Dokter Residen Berencana Cuti, Kekuatan Tenaga Medis Sulawesi Utara Terancam
Sulawesi Utara terancam kehilangan tenaga ratusan dokter kandidat spesialis Universitas Sam Ratulangi yang kini kesulitan membayar biaya pendidikan akibat pandemi Covid-19.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sulawesi Utara terancam kehilangan tenaga ratusan dokter kandidat spesialis Universitas Sam Ratulangi yang kini kesulitan membayar biaya pendidikan akibat pandemi Covid-19. Mereka berencana mengambil cuti akademik sehingga tidak ikut lagi melayani pasien di rumah sakit.
Dihubungi dari Manado, Kamis (6/8/2020), Koordinator Forum Komunikasi Residen Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (FK Unsrat) dr Jacob Pajan mengatakan, ada 477 dokter peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang aktif kuliah sembari melayani di rumah sakit. Namun, 435 orang di antaranya menyatakan kesulitan membiayai kuliahnya.
”Sekitar 91,2 persen mengikuti survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud untuk menyampaikan keluhan soal biaya kuliah sebesar Rp 24 juta per semester. Kami sudah mendorong agar mendapat keringanan, tetapi universitas belum memberi. Kalau tidak ada kebijakan, kami tidak bisa bayar dan otomatis akan dianggap cuti akademik,” tutur Jacob.
Selain tidak bisa mengikuti pendidikan di semester mendatang, para dokter residen yang tidak membayar biaya operasional pendidikan (BOP) juga tidak dapat menjalankan fungsi pelayanan kesehatan. Namun, Jacob tidak menyebut berapa dokter residen yang akan mengajukan cuti. ”Yang pasti, 435 orang menyatakan kesulitan.” katanya.
Para dokter residen Unsrat tersebar di seluruh wilayah Sulut, bahkan hingga Gorontalo. Mereka melayani sekaligus belajar di RS Umum Pusat Prof dr RD Kandou Manado serta berbagai rumah sakit jejaringnya. Mereka adalah bagian dari 1.525 dokter yang turut menangani pasien dengan Covid-19.
Sebelumnya, forum yang dipimpin Jacob telah menggelar aksi menuntut keringanan BOP pada 21 Juli dan 24 Juli 2020. Namun, semuanya berujung pada jalan buntu. Unsrat tidak bisa menawarkan pemangkasan biaya kuliah. Berstatus badan layanan umum (BLU), Unsrat harus mengikuti aturan kementerian.
Rektorat Unsrat hanya menawarkan penundaan tenggat pembayaran dari 26 Juli menjadi 5 Agustus 2020 dan skema cicilan pembayaran. Terakhir, tenggat diundur lagi sampai 10 Agustus 2020.
Kendati begitu, Jacob menyatakan, forum dokter residen tidak akan mengubah tuntutannya. Ia menjelaskan, mereka tidak dibayar selama belajar sembari memberikan pelayanan di rumah sakit. Kuliah mereka selama ini dibiayai pasangan, orangtua, atau kerabat mereka. Kebutuhan alat pelindung diri pun harus dipenuhi sendiri. Namun, pandemi memangkas pendapatan rumah tangga mereka.
”Kami tidak mengada-ada (kesulitan bayar) sekalipun ada (dokter residen) yang dari keluarga yang mampu. Semua sektor terdampak, data BPS (Badan Pusat Statistik) pun menyatakan demikian,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi Sulut anjlok dari 4,28 persen selama triwulan I-2020 menjadi -3,89 persen pada triwulan II-2020. Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik di BPS Sulut Norman Regar mengatakan, sebagian besar lapangan usaha mengalami kontraksi, paling parah di bidang pariwisata. Lapangan usaha makanan dan minuman bahkan menyusut -50,28 persen akibat pandemi.
Sektor kesehatan pun menyusut sebesar -4,11 persen. Pendapatan domestik regional bruto (PDRB) yang dihasilkan pada triwulan II-2020 adalah Rp 1,22 triliun, turun dari 1,27 triliun pada triwulan sebelumnya.
Di tengah kesulitan membayar BOP, pihak fakultas telah mendaftarkan para dokter residen sebagai penerima insentif penanganan Covid-19 dari pemerintah. Namun, kata Jacob, belum ada dokter residen Unsrat yang menerima insentif itu.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020, dokter residen di rumah sakit berhak mendapatkan insentif maksimal Rp 10 juta per bulan, sedangkan dokter residen di puskesmas Rp 5 juta per bulan. Namun, jumlah itu tidak serta-merta diberikan seluruhnya.
”Insentif Rp 10 juta itu akan dibagi sesuai banyaknya hari saya bertugas dalam sebulan, antara 22-26 hari. Jika ingin dapat penuh Rp 10 juta, saya harus tangani pasien Covid-19 setiap hari. Tapi, kami hampir setiap hari bersentuhan dengan Covid-19 di stase mana pun kami bertugas. Sebab, pasti ada pasien penyakit tertentu yang juga punya Covid-19,” tuturnya.
Di lain pihak, Rektor Unsrat Ellen Joan Kumaat mengatakan, Unsrat dan 15 universitas negeri lainnya yang memiliki FK dan mahasiswa PPDS telah berdialog dengan Ditjen Dikti Kemendikbud untuk menyampaikan tuntutan para dokter residen. Nantinya, Ditjen Dikti akan merespons dengan menerbitkan surat edaran.
Nantinya, surat edaran itu akan menjadi dasar bagi para rektor untuk mengambil kebijakan. Namun, Ellen tidak tahu apakah Kemendikbud akan mengizinkan pemangkasan besaran BOP. ”Saya belum tahu isi surat itu. Kita tunggu saja satu sampai dua hari ke depan,” katanya.
Untuk sementara, Ellen berharap mahasiswa PPDS dapat membayar sedikitnya 10 persen dari UKT, paling lambat Senin (10/8/2020) agar tetap dapat mengikuti kegiatan perkuliahan dan melayani di rumah sakit. ”Yang penting mahasiswa terdaftar aktif lebih dulu, lalu melunasi pembayaran maksimal pada 18 Agustus. Kalau kementerian memperbolehkan peringanan UKT, uangnya pasti kami kembalikan,” kata Ellen.
Sebelumnya, Dekan FK Unsrat Billy Kepel mengatakan, cuti akademik tetap menjadi hak para mahasiswa PPDS. Jika memang tidak sanggup membayar, fakultas mendorong agar mahasiswa segera mengajukan cuti.
Ia juga menyatakan telah mendaftarkan semua mahasiswa PPDS aktif sebagai penerima insentif. ”Tetapi, saya tidak tahu besarannya berapa,” katanya.