UMKM Mesti Bertahan dengan Inovasi dan Pemasaran Daring
Meski di masa pandemi, para pelaku UMKM tetap harus berinovasi dan mengembangkan usaha. Mereka harus terus berkreasi dan mencoba melakukan pemasaran secara daring.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pemerintah memberikan bantuan dana untuk pemulihan ekonomi nasional, termasuk bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Namun, pelaku UMKM tetap didorong mandiri dan terus bergerak serta melakukan inovasi agar tetap bisa tetap eksis di tengah pandemi Covid-19.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki mengatakan, di tengah situasi pandemi, pelaku usaha bisa tetap eksis, bahkan mengembangkan usaha dengan melakukan strategi tertentu seperti melakukan inovasi, adaptasi produk, dan pemasaran daring.
”Pemasaran daring ini sepatutnya dilakukan sebagai bentuk adaptasi, mengikuti peningkatan tren belanja daring. Karena sebagian besar masyarakat saat ini enggan bepergian,” jelas Teten dalam paparannya pada acara pembukaan peningkatan sumber daya manusia UMKM melalui pelatihan terpadu di Hotel Atria, Kota Magelang, Jawa Tengah, Kamis (6/8/2020).
Dalam hal ini, pelaku usaha pun diyakini tidak akan kesulitan karena pasar dalam negeri sudah sangat siap menerima sistem pemasaran tersebut. Menurut Teten, sekitar 97 persen wilayah Indonesia sudah mampu diakses e-commerce. Oleh karena itu, pelaku UMKM tidak perlu ragu karena pangsa pasar yang tersedia sangat luas.
Saat ini, secara keseluruhan terdata 68 juta UMKM di seluruh Indonesia. Namun, dari jumlah tersebut, persentase pelaku UMKM yang sudah melakukan pemasaran secara daring baru sekitar 13 persen.
Selain itu, lanjut Teten, cara lain yang bisa ditempuh untuk bisa bertahan di tengah gelombang krisis ekonomi akibat pandemi adalah dengan cara melakukan adaptasi dan inovasi dalam pengembangan produk. Dalam hal ini, sejumlah pelaku usaha sudah berhasil melakukannya.
Beberapa pelaku usaha batik, yang semula memproduksi baju-baju formal misalnya, kini mulai beralih memproduksi baju-baju rumah dan pakaian olahraga. Sementara restoran dan rumah makan, yang semula mengalami penurunan omzet karena banyak orang memilih makan di rumah, beralih memroduksi makanan setengah jadi yang bisa dimasak dan dikonsumsi di rumah.
Cara lain yang bisa ditempuh untuk bisa bertahan di tengah gelombang krisis ekonomi akibat pandemi adalah dengan cara melakukan adaptasi dan inovasi dalam pengembangan produk.
Hal ini sepatutnya dicoba pelaku usaha lain. Menurut Teten, berbagai upaya adaptasi ini terbukti bisa menaikkan omzet UMKM di tengah pandemi. Dia mengakui, situasi pandemi memukul usaha di semua sektor. Pelaku usaha yang paling terguncang di sektor pakaian. Bahkan, lebih dari 70 persen di antaranya mengalami penurunan omzet signifikan dan hampir kolaps.
Namun sebaliknya, usaha yang menghasilkan pangan, seperti di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, justru meningkat sekitar 16 persen. Teten melanjutkan, pemerintah memang mengalokasikan bantuan dana Rp 124 triliun untuk pelaku UMKM.
Bantuan tersebut diwujudkan dalam bentuk restrukturisasi utang, subsidi pajak, dan subsidi kredit. Di luar itu, pemerintah juga mengalokasikan Rp 28,8 triliun yang akan diberikan sebagai hibah modal kerja bagi 12 juta pelaku usaha mikro dan ultra mikro.
Kendati demikian, Teten mengingatkan, berapa pun jumlah dana yang sudah dialokasikan, hal itu tetap tidak akan mampu memulihkan ekonomi dalam waktu singkat. Pasalnya, segala aktivitas masih bergantung pada perkembangan kasus Covid-19.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Magelang Basirul Hakim mengatakan, di wilayahnya, pandemi memukul sektor UMKM, terutama di sektor pariwisata.
”Karena sama sekali tidak ada wisatawan, sejak Maret-Juni lalu, rata-rata pelaku usaha di sektor wisata pun berhenti menjalankan usaha,” ujarnya.
Seiring dengan aktivitas wisata yang mulai menggeliat dan wisatawan yang mulai berdatangan sejak akhir Juli lalu, para pelaku UMKM kembali menjalankan usaha.