NTB Segera Berlakukan Denda hingga Rp 500.000 bagi Warga yang Tidak Gunakan Masker
Pemerintah Provinsi NTB akan segera menerapkan denda hingga Rp 500.000 bagi warga yang tidak menggunakan masker. Upaya itu diharapkan bisa efektif memutus rantai penyebaran Covid-19 mengingat NTB masih dalam zona merah.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Provinsi Nusa Tenggara Barat hingga saat ini masih berada dalam zona merah penularan Covid-19. Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan terus dilakukan. Salah satunya penegakan protokol kesehatan dengan memberlakukan denda hingga Rp 500.000 bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker.
Pemberlakukan denda bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi NTB tentang Penanggulangan Penyakit Menular tahun 2020. Perda itu ditetapkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB pada Senin (4/8/2020) malam.
Hingga saat ini, total pasien Covid-19 di NTB ada 2.171 orang hingga Selasa sore. Dari jumlah itu, sebanyak 1.336 sembuh dan 315 meninggal. Sementara sisanya 714 masih positif dan dalam perawatan.
Jumlah kasus masih berpotensi bertambah. Apalagi masih ada 315 kasus suspek yang diisolasi, 2.046 orang yang memiliki riwayat kontak erat dengan pasien positif dan masih karantina, serta 1.123 pelaku perjalanan masih karantina.
Pada saat yang sama, penerapan protokol kesehatan seiring berlakunya normal baru juga mulai terpantau longgar. Penegakan perda, terutama denda, diharapkan bisa membuat masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Provinsi NTB Najamuddin Amy melalui siaran resminya, Selasa siang, mengatakan, sesuai perda, denda Rp 500.000 akan diberlakukan bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker di ruang publik atau di tempat umum. Hanya saja, denda itu tidak akan langsung diberikan, tetapi ada ketentuan-ketentuan, seperti teguran lisan dan teguran tertulis.
Ketentuan itu akan diatur dalam Peraturan Gubernur NTB sebagai turunan perda yang akan segera ditandatangai Gubernur NTB Zulkieflimansyah.
Menurut Najamuddin, sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 pergub itu, setiap orang-perorangan yang tidak melaksanakan kewajiban dalam penanggulangan penyakit menular yang sudah ditetapkan menjadi wabah, kejadian luar biasa, atau kedaruratan kesehatan kemasyarakatan yang meresahkan dunia (KKMMD) dikenai sanksi administratif.
Sanki itu mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, hingga denda administratif paling banyak sebesar Rp 500.000 dan atau sanksi sosial, seperti kerja bakti sosial (hukuman membersihkan ruas jalan, selokan, tempat atau fasilitas umum).
”Sanksi, sebagai dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan secara langsung pada saat operasi penertiban,” kata Najamuddin.
Dalam pergub itu, diatur juga sanksi kepada orang-perorangan yang dikelompokkan berdasarkan jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya, tidak memakai masker di tempat umum atau fasilitas umum, termasuk tempat ibadah atau tempat lain yang ditentukan, dikenai denda sebesar Rp 100.000.
Sanksi, sebagai dimaksud pada Ayat (1), dilaksanakan secara langsung pada saat operasi penertiban.
Selain itu, warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan penanggulangan penyakit menular yang telah ditetapkan dalam kegiatan sosial, keagamaan, atau budaya, dikenai denda Rp 250.000.
Pergub itu juga mengatur sanksi bagi aparatur sipil negara (ASN). ASN yang tidak mengenakan masker atau mematuhi protokol kesehatan di tempat atau fasilitas umum, tempat ibadah atau tempat lain yang ditentukan, dikenai denda Rp 200.000.
Najamuddin menegaskan, penerapan sanksi berdasarkan berbagai pertimbangan meliputi kemampuan dan kepatutan, perlindungan masyarakat, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Penerapan sanksi juga nondiskriminatif, kesepadanan antara jenis pelanggaran dan sanksi yang diterapkan, serta ditujukan bagi kepentingan pencegahan penyebaran dan penularan penyakit menular.
Mulai minggu depan
Penegakan sanksi sesuai pergub direncanakan dilakukan mulai Senin depan. Pelaksanaannya oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTB bersama pihak terkait, seperti TNI, polisi, perangkat daerah, termasuk Satpol PP di kabupaten kota dan satuan tugas terkait.
Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi NTB Ruslan Abdul Gani mengatakan, setelah ditetapkan, Perda Penanggulangan Penyakit Menular selanjutnya dikirim ke Kementerian Dalam Negeri untuk proses fasilitasi. Biasanya membutuhkan waktu sekitar 15 hari.
Hanya saja, mengingat kebutuhan akan peraturan itu darurat dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19, proses fasilitasi bisa lebih cepat. Apalagi, menurut Ruslan, mereka sudah berkoordinasi dengan Kemendagri terkait perda tersebut.
Kepala Satpol PP Provinsi NTB Tri Budi Prayitno mengatakan, berbagai upaya yang dilakukan selama ini menjadi relatif tidak berguna apabila masyarakat tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan.
”Oleh karena itu, seperti yang disampaikan Wakil Gubernur NTB (Sitti Rohmi Djalillah), penegakan perda, khususnya sanksi, seperti benteng terakhir dalam memutus rantai penularan pandemi Covid-19,” kata Tri.