Kasus Covid-19 Melonjak, Sumbar Dinilai Lemah dalam Pencegahan
Meskipun memiliki laboratorium mumpuni dalam pemeriksaan sampel, Sumatera Barat dinilai lemah dalam pencegahan penularan Covid-19. Tambahan signifikan kasus positif Covid-19 di Sumbar terus terjadi setelah Idul Adha.
Oleh
YOLA SASTRA
·6 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Pengunjung tanpa menggunakan masker lewat di Pasar Raya Padang, tempat yang pernah menjadi kluster terbesar penularan Covid-19 di Sumatera Barat, Kamis (6/8/2020) sore. Pada masa normal baru, sebagian masyarakat kembali abai terhadap penerapan protokol kesehatan.
PADANG, KOMPAS — Tambahan signifikan kasus positif Covid-19 di Sumatera Barat masih terjadi setelah lonjakan kasus pada momen Idul Adha lalu. Meskipun memiliki laboratorium mumpuni dalam pemeriksaan sampel, Sumbar dinilai lemah dalam pencegahan penularan Covid-19 pada masa normal baru.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Kamis (6/8/2020), melaporkan, kasus positif Covid-19 di Sumbar bertambah 32 orang dari 1.986 sampel yang diperiksa. Rinciannya, 11 orang dari Padang, 6 orang dari Solok (kota), 2 orang dari Solok (kabupaten), 7 orang dari Agam, dan 6 orang dari Sawahlunto.
Lonjakan kasus sudah terjadi sejak Rabu (29/7/2020) pekan lalu, dengan penambahan 17 kasus. Sehari setelahnya pada Kamis, ada penambahan 16 kasus. Puncaknya, pada Idul Adha, Jumat, tambahan kasus positif Covid-19 mencapai 41 orang, satu orang di antaranya meninggal. Tambahan kasus itu melampaui kasus tertinggi sebelumnya pada, Minggu (24/5/2020), atau saat Idul Fitri, yakni 35 orang terkonfirmasi positif Covid-19.
Selama Agustus, penambahan kasus terjadi antara 9 kasus hingga 32 kasus per hari. Adapun total sejak 26 Maret 2020, kasus positif Covid-19 di Sumbar mencapai 1.038 orang. Sebanyak 34 orang meninggal, 95 orang masih dirawat di rumah sakit, 78 orang isolasi mandiri, 44 orang isolasi di tempat karantina pemda, dan 787 orang sembuh.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal, menjelaskan, lonjakan kasus Covid-19 dipicu kasus impor yang kemudian menyebabkan transmisi lokal. Untuk tambahan kasus pada Kamis ini, misalnya, sebagian besar dari 32 orang positif Covid-19 merupakan hasil pelacakan kontak erat dari kasus impor.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Pedagang mengikuti pengambilan tes usap (swab) hidung massal di lantai IV Mal Pelayanan Publik Kota Padang, Pasar Raya Padang, Padang, Sumatera Barat, Kamis (21/5/2020).
Untuk memutus mata rantai penularan Covid-19, lanjut Jasman, petugas kesehatan melakukan penelusuran dan pelacakan kasus dengan didukung Laboratorium Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan Laboratorium Veteriner Bukittinggi. Survei terhadap kabupaten/kota yang dianggap bebas Covid-19 juga dilakukan secara acak dan berkala.
”Sumbar punya kekuatan laboratorium untuk memeriksa sampel hasil tracing dan tracking serta survei di daerah dianggap zona secara hijau acak dan berkala,” kata Jasman. Adapun untuk mengantisipasi kasus impor, Pemprov Sumbar sudah mengeluarkan kebijakan agar semua aparatur pemerintah, termasuk ASN, pegawai BUMN, BUMD, TNI, Polri, dan DPRD, ketika masuk ke Sumbar.
Hingga Kamis, jumlah spesimen yang telah diperiksa di Sumbar mencapai 76.502 spesimen dengan jumlah orang yang diperiksa mencapai 66.894 orang. Persentase kasus positif pada jumlah orang yang diperiksa mencapai 1,55 persen.
Kompas
Positivity Rate Trend in Covid-19 Case
Lemahnya pencegahan
Secara terpisah, epidemiolog Universitas Andalas, Defriman Djafri, berpendapat, melihat pergerakan data tambahan kasus positif Covid-19 di Sumbar, dapat dikatakan sedang terjadi gelombang kedua penularan Covid-19 di Sumbar. Polanya mirip, yaitu kasus melonjak pada momen hari raya.
Polanya mirip, yaitu kasus melonjak pada momen hari raya.
”Awalnya kasus sedikit, lalu puncak, kemudian melandai dan bertahan. Itu kan sudah membuat kurva gelombang. Itu sudah terjadi pada fase pertama dengan puncaknya 35 kasus pada momen Idul Fitri. Setelah itu, melandai sampai masa normal baru. Namun, orang tidak mau menyebut gelombang kedua untuk lonjakan kasus ini,” kata Defriman, yang juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Andalas.
Selain meningkatnya mobilitas masyarakat pada normal baru, lonjakan kasus dipicu pula oleh lemahnya pencegahan. Defriman menilai Pemprov Sumbar lebih mengutamakan pendekatan perawatan (treatment) dengan mengandalkan laboratorium mumpuni dibandingkan pencegahan (preventif). Akhirnya, pertaruhannya adalah pada kecepatan petugas kesehatan berpacu dalam penelusuran dan pelacakan kasus dengan proses penularan.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Pengunjung tanpa menggunakan masker lewat di Pasar Raya Padang, yang pernah menjadi kluster terbesar penularan Covid-19 di Sumatera Barat, Kamis (6/8/2020) sore. Pada masa normal baru, sebagian masyarakat kembali abai terhadap penerapan protokol kesehatan.
Kondisi itu, kata Defriman, terlihat dari sikap pemerintah daerah yang menganggap seolah-olah kegiatan promosi dan edukasi penerapan protokol kesehatan tidak efektif lagi. Sementara di tengah masyarakat terjadi miskomunikasi bahwa normal baru dianggap kembali kepada kehidupan normal sehingga protokol kesehatan kembali diabaikan. Bahkan, juga terjadi antiklimaks di tengah masyarakat yang mulai tidak percaya dengan keberadaan Covid-19.
”Dari perspektif kami di bidang kesehatan masyarakat, mencegah lebih baik daripada terinfeksi (kemudian diisolasi). Sementara itu, kalau perspektif bidang klinis, ya bicara soal perawatan saja, bukan pencegahan. Itu yang keliru menurut kami. Jangan diutamakan perawatan tetapi pencegahan,” ujar Defriman.
Partisipasi masyarakat
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sumbar Pom Harry Satria mengatakan, lonjakan kasus positif Covid-19 ini belum dapat dikatakan gelombang kedua. Sebab, gelombang pertama saja belum jelas kapan puncak dan akhirnya. Dalam kondisi ini, kemampuan pelacakan kasus sangat dibutuhkan untuk memutus rantai penularan.
Pom melanjutkan, saat ini pelayanan kesehatan primer di puskesmas dan rumah sakit untuk pasien Covid-19 masih memadai. Walaupun demikian, jika kasus terus meningkat signifikan, kemampuan tenaga kesehatan, fasilitas, dan dukungan lainnya bakal mencapai titik jenuh sehingga susah mengendalikan Covid-19.
Menurut Pom, pelayanan kesehatan terbagi atas empat bagian, yaitu promotif (promosi dan edukasi), preventif (vaksinasi dan protokol kesehatan), kuratif (pengobatan dan perawatan), dan rehabilitasi (pemulihan). Di antara keempat itu, preventif atau pencegahan masih menjadi kendala besar, termasuk di Sumbar.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Pedagang elektronik melayani pengunjung di Pasar Raya Padang, yang pernah menjadi kluster terbesar penularan Covid-19 di Sumatera Barat, Kamis (6/8/2020) sore. Pada masa normal baru, sebagian masyarakat kembali abai terhadap penerapan protokol kesehatan.
”Preventif sekarang menjadi kunci dan itu butuh partisipasi masyarakat dalam menerapkan 3M (mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak). Kalau orientasinya pengobatan, pada waktunya nanti kita akan sampai pada kondisi keterbatasan. Kami mengharapkan preventif menjadi prioritas,” kata Pom.
Preventif atau pencegahan masih menjadi kendala besar, termasuk di Sumbar.
Pantauan Kompas di Pasar Raya Padang, Kamis sore, penerapan protokol kesehatan di tempat yang pernah menjadi kluster terbesar penularan Covid-19 di Sumbar itu mulai melonggar. Sangat mudah menemukan pedagang ataupun pembeli tidak menggunakan masker dan tidak menerapkan jaga jarak jika dibandingkan pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan dari pemda juga longgar. Jika pada masa PSBB, ada petugas yang melarang masuk orang tidak menggunakan masker ke pasar, saat ini pemandangan itu tidak terlihat lagi. Namun, imbauan melalui pengeras suara agar pedagang dan pembeli menerapkan protokol kesehatan masih terdengar.
Rahmi Jaerman (28), warga Padang Utara, mengatakan, sejak normal baru diterapkan pada 8 Juni di Sumbar, sebagian masyarakat kembali abai terhadap protokol kesehatan. Ketika ke pasar atau tempat keramaian lainnya, Rahmi sering menjumpai masyarakat tidak menggunakan masker dan menjaga jarak. Sejumlah tempat, seperti minimarket, juga tidak lagi memfasilitasi tempat mencuci tangan.
“Sepertinya mereka menganggap normal baru sebagai telah berakhirnya wabah Covid-19. Padahal, maknanya kan hidup dengan sejumlah kebiasaan baru, yang lebih memperhatikan kesehatan diri dan lingkungan. Mungkin ini karena sehabis terkurung, mereka merasa bebas dan jadi lupa diri. Ada pula yang menganggap Covid-19 ini tidak ada, hanya setting-an,” kata Rahmi.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Pedagang lemang melayani pembeli di Pasar Raya Padang, yang pernah menjadi kluster terbesar penularan Covid-19 di Sumatera Barat, Kamis (6/8/2020) sore. Pada masa normal baru, sebagian masyarakat kembali abai terhadap penerapan protokol kesehatan.
Jasman mengatakan, penularan kasus Covid-19 tidak akan hilang sepanjang masyarakat tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan. Apalagi sampai saat ini vaksin ataupun obat Covid-19 belum ditemukan. Ia mengimbau masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan agar angka penularan Covid-19 bisa ditekan.
Menurut Jasman, pengawasan penerapan protokol kesehatan di tengah masyarakat adalah kewenangan pemerintah kabupaten/kota karena pemprov tidak punya wilayah. Ranah pemprov adalah mengadakan regulasi.
Saat ini, Pemprov Sumbar dan DPRD Sumbar sedang menyiapkan peraturan daerah agar pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan bisa lebih ketat dan punya dasar untuk pemberlakuan sanksi hukum. Perda ini juga sejalan dengan peraturan terbaru dari presiden. ”Mudah-mudahan dalam waktu dekat perda bisa selesai,” kata Jasman.