Kasus Covid-19 Melonjak Pascabanjir Bandang Luwu Utara
Kekhawatiran merebaknya kasus Covid-19 seusai banjir bandang di Luwu Utara mulai terbukti. Dua pekan pascabanjir, kasus positif di kabupaten itu melonjak.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Sempat landai dan bersiap memasuki zona hijau, kasus Covid-19 melonjak di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, seusai bencana banjir bandang yang melanda pertengahan Juli lalu. Dibutuhkan pendekatan khusus untuk menekan laju pertambahan kasus di tengah dua bencana yang terjadi di Luwu Utara.
Data perkembangan Covid-19 Sulsel menunjukkan, setelah banjir, kasus Covid-19 di Luwu Utara terus bertambah. Penambahan terutama terjadi lebih dari dua pekan setelah banjir. Pertambahan berkisar 1-3 kasus per hari dan pernah mencapai 15 kasus dalam sehari. Angka reproduksi efektif (Rt) juga fluktuatif, secara umum berada di atas 2, bahkan pernah mencapai angka 7,5. Padahal, sebelum banjir, angka Rt Luwu Utara sempat bertahan lebih dari dua pekan di angka nol.
”Memang ada penambahan setelah banjir. Selama pandemi hingga sebelum banjir, jumlah kasus 58. Setelah banjir, ada penambahan 38 kasus,” kata Komang Krisna, Koordinator Data dan Informasi Kluster Kesehatan Posko Bencana Luwu Utara, saat dihubungi dari Makassar, Senin (10/8/2020).
Komang mengatakan, pihaknya cukup aktif melakukan penelusuran kasus. Hal itu dilakukan pada kontak erat dari kasus positif. ”Untuk penyintas banjir, kami cukup berhati-hati melakukan penelusuran karena mempertimbangkan kondisi psikis mereka yang masih trauma,” katanya.
Komang, yang juga juru bicara Posko Penanganan Covid-19 Luwu Utara, mengakui, kondisi di tenda-tenda pengungsian cukup terbatas untuk sepenuhnya menerapkan protokol kesehatan. Upaya melakukan tes cepat di pengungsian juga menjadi riskan dilakukan karena pertimbangan para penyintas masih sibuk dengan upaya memenuhi kebutuhan harian dan trauma akibat bencana.
”Kami khawatir tes cepat akan menambah beban pikiran mereka. Kami berusaha dulu mengurusi penyakit lain yang juga merebak pascabanjir dan juga memulihkan trauma mereka. Setelah ditempatkan di lokasi yang lebih layak, baru kami perlahan melakukan penelusuran dan tes masif,” kata Komang.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Luwu Utara, jumlah penyintas banjir bandang 13.438 orang yang tersebar di berbagai titik pengungsian. Kondisi di lokasi pengungsian yang tak berjarak dan minim fasilitas air bersih serta sanitasi juga membuat protokol jaga jarak dan mencuci tangan sulit diterapkan. Pada awal kejadian banjir bandang, para penyintas bahkan kekurangan masker. Cairan pembersih tangan pun minim.
Pakar epidemiologi Universitas Hasanuddin sekaligus anggota tim pakar penanganan Covid-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin, mengatakan, kondisi di pengungsian sangat rentan terhadap penularan virus korona dan bertambahnya kasus Covid-19. Hal ini menjadi lebih rentan dengan banyaknya orang yang datang ke Luwu Utara selama proses penanggulangan bencana.
”Sebaiknya pemerintah setempat melakukan langkah khusus untuk menyebar atau menempatkan pengungsi di tempat yang lebih layak dan bisa berjarak sebelum hunian sementara bisa ditempati. Misalnya, menempatkan di bangunan-bangunan perkantoran atau aula yang kosong. Kondisi di tenda-tenda pengungsian sangat riskan,” kata Ridwan.
Kekhawatiran akan merebaknya kasus Covid-19 di pengungsian sudah mengemuka sebelumnya. Kondisi di pengungsian dan begitu banyaknya orang yang datang menjadi sukarelawan ataupun membawa bantuan ke Luwu Utara dikhawatirkan menimbulkan kluster penyintas. Penambahan kasus pascabanjir ini seolah membuktikan kekhawatiran itu.
Banjir bandang di Luwu Utara terjadi pada Senin (13/7/2020) malam. Sebanyak 38 orang tewas dan 10 orang lainnya hilang. Lebih dari 3.000 rumah rusak berikut infrastruktur jalan, jembatan, dan berbagai fasilitas umum.
Saat ini, penyakit pascabanjir, seperti diare, ISPA, penyakit kulit, hipertensi, dan gangguan kejiwaan, merebak di pengungsian. Lebih dari 1.000 penyintas menderita ISPA, sekitar 500 orang menderita hipertensi dan penyakit kulit, serta 99 orang mengalami diare. Saat ini juga tercatat 30 penyintas yang mengalami gangguan kejiwaan.