Fasilitas Isolasi di Sultra Belum Digunakan, Pasien Menumpuk di RS
Jumlah kasus Covid-19 di Kendari yang terus melonjak membuat sejumlah rumah sakit penuh pasien. Padahal, Pemprov Sultra telah membangun sejumlah gedung isolasi senilai puluhan miliar rupiah, tetapi tak kunjung digunakan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Jumlah kasus positif Covid-19 di Kendari yang terus melonjak membuat sejumlah rumah sakit dipenuhi pasien. Sebagian pasien menjalani isolasi mandiri akibat keterbatasan ruangan. Padahal, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara telah membangun sejumlah gedung perawatan senilai puluhan miliar rupiah, tetapi tak kunjung digunakan.
”Kemarin kami merawat sampai kapasitas penuh, yaitu 75 pasien. Per tadi pagi tercatat tinggal 57 pasien karena sebagian dirujuk ke RS Bahteramas Kendari dan ada yang sembuh,” kata Direktur RSUD Kendari dr Sukirman, di Kendari, Senin (10/8/2020).
Menurut Sukirman, sejak beberapa waktu terakhir, jumlah pasien positif di Kendari memang terus melonjak. Setelah sebelumnya sempat tidak ada kasus lebih dari satu bulan lalu, saat ini orang terpapar Covid-19 terus bertambah. Jumlah pasien yang dirawat rata-rata 20 orang.
”Ruang perawatan kami dulu pernah bisa merawat 150 orang. Akan tetapi, seiring kasus yang turun dan banyaknya pasien penyakit lain, jumlah ruang perawatan diturunkan. Sekarang, tiba-tiba naik lagi, bahkan kemarin sampai penuh,” ujarnya.
Oleh sebab itu, tutur Sukirman, Pemerintah Kota Kendari akan membangun ruang isolasi khusus yang bisa menampung sektiar 40 pasien. Pembangunan segera dilakukan yang diperkirakan rampung dua bulan lagi.
Untuk sementara, Sukirman menambahkan, sejumlah pasien dibawa ke beberapa tempat perawatan lainnya, seperti RS Bahteramas Kendari, Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Sultra, juga isolasi mandiri.
Jumlah pasien Covid-19 di Kendari terus melonjak hingga kini mencapai 298 kasus. Sebanyak 148 orang masih dirawat dan 7 orang meninggal. Sementara 148 orang lainnya dinyatakan sembuh.
Pelaksana Tugas Direktur RS Bahteramas Kendari dr Hasmuddin mengatakan, total pasien yang dirawat saat ini 25 orang. Saat ini masih tersedia ruangan yang bisa menampung 16 pasien jika ditemukan kasus.
Meski demikian, tutur Hasmuddin, jumlah ini terus bertambah setiap harinya seiring peningkatan kasus. Oleh sebab itu, ruang perawatan di rumah sakit tidak boleh benar-benar penuh sebagai persiapan jika ada kasus darurat dan harus segera ditangani. ”Beberapa waktu lalu kami merawat sampai 40 orang. Seharusnya bisa tidak terlalu penuh karena ada tempat perawatan lain di wilayah ini,” ujarnya.
Sejumlah tempat persiapan isolasi pasien Covid-19 memang telah dibangun Pemprov Sulawesi Tenggara sejak beberapa bulan lalu. Salah satu lokasi persiapan adalah di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) yang menelan anggaran Rp 3,8 miliar. Selain pembangunan gedung untuk dokter dan isolasi pasien, di lokasi itu juga dibangun pagar yang mengelilingi dua gedung.
Selain itu, lokasi persiapan juga ada di SMA Angkasa dengan anggaran pembangunan Rp 10,2 miliar. Terakhir, RS Jiwa juga dibangun Rp 4 miliar. Total pembangunan fisik untuk tiga lokasi ini Rp 18,8 miliar, belum termasuk untuk pengadaan fasilitas perawatan. Meski telah menghabiskan puluhan miliar rupiah, hingga saat ini ketiga tempat tersebut belum juga dipakai sebagai lokasi perawatan pasien Covid-19.
Pasien yang terus bertambah, tutur Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Sultra dr Ridwan, memang membutuhkan lokasi perawatan yang juga memadai. Di Bapelkes Sultra, saat ini sedang merawat 13 pasien dari total kapasitas 15 orang.
”Sebagian pasien terpaksa isolasi mandiri, tapi itu tidak memadai karena tidak ada jaminan penularan. Makanya saya dorong agar RS Jiwa segera difungsikan jika memang semakin bertambah. Di sana perawat sudah ada yang dilatih, juga dengan fasilitasnya. Saat ini sudah 80 persen persiapan,” kata Ridwan.
Selain itu, tuturnya, persiapan di BPSDM Sultra juga terus digenjot. Hanya saja, membutuhkan banyak persiapan karena dibutuhkan tenaga, juga beberapa fasilitas pelengkap lagi. ”Nanti terakhir di SMA Angkasa di daerah bandara. Tapi, semoga tidak dipakai semua karena artinya pasien terus bertambah,” katanya.
Kisran Makati dari Pusat Pemantauan dan Advokasi HAM (Puspaham) Sultra menilai, pembangunan fasilitas isolasi terkesan hanya berorientasi proyek dan minim fungsi. Seharusnya bangunan isolasi bisa segera digunakan seiring dengan pembangunan yang menelan anggaran besar.
Menumpuknya pasien, terang Kisran, menunjukkan tidak sigapnya dan tidak fokusnya pemerintah dalam penanganan darurat serta upaya penanganan pasien. ”Pembangunan hanya terkesan pemborosan dan patut dicurigai rawan penyelewengan,” ujarnya.