Guru Besar Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM Cornelis Lay Berpulang
Guru Besar Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Cornelis Lay mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 61 tahun di Yogyakarta, Rabu (5/8/2020).
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/HARIS FIRDAUS
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Guru Besar Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Cornelis Lay mengembuskan napas terakhir dalam usia 61 tahun di Yogyakarta, Rabu (5/8/2020). Dunia akademis kehilangan salah satu putra terbaiknya yang memiliki kepakaran dalam dua bidang tersebut.
Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menyampaikan, almarhum meninggal pada pukul 04.00 di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Jenazah akan disemayamkan di rumah duka di Perum Cemara Blok F-13, Krodan, RT 013 RW 071 Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY, Rabu ini.
”Besok (Kamis, 6/8/2020) akan diadakan upacara penghormatan terakhir bagi almarhum di Balairung UGM pukul 13.00. Seusai penghormatan terakhir, almarhum akan dimakamkan di makam Keluarga Besar UGM Sawitsari, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY,” kata Iva lewat pesan singkatnya, Rabu pagi.
Cornelis dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM pada Februari 2019. Saat itu, acara pengukuhannya dihadiri sejumlah tokoh nasional, seperti Menteri Dalam Negeri 2014-2019 Tjahjo Kumolo, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Ketenagakerjaan 2014-2019 Hanif Dhakiri, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
Judul pidato Cornelis dalam pengukuhannya sebagai guru besar yakni ”Jalan Ketiga Peran Intelektual, Konvergensi Kekuasaan, dan Kemanusiaan”. Isi dari pidato tersebut agar kaum intelektual Indonesia tidak alergi dengan dunia politik dan kekuasaan. Intelektual perlu bisa berkolaborasi dengan kekuasaan demi mewujudkan kepentingan kemanusiaan. Hubungan dengan penguasa jangan sampai menghilangkan karakter intelektual yang berpikir bebas dan bertindak bijak.
Dalam pidatonya, Cornelis menawarkan jalan ketiga dalam memandang hubungan antara intelektual dan kekuasaan. Jalan ketiga itu adalah ditonjolkannya motif kemanusiaan yang mendasari hubungan kedua belah pihak. Sebab, selama ini, intelektual seolah hanya dihadapkan pada dua pilihan saat berhubungan dengan kekuasaan. Pilihan pertama itu tunduk dan menjadi bagian kekuasaan, sedangkan pilihan kedua adalah menjauhi dan memusuhi kekuasaan.
”Keduanya (kekuasaan dan ilmu pengetahuan) bisa menemukan alasan moral yang kuat dan masuk akal untuk jalan bersisian di tengah-tengah pesimisme yang berkembang,” kata Cornelis.
Akan tetapi, Cornelis mengatakan, jalan ketiga bukan menjadi hal mudah untuk dilalui. Terdapat banyak jebakan yang dapat menggagalkan tujuan mulia dalam memperjuangkan kemanusiaan.
Keduanya (kekuasaan dan ilmu pengetahuan) bisa menemukan alasan moral yang kuat dan masuk akal untuk jalan bersisian di tengah-tengah pesimisme yang berkembang. ornelis Lay)
Dalam kancah perpolitikan nasional, Cornelis mempunya peranan penting. Ia sempat menjadi Ketua Tim Ahli dan Pakar Politik Tim Pemenangan dan Perumus Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pemilu Presiden 2014. Ia juga ditunjuk sebagai penyusun teks pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo saat dilantik 20 Oktober 2014.