Korlap Pembubaran Paksa Acara Keluarga di Pasar Kliwon Solo Masih Dicari Polisi
Tiga orang terluka saat sekelompok massa membubarkan acara keluarga di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (8/8/2020). Perbuatan ini merupakan tindak pidana yang harus diusut tuntas.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SOLO, KOMPAS — Polisi masih mencari koordinator lapangan pembubaran acara keluarga, rangkaian pernikahan sehari sebelum resepsi, di sebuah rumah di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (8/8/2020) petang. Tiga orang terluka karena dianiaya anggota kelompok massa berbasis keyakinan itu.
Kepala Kepolisian Sektor Pasar Kliwon Ajun Komisaris Adis Dani Garta mengatakan, peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu sekitar pukul 17.45. Adapun lokasi kejadian berada di rumah seorang warga di wilayah Metrodanan, Pasar Kliwon.
”Ini baru proses penyelidikan, mengumpulkan para saksi, dan mencari korlapnya. Kebetulan korlapnya dari tadi dini hari itu kami cari di rumahnya juga tidak ada. Jadi, ini masih kami selidiki dan kami kejar,” kata Adis saat dihubungi Kompas, Minggu (9/8/2020).
Adis menjelaskan, acara yang digelar di rumah warga itu sebenarnya hanya perjamuan makan yang dihadiri para saudara pemilik rumah. Perjamuan makan itu diselenggarakan karena salah seorang anggota keluarga akan melangsungkan pernikahan keesokan harinya.
”Waktu kemarin saya cek, itu hanya acara perjamuan makan. Tidak ada acara adat. Itu hanya undangan makan kepada para keluarga terdekat untuk kumpul-kumpul di rumah yang bersangkutan,” tuturnya.
Namun, saat perjamuan makan itu berlangsung, puluhan orang mendatangi rumah tersebut. Massa yang datang itu lalu meminta acara dibubarkan. Saat kejadian itu, polisi berjaga-jaga di lokasi kejadian dan telah berupaya melakukan negosiasi kepada kedua pihak.
Akan tetapi, sejumlah orang kemudian melakukan penganiayaan kepada tiga warga yang menghadiri acara keluarga tersebut. Video rekaman insiden itu juga beredar luas di media sosial.
Menurut Adis, seusai kejadian tersebut, ketiga korban langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Satu di antara ketiga korban telah diizinkan pulang karena luka lecet. Sementara itu, hingga Minggu siang, dua orang korban lainnya masih dirawat di rumah sakit.
Adis menyebut dua korban yang masih dirawat itu mengalami luka robek di bagian kepala. Namun, dia menuturkan, berdasarkan pemeriksaan CT scan, kedua korban tak mengalami cedera di bagian tulang tengkorak. ”Keduanya mengalami luka robek di bagian kepala,” ungkapnya.
Selain menyebabkan tiga warga luka, Adis menambahkan, massa juga merusak dua sepeda motor dan satu mobil. Massa yang datang itu mencapai puluhan orang. Saat datang ke Pasar Kliwon, orang-orang tersebut tidak membawa senjata. ”Kalau senjata enggak, tapi mereka menggunakan peralatan yang ada di sekitar, seperti batu dan tiang bendera, untuk menyerang,” ujarnya.
Adis menyatakan, saat ini, situasi Pasar Kliwon sudah kembali aman. Dia menyebut pernikahan yang direncanakan keluarga penyelenggara acara juga sudah berlangsung pada Minggu pagi. Acara pernikahan yang dijaga oleh petugas kepolisian itu berlangsung aman.
”Acara pernikahan tetap berjalan pada Minggu pagi pukul 09.00. Acara berlangsung aman karena sudah dijaga oleh anggota kepolisian,” kata Adis.
Tindak pidana
Secara terpisah, Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan, aksi yang dilakukan sekelompok massa di Solo itu merupakan tindak pidana. Hal ini karena mereka tidak hanya membubarkan sebuah acara, tetapi juga menganiaya dan merusak barang milik orang lain. Oleh karena itu, kepolisian diminta mengusut tuntas peristiwa tersebut dan menindak tegas seluruh pelaku yang terlibat.
”Tindakan itu tidak boleh hanya disikapi dengan pendekatan moral atau kultural, tetapi harus disikapi dengan pendekatan pidana karena sudah ada penganiayaan dan perusakan. Apalagi ada korban yang luka fisik juga,” ujar Halili.
Halili mengingatkan, pada masa pandemi Covid-19 saat ini, ada kecenderungan kelompok intoleran lebih berani melakukan tindakan intoleransi terhadap kelompok-kelompok minoritas. Dia menyebut kondisi itu terjadi karena kelompok intoleran berpikir pemerintah dan aparat keamanan tengah berkonsentrasi pada penanganan pandemi Covid-19 sehingga tidak bisa melindungi kelompok minoritas secara penuh.
”Kelompok-kelompok intoleran itu menjadikan masa pandemi ini sebagai ruang baru untuk mengekspresikan intoleransinya. Sebab, mereka berpikir aparat pasti akan terpecah konsentrasinya karena sedang menangani Covid-19,” tutur Halili.
Oleh karena itu, Halili meminta pemerintah dan aparat keamanan membagi sumber daya yang ada agar perlindungan kelompok minoritas bisa dilakukan dengan maksimal di tengah pandemi Covid-19. ”Kepolisian harus memberi perhatian serius pada isu ini. Virus intoleransi itu, kan, tidak kalah berbahaya dibandingkan dengan virus korona,” ungkapnya.