Polemik Bakal Makam Sunda Wiwitan, Para Pihak Sepakat Bermediasi
Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan sepakat melakukan mediasi untuk menyelesaikan polemik bakal makam sesepuh Sunda Wiwitan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, dan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan sepakat bermediasi untuk menyelesaikan polemik bakal makam sesepuh Sunda Wiwitan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan turut berperan sebagai mediator.
”Pihak Paseban (Sunda Wiwitan) dan Pemkab Kuningan bersedia mediasi. Harapannya, kasus selesai dan situasi keamanan terjaga. Kami menawarkan mediasi hak asasi manusia,” kata komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, saat bertemu Bupati Kuningan Acep Purnama, Kamis (6/8/2020), di Kuningan.
Kedatangan Komnas HAM untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat Akur Sunda Wiwitan terkait penyegelan bakal makam sesepuhnya, Pangeran Djatikusumah (88), dan istrinya, Ratu Emalia Wigarningsih (78). Penyegelan di Blok Curug Go’ong, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Senin (20/7/2020), itu disaksikan sejumlah organisasi kemasyarakatan.
Penyegelan menggunakan pita oranye Satpol PP Kuningan tersebut diduga karena tugu makam tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Ini sesuai Perda Nomor 13 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan IMB. Pihak Sunda Wiwitan telah berupaya mengurus berbagai administrasi IMB untuk mendirikan makam di tanahnya sendiri, tetapi dipersulit mulai dari tingkat kelurahan hingga dinas (Kompas, 30/7/2020).
Beka meminta semua pihak menahan diri dan mencari jalan keluarnya dalam mediasi. Apalagi, kedua pihak telah menempuh langkah positif dengan bertemu dua kali. Adapun mediasi paling cepat digelar minggu ketiga Agustus. ”Namun, tempat dan waktunya tergantung kesiapan Pemkab Kuningan dan masyarakat Akur Sunda Wiwitan,” ucapnya.
Komnas HAM juga telah mengirim surat dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kepolisian Resor Kuningan untuk mengawal polemik tersebut. ”Kami meminta pendapat berbagai pihak terkait kasus ini. Untuk kepolisian, kami harap bisa menjaga keamanan,” ungkapnya.
Kami meminta pendapat berbagai pihak terkait kasus ini. Untuk kepolisian, kami harap bisa menjaga keamanan. (Beka Ulung Hapsara)
Bupati Kuningan Acep Purnama sepakat, polemik pembangunan makam sesepuh Sunda Wiwitan harus diselesaikan dengan komunikasi. ”Kalau kemarin, kami semuanya sulit berkomunikasi. Sekarang, komunikasi lancar antara saya dan Paseban dan antara saya dan pihak yang keberatan (pembangunan makam),” ungkapnya.
Sebagai bupati, Acep Purnama mengakui tidak mungkin bisa membahagiakan semua pihak. ”Dan saya mohon maaf. Jangan sampai ada pemikiran, saya sebagai kepala daerah dan pribadi ada pemikiran diskriminatif, intoleran. Itu jauh, tidak ada dalam benak saya,” kata Acep.
Perwakilan masyarakat Akur Sunda Wiwitan, Djuwita Djatikusumah Putri, menyambut baik rencana mediasi tersebut. ”Yang terpenting, persoalan ini harus sesuai duduk perkaranya, yakni bagaimana mengembangkan toleransi. Semua harus berdamai dengan dirinya sendiri bahwa kita hidup di tanah Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
Djuwita menuturkan, pembangunan makam yang merupakan bentuk ekspresi atau pengamalan beragama, kepercayaan, atau berkeyakinan telah dilindungi Undang-Undang Dasar 1945. Dengan menegakkan konstitusi, lanjutnya, tidak akan ada gangguan kondusivitas.
Pihaknya juga berharap, Pemkab Kuningan dapat melepas segel di tugu makam tersebut. Segel itu melingkar pada dua tempat persemayaman dan batu besar setinggi 2 meter di bagian atasnya. ”Bagi orang lain, segel itu mungkin tidak apa-apa. Namun, bagi kami secara psikis sangat prihatin,” ucapnya.