Warga kembali menjadi korban kekejaman kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur di Poso, Sulteng. Kejadian berulang itu perlu dipertimbangakan untuk membuka jalan evaluasi menyeluruh operasi keamanan di Poso.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Seorang warga Desa Sangginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, tewas di tangan anggota kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur. Jatuhnya korban sipil ini terjadi saat Operasi Tinombala masih berlangsung.
”Kami meminta Operasi Tinombala dievaluasi. Kenapa warga selalu menjadi korban di tengah operasi yang masih berlangsung,” kata anggota DPRD Kabupaten Poso, Iskandar Lamuka, saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Senin (10/8/2020).
Tinombala adalah operasi yang digelar untuk mengejar anggota terorisme Mujahidin Indonesia Timur (MIT). MIT berdiri sekitar 2012 dipimpin Santoso. Santoso tewas tahun 2016 dan diganti Basri yang justru menyerahkan diri dua bulan setelahnya. MIT saat ini dipimpin Ali Kalora.
Iskandar menyatakan, evaluasi itu penting untuk memastikan warga di sekitar daerah tetap aman dan nyaman beraktivitas. Masih adanya anggota MIT di tengah operasi sangat mengusik keberlangsungan hidup warga.
”Karena operasi ini di bawah pemerintah pusat, kami harap kondisi-kondisi seperti ini (warga dibunuh) disikapi serius pemerintah pusat,” ucapnya.
Agus Balumba (45), warga Desa Sangginora, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, ditemukan tewas dengan banyak luka sayatan di tubuhnya, Minggu (9/8/2020). Jenazahnya ditemukan tak jauh dari pondok kebun jagungnya. Dari keterangan rekan korban yang selamat, Polda Sulteng memastikan pelakunya anggota MIT.
Kejadian bermula saat Agus dan AP pergi ke kebun, Sabtu (8/8/2020) pukul 17.30 Wita. Mereka melihat sejumlah orang tak dikenal ada di sekitar dan di dalam pondok.
Orang-orang itu sempat bertanya tentang keberadaan petugas keamanan di Desa Sangginora yang dijawab keduanya tak ada petugas di desa itu. Mereka lalu menanyakan jalan ke suatu tempat dan meminta Agus menggambarkan rute ke sana.
Akan tetapi, tiba-tiba Agus dipukul hingga tersungkur di tanah. Melihat kejadian itu, AP melarikan diri. Ia tiba di kampung terdekat pada Minggu sekitar pukul 06.30 Wita.
Kelompok yang sama juga sempat menghadang rombongan Dinas Kesehatan Kabupaten Poso di Jalan Poros Lembah Napu-Poso, sekitar Desa Sangginora pada Sabtu malam. Mereka menggeledah isi mobil dan mengambil sejumlah barang, seperti beras.
Desa Sangginora terletak di Jalan Poros Lembah Napu, Poso, dengan kota Poso. Desa itu berbatasan langsung dengan bagian pegunungan yang membentang dari Poso hingga ke Kabupaten Parigi Moutong ke arah utara. Sangginora berjarak 40 kilometer dari kota Poso.
Iskandar menegaskan terus tewasnya warga menimbulkan ketakpercayaan pada negara. ”Sampai kapan hal ini berlangsung. Masanegara tak berdaya menghadapi sekelompok orang ini,” katanya.
Dalam catatan Kompas, ada 15 warga meninggal di tangan MIT sejak 2015. Pada 2020, ada dua warga Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso, yang juga tewas dibunuh kelompok terorisme tersebut.
Kelompok MIT saat ini diidentifikasi berjumlah sekitar 15 orang. Mereka bergerilya di hutan-hutan Poso dan Parigi Mouotong. Operasi Tinombala yang berlangsung sejak Februari 2016 digelar untuk memburu mereka.
Ditemui terpisah seusai acara rapat koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT), Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal Syafril Nursalmenyatakan, anggota Satgas Operasi Tinombala masih mengejar anggota MIT yang membunuh warga di Poso. Jumlah mereka 4-5 orang, salah satunya Ali Kalora.
Syafril menyatakan, pos pengamanan memang banyak, tetapi tetap saja anggota MIT bisa lolos ke mana-mana. Alasannya, bentangan wilayah operasi ini sangat luas karena meliputi pegunungan Kabupaten Poso, Parigi Moutong, hingga Kabupaten Sigi. ”Mereka tentu cari-cari lokasi yang bisa untuk keluar dan masuk hutan,” katanya.
Terkait perlindungan terhadap petani yang beraktivitas di kebun, Syafril mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan agar warga dipastikan tetap diawasi. Hal itu dilakukan untuk memudahkan pengawasan.
Untuk titik-titik berbahaya, anggota kepolisian bisa mengawal para petani yang berkebun. Laporan kepada petugas keamanan bisa dilakukan melalui telepon. Namun, standar itu sering tak berjalan di lapangan.
”Ini nanti perlu dikoordinasikan lagi agar warga bisa diawasi dan bila perlu dikawal saat berkebun,” ujarnya.
Kepala BNPT Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar meminta tokoh agama berperan aktif membendung ideologi kekerasan yang sering digalang jaringan teroris termasuk dengan basis agama di kalangan generasi muda. Tokoh agama bisa menyebarkan pemahaman benar tentang ajaran agama yang berintikan nilai-nilai kemanusiaan.