Permintaan Pot Gerabah di Purwakarta Justru Menggeliat Selama Pandemi
Pelaku usaha gerabah di Plered, Purwakarta, Jawa Barat, justru kebanjiran pesanan pot tanaman selama pandemi. Akan tetapi, banyaknya permintaan belum bisa terpenuhi karena kapasitas produksi masih terbatas.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha gerabah di Plered, Purwakarta, Jawa Barat, kebanjiran pesanan pot tanaman selama pandemi. Munculnya kembali hobi menanam di rumah akibat keterbatasan ruang gerak warga diyakini jadi pemicu. Namun, karena keterbatasan kapasitas produksi, banyak permintaan konsumen tidak bisa dipenuhi.
Tumpukan pot tanaman menghiasi bagian depan beberapa toko keramik di Jalan Raya Anjun-Plered, Purwakarta, Jumat (7/8/2020) siang. Sebagian pot bukan pajangan. Banyak di antaranya sudah dipesan dan menunggu dikirimkan kepada konsumen.
Pemilik usaha gerabah di Desa Anjun, Kecamatan Plered, Yati (53), kewalahan memenuhi permintaan pot tanaman. Telepon genggamnya terus berbunyi. Beberapa pelanggan mendesaknya segera mengirimkan pot tanaman yang sudah jadi ke tempat tujuan. ”Ini semua (pelanggan) minta diprioritaskan. Bahkan, sampai ada yang datang ke sini untuk mengecek apakah barang pesanannya sudah jadi atau belum,” katanya.
Sejak awal Juni 2020, permintaan terus meningkat hingga dua kali lipat dari kapasitas produksi 480 buah per minggu. Tak mudah untuk meningkatkan produksi. Jumlah perajinnya terbatas dan pembuatannya membutuhkan waktu. Setiap lio atau tempat produksi memiliki standar pembuatan berbeda.
Tahun ini, pot yang tengah diminati adalah berwarna terakota atau khas tanah liat Plered. Harganya Rp 15.000-Rp 150.000 per biji sesuai ukuran. Semakin banyak barang yang dibeli, harga yang diberikan perajin pot bisa lebih murah.
”Pilihan konsumen jatuh ke model lama. Ingin back to nature (kembali ke alam),” kata Yati.
Banyak pembeli dari luar kota mampir ke toko keramik Yati. Bahkan, ada seorang pembeli asal Tangerang yang sudah menunggu di depan tokonya sejak subuh. Tujuannya membeli pot tanaman berbagai ukuran. Ia tidak menyangka tokonya ramai didatangi para pembeli dari luar kota.
”Mereka mau memborong stok yang ada, tetapi tidak boleh. Biar pembeli yang lain juga kebagian atuh, kasihan sudah jauh-jauh ke sini,” kata Yati sambil geleng-geleng kepala.
Hal senada dikatakan Neni (32), pemilik usaha gerabah lainnya. Omzetnya meningkat hingga 10 kali lipat karena penjualan pot tanaman sejak awal Juni 2020. ”Sebelum pandemi, pesanan hanya satu kontainer. Sekarang menjadi tiga kontainer. Semua rebutan ingin mendapatkan barang, tetapi yang buatnya tidak ada,” ucapnya.
Berdasarkan data UPTD Pengembangan Sentra Keramik Dinas Perindustrian dan Perdagangan Purwakarta, jumlah tenaga kerja sektor ini terus menurun. Pada 2014-2016 jumlah tenaga kerja 3.000 orang. Setahun kemudian, turun menjadi 2.560 orang dan tinggal 2.406 orang pada 2018.
Hal itu diikuti dengan penurunan pemilik usaha, dari 268 unit tahun 2014 menurun jadi 205 unit tahun 2018. Di tahun ini, hanya tersisa 157 pemilik usaha.
Sebelum pandemi, pesanan hanya satu kontainer. Sekarang jadi tiga kontainer. Semua rebutan ingin mendapatkan barang, tetapi yang buatnya tidak ada
Kepala UPTD Pengembangan Sentra Keramik Plered Mumun Maemunah mengatakan, pot tanaman sangat diminati konsumen. Dia mencatat, dari 157 unit usaha gerabah di Plered, sekitar 90 persen melayani permintaan pot tanaman.
Kepala Bidang Usaha Kecil Menengah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Purwakarta Ahmad Nizar mengatakan, pihaknya akan terus mendorong pelatihan bagi warga. Ia berencana bekerja sama dengan perguruan tinggi terkait analisis usaha keramik. Integrasi kuat dari hulu hingga ke hilir akan menjadi kuncinya.
”Kemampuan organisasi dan manajemen usaha para perajin serta sikap wirausaha yang baik perlu ditingkatkan supaya generasi penerus bisa tercipta dan usaha keramik ini tetap berkesinambungan,” ucap Nizar.