Waspadai Ancaman Gelombang Tinggi di Pantai Selatan Jawa
Tujuh wisatawan hilang terseret ombak tinggi di Pantai Goa Cemara, Bantul, Kamis (6/8/2020). Masyarakat diminta mewaspadai ancaman gelombang tinggi di Pantai Selatan Jawa, Kabupaten Bantul, DIY.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Masyarakat diminta mewaspadai ancaman gelombang tinggi di destinasi wisata Pantai Selatan Jawa di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Peringatan itu disampaikan setelah tujuh wisatawan terseret arus ombak secara mendadak saat bermain di Pantai Goa Cemara di Kabupaten Bantul, Kamis (6/8/2020) sekitar pukul 09.30.
Selain itu, kesiapsiagaan pengawas perlu ditingkatkan agar aktivitas wisata tidak memakan korban jiwa. Wisatawan juga hendaknya sadar tidak mendekati titik berbahaya.
”Yang jadi catatan dari peristiwa ini, semua elemen harus meningkatkan kesiagaan. Sudah didirikan Pos Pelayanan Terpadu yang tujuannya memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi wisatawan,” kata Bupati Bantul Suharsono di Pantai Goa Cemara, Bantul, Kamis.
Para korban merupakan bagian dari rombongan dua keluarga asal Kabupaten Sleman yang tengah berekreasi. Jumlah rombongan sedikitnya 13 orang.
Dua orang korban dievakuasi terlebih dahulu, yakni Uli Nur (28) dan Ahmad Nur Fauzi (30). Namun, mereka dinyatakan meninggal saat dilarikan ke puskesmas terdekat. Sementara itu, lima korban lainnya masih dalam pencarian hingga Kamis petang.
Koordinator SAR Pelindung Masyarakat Wilayah IV Samas- Pandansimo, Dwi Rias Pamuji, mengatakan, sejak satu bulan yang lalu, terjadi fenomena gelombang tinggi dan angin kencang di pantai tersebut. Ketinggian gelombang bisa mencapai 2,5 meter hingga 4 meter. Untuk itu, wisatawan selalu diingatkan agar tidak bermain terlalu dekat dengan bibir pantai.
Menurut Dwi, para wisatawan itu kurang menghiraukan peringatan dari petugas. ”Anggota kami yang bertugas sudah mengimbau agar tidak bermain terlalu dekat dengan air,” kata Dwi.
Dwi menambahkan, fenomena gelombang tinggi menjadi semakin mengancam keselamatan mengingat adanya palung di pantai tersebut. Dikhawatirkan, jika sewaktu-waktu ada sapuan ombak tinggi, korban yang terkena sapuan tersebut bisa langsung terseret oleh arus bawah air yang kuat. Kondisi itu sangat membahayakan keselamatan.
Dihubungi terpisah, Kepala Stasiun Klimatologi Yogyakarta Reni Kraningtyas, mengatakan, saat ini, memang masih terjadi gelombang tinggi sekitar 2,5 meter hingga 4 meter di Pantai Selatan Jawa. Kecepatan angin yang menyebabkan terjadinya gelombang tinggi tersebut antara 30-60 kilometer per jam.
“Ada perbedaan udara yang signifikan antara pusat tekanan udara tinggi 1030 milibar (mb) di Samudera Hindia sebelah barat Australia, dengan pusat tekanan udara rendah di perairan sebelah barat Sumatera sebesar 1006 mb. Ini mengakibatkan kecepatan angin meningkat sehingga terjadi gelombang tinggi,” kata Reni.
Tinggi gelombang maksimal bisa mencapai 5 meter, pada 12 Agustus 2020. (Reni Kraningtyas)
Reni menambahkan, ancaman gelombang tinggi diperkirakan masih akan terjadi hingga lima hari ke depan. Bahkan, tinggi gelombang maksimal bisa mencapai 5 meter, pada 12 Agustus 2020.
Standar keamanan rendah
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Bantul, Ajun Komisaris Besar, Wachyu Tri Budi Sulistiyono, menyampaikan, dari hasil pemeriksaan sementara, standar keamanan dan keselamatan wisatawan masih cukup rendah di pantai tersebut. Tidak ada papan tanda peringatan bagi wisatawan agar tidak bermain terlalu dekat dengan air. Lalu, pengeras suara yang dipasang untuk memberikan peringatan juga hanya dioperasikan saat akhir pekan.
Standar keamanan dan keselamatan wisatawan masih cukup rendah di pantai tersebut. (Wachyu Tri Budi Sulistiyono)
“Minim sekali sarana dan prasarana untuk keselamatan pengunjung. Walaupun ada Tim SAR, jumlahnya juga sangat terbatas. Imbauan-imbauan juga hanya pada hari libur saja. Hari-hari biasa ini cenderung agak longgar dari segi pengamanan pengunjung,” kata Wachyu.
Wachyu menambahkan, peristiwa itu perlu dievaluasi bersama. Wisatawan perlu diberikan layanan keamanan yang terjamin. Pengelola hendaknya selalu memberikan imbauan tentang ancaman keselamatan yang berpotensi dialami wisatawan. Di sisi lain, wisatawan juga harus punya kesadaran tentang risiko keselamatan yang ada di sekitarnya saat sedang berekreasi.
Menanggapi tidak adanya papan peringatan, Dwi mengatakan, terkait papan peringatan, pihaknya sebenarnya sudah memasang. Hanya saja sempat terjadi gelombang tinggi yang turut menghancurkan papan peringatan itu, dua pekan lalu. Ia belum sempat membuat papan peringatan penggantinya.
Dwi menambahkan, pihaknya mengakui bahwa jumlah petugas sangat terbatas. Di hari-hari biasa, hanya ada tiga petugas yang berpatroli di pantai tersebut. Jumlah petugas baru ditambah hingga tujuh orang mengikuti banyaknya jumlah wisatawan yang datang, pada akhir pekan.
Korban dimakamkan
Dua korban kecelakaan laut di Pantai Gua Cemara, yakni Uli Nur (28) dan Ahmad Nur (30), yang sudah ditemukan dimakamkan di Dusun Krakitan, Desa Sucen, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pemakaman dilakukan di Magelang karena keluarga besar kedua korban berasal dari wilayah tersebut.
Berdasarkan pantauan Kompas, jenazah Uli diberangkatkan dari rumah duka di Dusun Glagahombo, Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, DIY, pada Kamis sekitar pukul 15.45. Jenazah diberangkatkan dengan mobil ambulans dan dilepas oleh para tetangga yang tinggal di sekitar rumah duka.
”Tadi setelah jenazah tiba di rumah duka, langsung disucikan dan kemudian diberangkatkan untuk dimakamkan di tempat keluarga di Krakitan, Magelang,” kata Kepala Dusun Glagahombo, Basyori, di rumah duka.
Basyori menambahkan, jenazah Ahmad Nur juga akan dimakamkan di wilayah Krakitan, Magelang. Hal ini karena Ahmad dan Uli merupakan kakak-beradik. Namun, selama ini, Ahmad tinggal di rumah berbeda yang berlokasi di Dusun Ngentak, Desa Pondokrejo. ”Keduanya ini kakak-beradik,” katanya.
Sementara itu, Uli tinggal di Dusun Glagahombo bersama suaminya, Joko Widodo (30), serta empat anaknya. Joko dan tiga anaknya ikut menjadi korban dalam kecelakaan laut di Pantai Goa Cemara. Hingga Kamis sore, Joko dan tiga anaknya belum ditemukan.
Salah seorang tetangga korban, Suryadi (43), mengatakan, Joko dikenal sebagai sosok yang baik dan kerap mengikuti kegiatan keagamaan di wilayah sekitarnya. Menurut Suryadi, dirinya terakhir kali bertemu dengan Joko saat Hari Raya Idul Adha pada Jumat (31/7/2020). Saat itu, Joko ikut memberi hewan kurban berupa satu ekor kambing di masjid dekat rumahnya.
”Saya terakhir ketemu dengan beliau pas penyembelihan hewan kurban. Saat itu, beliau datang bersama istri dan anaknya yang nomor satu dan nomor dua. Penyembelihan kurbannya, kan, di depan rumah saya,” ujar Suryadi.
Suryadi menambahkan, Joko juga dikenal sebagai sosok yang dermawan. Bahkan, beberapa tahun lalu, Suryadi ikut menyumbang untuk pembangunan masjid di dekat rumahnya. ”Dulu pas pembangunan masjid kan ada kekurangan keramik, tiba-tiba keramik datang. Pas kurang lampu, tiba-tiba lampung datang. Itu sumbangan dari beliau,” katanya.