Bank Indonesia Maluku Ajak Semua Pihak Bersatu Bangkitkan Ekonomi
Ekonomi Maluku pada triwulan II-2020 tumbuh minus 0,92. Meski demikian, kondisi ini lebih baik dibandingkan dengan pada saat konflik dua dasawarsa lalu, di mana ekonomi Maluku minus 26.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kepala Perwakilan Bank Indonesia Maluku Noviarsano Manullang mengajak semua pihak di Maluku agar bersatu menggairahkan kembali perekonomian di daerah itu. Pada triwulan II-2020 ini ekonomi Maluku minus 0,92 akibat pandemi Covid-19. Ia meyakini, Maluku yang pernah mengalami pertumbuhan ekonomi minus 26 pada saat konflik dulu dapat segera pulih.
Noviarsano di Ambon pada Jumat (7/8/2020) memaparkan, peluang untuk bangkit sangat terbuka jika belanja pemerintah daerah dimaksimalkan bukan hanya pada sektor kesehatan. Begitu pula dunia usaha bangkit lewat inovasi di tengah pandemi, sementara masyarakat diharapkan tetap mematuhi arahan dan imbauan pemerintah. ”Kalau semua ini berjalan, daya beli juga akan meningkat, ekonomi akan tumbuh,” ujarnya.
Sebagaimana data Badan Pusat Statistik Maluku, pertumbuhan ekonomi Maluku dalam triwulan II tahun ini minus 0,92 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Sektor yang mengalami kontraksi tertinggi adalah usaha transportasi dan pergudangan, yakni 17,97 persen. Selanjutnya, diikuti penyediaan akomodasi dan makan minum 11,88 persen.
Dalam catatan Kompas, pertumbuhan ekonomi minus 0,92 ini masih lebih baik dibandingkan dengan pada saat Maluku dilanda konflik sosial bernuansa agama pada 1999 dan berlangsung hingga sekitar empat tahun kemudian. Saat itu pertumbuhan ekonomi anjlok hingga minus 26. Kemudian, ekonomi Maluku bangkit hingga beberapa kali di atas rata-rata nasional.
Menurut Noviarsano, semangat itu harus digelorakan kembali lewat sejumlah aksi nyata. Bank Indonesia Maluku bersama Pemerintah Kota Ambon memberdayakan masyarakat untuk budidaya sayuran hidroponik di 13 lorong selama masa pandemik. Selain itu, bersama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku juga memberikan bantuan bagi nelayan berupa alat tangkap dan perahu motor. Total enam kelompok nelayan.
Tak hanya terlibat dalam perencanaan dan dukungan fasilitas, BI Maluku juga ikut membantu pada saat pemasaran. Sayuran hidroponik dijual ke sejumlah supermarket serta hasil tangkapan nelayan didistribusikan ke sejumlah warung makan. Saat ini, supermarket dan warung makan di Ambon sudah mulai beroperasi lebih lama setelah pembatasan beberapa waktu lalu.
Kalangan bawah
Menurunnya daya beli itu disebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Sementara bantuan yang diberikan pemerintah belum cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka tetap bekerja dengan berbagai risiko, termasuk tertular Covid-19. ”Kalau hanya tinggal di dalam rumah, tidak mungkin. Kami harus tetap kerja meski dengan risiko,” kata La Jamal (31), pengayuh becak.
Sebelum pandemi Covid-19, dalam satu hari ia bisa mendapatkan pemasukan hingga Rp 150.000 per hari. Saat ini, pemasukan paling banyak Rp 50.000. Selain mengangkut penumpang, pengayuh becah biasanya mengangkut barang belanjaan bagi warung makan. Saat ini banyak warung ditutup karena pemiliknya kehabisan modal.
Kalau hanya tinggal di dalam rumah, tidak mungkin. Kami harus tetap kerja meski dengan risiko.
Jamal tinggal di indekos dengan harga sewa Rp 500.000 per bulan. Sudah dua bulan ia belum melunasi sewa kos. Beruntung tuan kos memberikan kelunakan kepada mereka. Untuk makan, ia mengirit. Selama masa pandemi, ia tidak mengirim uang untuk keluarganya di Sulawesi Tenggara. Jamal sendiri tidak mendapatkan bantuan.
Berdasarkan pantauan Kompas di kompleks Karang Panjang Bawah, sejumlah kamar indekos kosong. Kamar indekos itu ditempati buruh serabutan. Mereka memilih pulang kampung. Ada yang membayar sewa kos lunas dan ada yang membayar sebagian. Ada pula yang lari pada malam hari. ”Saya terpaksa lari karena tidak ada uang,” kata Taufiq, sopir angkutan kota. Ia keluar diam-diam pada malam hari.