lebaran sehingga tercatat 40.994 pemudik dalam negeri dan 1.072 dari luar negeri.
Pendataan pelaku perjalanan hanya dilakukan pada April dan Mei ketika kasus Covid-19 mulai ditemukan di Cirebon.
Menurut Nanang, Pemkab Cirebon tengah menyusun regulasi terkait pemberlakuan kembali bekerja dari rumah dan meniadakan apel. Namun, pihaknya belum mengetahui pasti kapan aturan tersebut terbit. Menurut rencana, pegawai yang masuk kantor dibatasi hanya 25 persen.
”Ini dilakukan untuk membatasi pergerakan orang di lingkungan Pemkab Cirebon karena munculnya kluster perkantoran. Adapun pelayanan tetap berjalan dengan menerapkan protokol kesehatan,” ujarnya.
Asisten Daerah Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Cirebon Hilmi Rivai mengatakan, pihaknya belum memikirkan terkait pembatasan pergerakan masyarakat karena saat ini masa adaptasi kebiasaan baru. Pemkab tidak lagi menerapkan pembatasan sosial berskala besar lebih dari 44 hari.
”Akan ada penguatan penerapan protokol kesehatan dengan edukasi dan sanksi. Aturannya sedang disusun,” ucapnya.
Sementara itu, di Kota Cirebon, pelaku perjalanan turut memicu lonjakan kasus positif Covid-19 yang kini mencapai 46 orang. Seorang warga yang baru pulang dari Jakarta, misalnya, menularkan Covid-19 kepada enam anggota keluarganya di Pamitran, Kejaksan. Begitu pun dengan empat pasien positif Covid-19 dari kluster Samadikun, Kejaksan, yang pulang dari Madura, Jawa Timur.
Meski demikian, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis mengatakan, tidak ada pembatasan pergerakan mobilitas warga karena saat ini masa AKB. ”Kami mengimbau warga yang akan dan pulang dari luar kota untuk melapor ke RT/RW. Yang pulang dari zona merah diimbau langsung tes swab (usap). Ini bentuk tanggung jawab warga kepada warga lainnya,” ungkapnya.