Bersama Membangkitkan Pariwisata Senggigi
Pandemi Covid-19 telah memukul sektor pariwisata di Lombok, NTB, termasuk kawasan Senggigi. Di tengah kondisi itu, semangat untuk bangkit terus didorong. Salah satunya lewat kegiatan bersih-bersih bersama.

Berbagai komunitas, seperti Lombok Ocean Care dan Lombok Care Community, serta pelaku pariwisata bersama Dinas Pariwisata Lombok Barat dan pihak terkait lainnya bergotong royong membersihkan kawasan Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (7/8/2020).
Aktivitas pariwisata di kawasan Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, memang belum pulih karena merebaknya Covid-19. Meski demikian, berbagai pihak di sana terus saling menguatkan dan berupaya untuk bangkit setelah diempas pandemi. Salah satunya lewat gotong royong bersih-bersih.
Jam menunjukkan pukul 07.30 Wita, Jumat (7/8/2020), ketika suara musik dengan tempo sedang, terdengar dari sepiker portabel milik Christine Sakinah Nauderer. Ketua Komunitas Lombok Ocean Care itu kemudian berjalan menuju mobil yang pintu belakangnya terbuka, lantas mengambil sejumlah karung dan sarung tangan.
Karung dan sarung tangan itu lalu ia bagikan kepada sejumlah orang, termasuk puluhan anggota Sentra Komunikasi (Senkom) Mitra Polri Lombok Barat yang telah sejak pagi tiba di kawasan Jalan Raya Senggigi. Kemudian seiring musik yang masih terus terdengar, gotong royong membersihkan kawasan Senggigi di mulai.
Baca juga : Asa Kebangkitan Pariwisata NTB
Tanpa aba-aba, para peserta yang datang menggunakan masker itu mulai mengangkat berbagai sampah yang mengotori kawasan pinggir Jalan Raya Senggigi. Sampah plastik, dedaunan kering, batang kayu, sisa bahan bangunan, hingga semak belukar kemudian dimasukkan ke dalam karung.

Membersihkan kawasan pinggir jalan utama Senggigi.
Setiap kali karung penuh, mereka membawanya ke truk pengangkut yang telah disediakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok Barat. Setelah itu, mereka kembali bergerak ke lokasi lain dan melakukan hal serupa.
Sekitar pukul 08.00 Wita, jumlah orang yang datang terus bertambah. Oleh karena itu, agar tidak menumpuk di satu lokasi, mereka berpencar. Selain di pinggir jalan utama, mereka juga bergerak ke kawasan pesisir pantai. Di sana, mereka juga membagi tugas untuk menyisir sisi timur dan sisi barat pantai.
Sepanjang pantai, mereka berjalan beriringan dengan tetap mengenakan masker dan sebisa mungkin menjaga jarak. Setiap kali menemukan sampah, mereka berhenti kemudian memungut dan memasukkannya ke dalam karung.
Baca juga : Pelaku Pariwisata di Lombok Barat Siap Menyambut Normal Baru
Beberapa orang terlihat membawa sapu lidi dan mengumpulkan sampah yang berserakan di pantai. Lalu bersama-sama memasukkannya ke dalam karung atau plastik hitam besar yang dibawa. Sampah di pinggir pantai didominasi sedotan plastik, bungkus makanan plastik, batang kayu, dan potongan buah kelapa muda.

Spanduk Lombok Ocean Care mengajak masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan.
Meski tetap harus menerapkan protokol kesehatan, kehangatan di antara peserta gotong royong sangat terasa. Di sela-sela bersih-bersih, mereka menyempatkan diri untuk mengobrol dan bercanda. Berdiskusi tentang kondisi masing-masing setelah cukup lama diterpa pandemi.
Menjaga Senggigi
Kegiatan gotong royong bersih-bersih kawasan Senggigi yang berlangsung selama tiga jam itu sebenarnya agenda rutin yang digelar setiap Jumat pagi oleh Komunitas Lombok Ocean Care (LOC). LOC merupakan sebuah komunitas yang beranggotakan para pencinta selam permukaan atau snorkeling di Lombok dan rutin menginisiasi kegiatan bersih-bersih pantai.
LOC biasanya mengadakan Jumat bersih bersama komunitas-komunitas peduli lingkungan lain, termasuk pelaku pariwisata di kawasan Senggigi. Selain hari Jumat, kegiatan serupa juga diselenggarakan pada hari Minggu.
Baca juga : Terpukul Covid-19 Pengusaha Oleh-oleh di NTB Sementara Beralih Jualan Daring
Tetapi, kegiatan kali ini memang terasa berbeda. Selain karena yang terlibat lebih dari 100 orang, juga berasal dari berbagai latar belakang. Ada komunitas-komunitas, pelaku pariwisata mulai dari hotel, pengusaha hiburan, koperasi transportasi, kelompok sadar wisata, hingga pemerintah daerah.

Menaikkan sampah ke atas truk.
Gotong royong juga berlangsung dalam suasana pandemi. Terutama dalam kondisi masih lesunya pariwisata di kawasan Senggigi akibat merebaknya Covid-19.
”Di banding pascagempa 2018, kondisi saat ini sangat terasa. Jauh lebih berat,” kata Gendro Waluyo, Pengurus Koperasi Jasa Wisata Senggigi yang membawahkan 300 pengemudi transportasi darat, laut, dan pemandu wisata di Senggigi.
Senggigi, yang saat ini masih menjadi salah satu ikon pariwisata Lombok, sekitar 21 kilometer utara Mataram, ibu kota NTB, memang bukan satu-satunya kawasan wisata terdampak pandemi.
Hampir semua wilayah di Lombok merasakannya. Termasuk kawasan Tiga Gili di Lombok Utara, kawasan Rinjani, serta kawasan ekonomi khusus (KEK) di Lombok Tengah.

Sampah yang dikumpulkan di kawasan pantai diangkut untuk selanjutnya dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Kondisi itu mengakibatkan usaha jasa pariwisata banyak yang menghentikan sementara operasional. Hal itu berimbas pada keputusan merumahkan karyawan hingga pemutusan hubungan kerja.
Berdasarkan data Dinas Pariwisata NTB Mei lalu, sedikitnya ada 15.000 pekerja yang dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja. Itu terdiri dari 6.122 orang di perhotelan, 1.874 orang di bidang kelompok sadar wisata, 1.357 orang di pemandu perjalanan, 676 pemandu pendakian (porter), dan 213 orang di homestay.
Baca juga : Pariwisata di Mandalika Menggeliat Kembali, tetapi Belum Berdampak Signifikan
Selain itu, ada 2.410 orang pelaku ekonomi kreatif atau industri kecil menengah, 394 orang di sanggar seni, 353 lapak kuliner, 617 anak buah kapal, dan 984 petugas kebersihan, tiket, dan asongan.
Menurut Gendro, meski sangat terdampak, bukan berarti itu membuat mereka abai terhadap kondisi Senggigi. Terutama kebersihannya.

Jalan Raya Senggigi di Kawasan Pantai Senggigi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, terlihat lengang Minggu (5/4/2020).
”Oleh karena itu, kami selalu hadir di setiap Jumat Bersih. Selain kesempatan untuk berkumpul dan saling menguatkan sesama anggota, bersih-bersih juga bentuk kepedulian kami pada Senggigi. Kawasan ini harus tetap kami jaga kebersihannya meskipun tidak ada tamu,” kata Gendro.
Hal serupa juga disampaikan Sakinah. Menurut dia, kondisi Senggigi sudah lama tidak terurus. Banyak orang putus asa dan berharap pemerintah yang mengurusnya.
Baca juga : Ratusan Usaha Jasa Pariwisata di Lombok Barat Ditegur Terkait Protokol Kesehatan
”Tetapi itu tidak mungkin. Semua pihak harus bersama-sama menganggap Senggigi sebagai rumah sendiri. Sehingga tidak mungkin mengharapkan orang lain yang merawatnya,” kata Sakinah yang juga pemilik Asmara Restaurant Senggigi.
Sakinah berharap, ke depan, akan semakin banyak orang yang terlibat dalam kegiatan bersih-bersih di Senggigi. Terutama yang selama ini menggantungkan hidup dari Senggigi.

Ketua Lombok Ocean Care Christine Sakinah Nauderer
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat Saepul Ahkam mengatakan, Senggigi, yang kegiatan pariwisatanya sudah dibuka sejak akhir Juni lalu, harus dihidupkan kembali. Namun tidak hanya oleh satu pihak. ”Semua pihak harus berkolaborasi. Kegiatan bersih-bersih hari ini adalah stimulan untuk mewujudkan hal itu,” kata Ahkam.
Menurut Ahkam, tanggung jawab terhadap Senggigi tidak hanya pada pemerintah selaku regulator. Namun, para pelaku wisata juga di sana. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti saat ini.
”Kegiatan hari ini sekaligus untuk menyemangati teman-teman bahwa di tengah pandemi, kita harus tetap punya semangat. Terutama untuk mengembangkan dan menghidupkan destinasi wisata kita (Senggigi),” kata Ahkam.
Protokol kesehatan
Ahkam mengatakan, di tengah pandemi, Lombok tetap memiliki daya tarik. Misalnya menjadi salah satu tujuan wisata terpopuler tahun 2020 di Asia menurut laman wisata yang sangat popular di dunia tripadvisor.com.

Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Saepul Ahkam
”Itu sudah membuktikan Lombok dirindukan pascapandemi ini. Jadi orang luar sudah siap (datang), tinggal kita juga harus bersiap. Semangat kita tentu tidak hanya sekadar menghidupkan ekonomi, tetapi juga peduli pada kebersihan, kesehatan, keamanan, dan lingkungan,” kata Ahkam yang berencana menjadikan bersih-bersih itu agenda rutin.
Menurut Sakinah, Lombok dipukul terus. Sebelumnya gempa, kemudian saat ini pandemi. ”Banyak yang putus asa. Tetapi kita harus selalu punya harapan. Mari kita lihat ke depan, jangan ke belakang. Apalagi potensi kita besar,” kata Sakinah.
Menurut Sakinah, Lombok bisa bangkit dengan menciptakan sesuatu yang unik dari potensinya. Tentu dengan tetap mengutamakan kebersihan, pengelolaan sampah yang baik dan itu dilakukan oleh semua pihak dengan gotong royong.
”Jadi, kita juga bisa menciptakan tempat wisata yang modern dan bersih,” kata Sakinah.
Sejauh ini, sejak diperbolehkan beroperasi akhir Juni lalu, usaha jasa pariwisata (UJP) di Lombok Barat, termasuk Senggigi, terus berusaha menerapkan protokol kesehatan sejak kembali beroperasi.
General Manager Kila Senggigi Beach and Pool Villa Club Lombok Bambang Suponco mengatakan, tidak hanya berupa imbauan, mereka juga menyediakan fasilitas di sejumlah lokasi. Termasuk fasilitas cuci tangan, penyanitasi tangan, hingga masker, baik untuk tamu maupun karyawan.
Baca juga : Desa Wisata di Lombok Buka Kembali dengan Penerapan Protokol Kesehatan
”Penerapan protokol kesehatan pada semua properti juga menjadi bagian dari promosi kami keluar,” kata Bambang.
Menurut Bambang, mereka sudah menerima tamu kembali. Hanya saja tamu lokal. Sementara domestik dan mancanegara baru. Setiap akhir pekan, sekitar 50 kamar terisi. Sementara pada hari kerja, antara 10-15 kamar.

Kawasan Pantai Senggigi seperti terlihat pada Kamis (13/2/2020). Pascagempa ditambah low season kunjungan wisatawan, membuat kawasan ini sepi pengunjung.
Pengamat Ekonomi Universitas Mataram, M Firmansyah, mengatakan, meski pemerintah sudah menggaungkan normal baru, masyarakat masih memiliki rasa cemas, baik saat berada di pesawat, bandara, maupun tempat wisata.
Oleh karena itu, menurut Firmansyah, jika memang pariwisata tetap mau didorong, protokol kesehatan harus ketat. Itu untuk meyakinkan wisatawan (yang akan datang) aman.
”Sementara kasus di Lombok masih terus meningkat. Oleh karena itu, rasa aman tersebut perlu dibangun. Misalnya bagaimana masyarakat bisa disiplin menerapkan protokol kesehatan, ke mana-mana pakai masker. Hal itu butuh kerja sama semua pihak,” kata Firmansyah.
Pemerintah Provinsi NTB sendiri telah menyusun Prosedur Standar Operasi Kelaziman Baru Berbasis Kebersihan, Kesehatan, dan Keamanan/CHS (Cleanliness, Health, and Safety) Destinasi Lombok Sumbawa.
Baca juga : NTB Hati-hati Buka Obyek Wisata
”SOP ini sebagai pedoman pekerja dan pelaku industri pariwisata dalam mengelola kegiatan berdasarkan protokol Covid-19 berbasis CHS. Sehingga tetap bisa bertahan hidup secara normal di tengah pandemi yang belum reda,” kata Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal.

Pemeriksaan suhu tubuh bagi penumpang yang akan menaiki kapal penyeberangan umum di Pelabuhan Bangsal, Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Jumat (31/7/2020).
Kebersihan destinasi lebih ditekankan pada disiplin dan komitmen semua pihak, mulai dari pemerintah, industri, komunitas, dan pengunjung, untuk memastikan kebersihan destinasi. Termasuk di dalamnya ketersediaan fasilitas kebersihan yang memadai dan disinfektanisasi, toilet yang bersih dan sehat, bebas sampah, serta tenaga kebersihan rutin.
Sementara kesehatan, kata Faozal, ditekankan pada ketersediaan klinik, memiliki sertifikat kesehatan yang valid, menyediakan pemeriksaan suhu tubuh, serta fasilitas cuci tangan. Selain itu, ada juga masker gratis, cairan pencuci tangan, dan disinfektanisasi rutin.
”Adapun untuk keamanan, lebih ke penerapan jaga jarak, kontrol sosial, kemudian ketersediaan lampu jalan dan penunjuk jalan, serta penegakan hukum,” kata Faozal.
Menurut Faozal, prinsip itu berlaku untuk semua sektor terkait, mulai dari bandara dan pelabuhan laut, sarana transportasi laut, darat, dan udara, hingga destinasi wisata prioritas. Termasuk sarana akomodasi dan rumah makan, pekerja pariwisata, dan polisi pariwisata.

Pengunjung berjalan-jalan di kawasan Pantai Kuta Mandalika, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Selasa (14/7/2020).
Khusus pekerja pariwisata, mereka harus memiliki sertifikat kesehatan yang resmi, juga tetap mengenakan masker atau alat pelindung diri yang standar. Termasuk mengenakan sarung tangan plastik, menerapkan jaga jarak, dan harus mengikuti pelatihan SOP setelah Covid-19.
Setelah dipukul berkali-kali, oleh gempa dan kini pandemi, peluang pariwisata Lombok, termasuk Senggigi, untuk bangkit kembali tetap ada. Sekarang, tinggal bagaimana kita bergerak bersama-sama. Tidak hanya gotong royong bersih-bersih, tetapi juga menerapkan protokol kesehatan.