Metode Surveilans Berubah, Pengujian Sampel Usap di Sulut Turun
Sulawesi Utara mencatat penurunan jumlah kasus baru Covid-19 pada pekan pertama Agustus dibandingkan dengan pekan keempat Juli 2020 akibat berkurangnya jumlah sampel usap karena perubahan metode surveilans.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sulawesi Utara mencatat penurunan jumlah kasus baru Covid-19 pada pekan pertama Agustus dibandingkan dengan pekan keempat Juli 2020. Ini disebabkan berkurangnya jumlah sampel usap yang diuji di laboratorium karena perubahan metode surveilans. Pemerintah kabupaten/kota didorong untuk memperluas pelacakan.
Data Gugus Tugas Covid-19 Sulut, selama pekan pertama Agustus, terdeteksi 212 kasus baru Covid-19. Jumlah ini menurun lebih dari 50 persen dari pekan keempat Juli, yaitu 432 kasus baru.
Namun, hal ini juga diiringi dengan penurunan jumlah sampel usap yang diuji di laboratorium dengan teknik reaksi rantai polimerase (PCR). Selama pekan pertama Agustus, 1.924 sampel diuji laboratorium, menurun dari 3.313 sampel selama pekan keempat Juli.
”Wajar kalau ada penurunan jumlah sampel yang diambil karena kami baru saja mengadopsi strategi baru. Menurut revisi kelima pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19, kontak erat kasus positif sudah tidak perlu diambil sampelnya lagi, tetapi hanya diisolasi. Otomatis ada penurunan sampel yang diperiksa,” kata juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sulut, dr Steaven Dandel, ketika dihubungi dari Manado, Senin (10/8/2020).
Menurut Steaven, perlu konsistensi dalam pengumpulan sampel usap. Dengan begitu, data yang muncul dari kegiatan surveilans dapat menggambarkan keadaan epidemiologis faktual. Proporsi sampel yang diambil dan diuji setiap pekan harus bisa mencapai 1 per 1.000 jumlah penduduk yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan atau 2.529 sampel per minggu mulai pekan pertama Agustus.
Setiap kota dan kabupaten telah mendapat rekomendasi jumlah sampel yang harus diambil setiap minggu. Manado, misalnya, harus mengambil 438 sampel sepekan, Bitung 222, Bolaang Mongondow 251, dan Kepulauan Sangihe 131 sampel. Gugus Tugas Covid-19 Sulut bertugas mengambil 253 sampel, yaitu 10 persen dari target 2.529 sampel.
Gugus tugas Covid-19 kota/kabupaten, kata Steaven, perlu aktif mengambil sampel usap secara massal demi memenuhi target tersebut. Pengambilan sampel dapat dilaksanakan di pusat-pusat keramaian, seperti pasar, terminal, dan mal.
Selama ini kita hanya fokus melacak kontak erat pasien tanpa punya gambaran seberapa luas sebaran kasus di luar.
”Kita ingin melihat seberapa luas sebaran infeksinya. Pak Presiden (Joko Widodo) juga sudah meminta tracing dan tracking (pelacakan) kasus diperluas. Selama ini kita hanya fokus melacak kontak erat pasien tanpa punya gambaran seberapa luas sebaran kasus di luar,” kata Steaven.
Daerah pusat transmisi lokal atau yang memiliki kluster kasus seperti Manado (1.507 kasus) bisa mencapai target ini dengan mengambil sampel di lokasi kerumunan. Adapun daerah dengan kasus sporadis atau kasus dari daerah lain, seperti Bolaang Mongondow Timur (3 kasus), dapat mengambil sampel pasien suspect Covid-19 dan pneumonia di rumah sakit atau penyakit seperti flu di puskesmas.
Namun, selama pekan pertama Agustus, beberapa kabupaten tidak mengambil sampel sama sekali, seperti Kepulauan Sangihe (target 131), Bolaang Mongondow Timur (73), Bolaang Mongondow Utara (81), dan Bolaang Mongondow Selatan (67). Manado pun hanya mampu mengambil 130 dari target 438 sampel.
Kepala Dinas Kesehatan Bolaang Mongondow Timur Eko Marsidi mengatakan, hal dikarenakan pihaknya kehabisan wadah pengangkut virus (virus transport medium/VTM), hanya tersisa sekitar 10 buah. ”Staf saya hari ini ke Dinas Kesehatan Provinsi (Sulut) untuk minta VTM,” katanya.
Eko juga tidak yakin semua warga mau diambil sampel usapnya. Perlu sosialisasi menyeluruh terlebih dahulu sebelum kebijakan ini diambil. Permintaan bantuan kepada Polri dan TNI untuk melancarkan pengambilan sampel usap secara massal juga dikhawatirkan akan membuat masyarakat takut.
Sosialisasi serupa, kata Eko, juga harus dilaksanakan di puskesmas agar tidak terjadi penolakan. Pada saat yang sama, Gugus Tugas Covid-19 Bolaang Mongondow Timur juga kesulitan mengambil sampel usap dari pasien pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas, ataupun suspect karena kabupaten itu belum memiliki rumah sakit umum daerah.
”Jadi, kami harus meningkatkan kesadaran masyarakat dulu, baru melaksanakan tes massal itu. Saya lebih mengutamakan kesadaran masyarakat pada protokol kesehatan. Jangan sampai ada pemaksaan, harus cari momen yang tepat,” kata Eko.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Manado dr Joy Zeekeon mengatakan, sampai saat ini belum ada surat edaran dari Gugus Tugas Covid-19 Sulut tentang target sampel usap yang harus diambil. Pihaknya juga belum menerima instruksi untuk melaksanakan pengambilan sampel massal.
”Di mana dalam revisi kelima pedoman yang menyebutkan harus tes massal di pasar, terminal, dan lain-lain? Yang harus diperiksa adalah orang dengan gejala dan suspect. Tentu saja kami melaksanakan apa yang ada dalam pedoman dari pemerintah pusat,” kata Joy.
Di lain pihak, pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, dr Adi Tucunan, mengatakan, penanganan Covid-19 tidak akan efektif jika pemerintah tidak konsisten menegakkan kepatuhan pada protokol kesehatan. Sebab, tidak ada pengawasan aparat pemerintah di tempat-tempat publik. Akibatnya, banyak warga yang berada di luar rumah tanpa mengenakan masker dan tak menjaga jarak.
”Sama sekali tidak ada kebijakan pemberian sanksi untuk pembangkangan sosial seperti ini. Apalagi, sudah banyak tempat hiburan yang dibuka dan banyak berkumpul anak muda di sana, tanpa jarak dan masker. Jadi, penanganan Covid-19 harus diiringi pengawasan terhadap semua warga, bukan dibiarkan saja,” kata Adi.