Setahun Tak Beraktivitas, Sinabung Tiga Kali Meletus
Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan setelah tiga kali erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Sabtu (8/8/2020). Letusan yang terjadi setelah lebih dari setahun itu memuntahkan hujan abu pekat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan setelah tiga kali erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Sabtu (8/8/2020). Letusan yang terjadi setelah lebih dari setahun itu memuntahkan hujan abu pekat. Masyarakat diminta tetap mematuhi larangan masuk zona merah karena erupsi dan awan panas guguran bisa terjadi lagi.
”Karakter Gunung Sinabung sulit diprediksi. Sering sekali erupsi atau awan panas terjadi dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda aktivitas lain,” ujar pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Armen Putra.
Armen mengatakan, Gunung Sinabung awalnya erupsi dengan mengeluarkan kolom abu setinggi 2.000 meter pada Sabtu pukul 01.58. Erupsi kembali terjadi pada pukul 17.18 dan 18.00 dengan tinggi kolom abu masing-masing 1.000 meter. Abu berembus ke arah timur sehingga memapar tiga kecamatan di Kabupaten Karo, yakni Namanteran, Merdeka, dan Berastagi.
Dampak paling parah terjadi di Namanteran. Abu menumpuk di jalan, ladang, dan atap rumah warga dengan ketebalan lebih dari 2 sentimeter. Warga pun lebih sering beraktivitas di rumah untuk menghindari abu vulkanis yang pekat.
Karakter Gunung Sinabung sulit diprediksi. Sering sekali erupsi atau awan panas terjadi dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda aktivitas lain.
Armen mengatakan, Sinabung terakhir kali meletus pada 9 Juni 2019 dengan tinggi kolom abu 7.000 meter. Letusan itu terjadi setelah status Gunung Sinabung diturunkan dari Awas menjadi Siaga pada 20 Mei 2019.
Setelah itu, aktivitas vulkanis Sinabung menurun. Hampir tidak ada aktivitas kegempaan ataupun pertumbuhan kubah lava. ”Kegempaan baru terpantau pada Jumat dan Sabtu dini hari langsung terjadi letusan,” ucap Armen.
Selain erupsi dan awan panas, bahaya lain dari Sinabung ialah guguran lava pijar, jatuhan material vulkanis berupa batuan kecil, gas beracun, dan hujan abu pekat. Di lereng gunung juga terdapat material hasil erupsi yang bisa meluncur menjadi lahar hujan saat hujan mengguyur. ”Bahaya itu dapat dihindari jika masyarakat tidak masuk ke zona merah dan menjauhi aliran sungai saat hujan deras turun,” kata Armen.
Zona merah Gunung Sinabung mencakup radius 3 kilometer dari puncak gunung. Khusus sektor timur-utara zona merah diperluas hingga radius 4 kilometer dan selatan-timur hingga radius 5 kilometer karena merupakan jalur awan panas guguran.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanael Peranginangin mengatakan, pihaknya fokus menangani dampak hujan abu vulkanis. ”Kami mengerahkan mobil pemadam kebakaran dan kendaraan taktis water cannon kepolisian untuk membersihkan abu vulkanis yang menumpuk di jalan. Kami juga membagikan masker kepada warga,” ucapnya.
Aktivitas warga pun terganggu karena abu pekat. Setiap ada kendaraan yang melintas di jalan, abu kembali beterbangan. Warga pun memakai payung dan masker untuk mengurangi dampak paparan abu.
Natanael menyebutkan, ladang pertanian warga juga rusak terpapar abu vulkanis Sinabung. Banyak tanaman yang rusak parah hingga gagal panen karena terpapar abu vulkanis. Sebagian hanya rusak ringan hingga sedang sehingga masih bisa diselamatkan.
Kepala Desa Gamber, Gemuk Sitepu, mengatakan, sebagian besar warga memilih tetap berada di rumah untuk menghindari paparan abu vulkanis yang sangat pekat. Warga pun hanya keluar rumah untuk keperluan mendesak. Namun, sebagian warga segera membersihkan atap rumah dari abu agar atap tidak rusak.