Seorang Bidan Keguguran akibat Naik Kapal ke Tempat Tugas di Perbatasan Maluku-Australia
Seorang bidan yang bertugas di Kepulauan Aru, Maluku, dekat perbatasan Australia, mengalami keguguran pada usia 11 minggu. Ia keguguran setelah berlayar dengan kapal rakyat selama 13 jam di tengah gelombang tinggi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Rut Unwawirka (32), bidan yang bertugas di Puskesmas Meror, Kecamatan Aru Selatan Timur, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, mengalami keguguran lantaran guncangan kapal rakyat yang dia tumpangi ke tempat tugas tersebut. Inilah gambaran beratnya perjuangan tenaga kesehatan di beranda negeri. Tempat tugas itu berada dekat perbatasan antara Indonesia dan Australia.
Rut yang dihubungi Kompas pada Selasa (4/8/2020) malam, mengatakan, dirinya berangkat ke tempat tugas itu pada 22 Juli lalu. Saat itu, ia menggunakan kapal rakyat dari Dobo, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru. Ia berlayar di tengah gelombang tinggi. ”Saya harus ke sana karena kebetulan di sana tidak ada bidan,” katanya.
Dari Dobo, ia menumpang kapal rakyat yang terbuat dari kayu selama tiga jam ke Pulau Benjina. Tiba di sana, mereka bermalam, kemudian melanjutkan perjalanan keesokan hari ke Desa Meror, tempat tugas. Total perjalanan sekitar 13 jam di luar waktu istirahat.
”Memang perjalanan saat itu sedang gelombang sehingga tubuh saya juga ikut terguncang. Gelombang terjadi di sepanjang perjalanan. Saat ini musim timur, jadi gelombang terus,” katanya. Musim timur adalah sebutan untuk cuaca buruk berupa angin kencang dan gelombang tinggi yang terjadi mulai Mei hingga September.
Setelah tiba di sana, ia mengalami kesakitan pada bagian perut hingga mulai terjadi perdarahan pada 1 Agustus. Minimnya peralatan kesehatan di sana membuat dirinya memutuskan rujuk kembali ke Dobo pada 3 Agustus. Mereka lalu menggunakan kapal rakyat selama empat jam, kemudian dijemput oleh suaminya menggunakan speedboat di tengah laut.
Sekitar pukul 16.00 WIT, masih pada hari yang sama, yakni 3 Agustus, ia tiba di Dobo, lalu dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah Cendrawasih Dobo. Hingga Selasa malam, ia masih menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. Ia sangat sedih kehilangan buah hatinya. ”Umur kandungan saya 11 minggu,” ujarnya.
Memang perjalanan saat itu sedang gelombang sehingga tubuh saya juga ikut terguncang.
Ia menuturkan, risiko bertugas di daerah kepulauan yang minim akses sangat tinggi. Ia bertugas di daerah itu sejak 1 Maret 2019. Selain akses transportasi, layanan listrik dan sinyal telekomunikasi juga tidak memadai. ”Saya bertugas di sana karena ingin mengabdi untuk orang-orang di kampung,” ucapnya.
Tokoh pemuda Aru Mika Ganobal beberapa waktu lalu mengatakan, kondisi kesehatan di Kepulauan Aru masih memprihatikan. Selain warga, tenaga kesehatan di sana juga terancam. Pernah ada dokter yang meninggal saat bertugas di pedalaman Kepulauan Aru.
Kompas berusaha menghubungi Bupati Kepulauan Aru Johan Gonga, tetapi nomor kontak yang bersangkutan tidak aktif. Johan yang berlatar belakang dokter pernah memimpin RSUD Cendrawasih Dobo. Saat mencalonkan diri dulu, ia kerap berjanji mengatasi masalah kesehatan di Kepulauan Aru.
Anggota DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias, mengatakan, pengalaman pahit yang dialami tenaga kesehatan menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah. Untuk daerah kepulauan, perlu pengadaan sarana transportasi laut yang memadai untuk kebutuhan tenaga kesehatan dan pasien.
Banyak sekali peristiwa pasien ataupun tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terpencil Maluku tidak bisa tertolong ketika sakit. Sebagian yang meninggal ketika dalam perjalanan dari menuju rumah sakit di ibu kota kabupaten.