Bertahun Jadi Tempat Penyu Bertelur, Pantai Kanada di Bitung Luput dari Perhatian Pemerintah
Pantai Kanada di Bitung, Sulawesi Utara, telah bertahun-tahun menjadi lokasi pendaratan penyu untuk bertelur, tetapi luput dari perhatian pemerintah. Seorang warga merawat telur-telur itu dan membesarkan tukik sendirian.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
BITUNG, KOMPAS — Pantai Kanada di Bitung, Sulawesi Utara, telah bertahun-tahun menjadi lokasi pendaratan penyu untuk bertelur, tetapi luput dari perhatian pemerintah. Jufry Masala (44), warga setempat, seorang diri menjaga telur-telur penyu yang dibawa indukan dan membesarkan tukik-tukik yang ditetaskan sebelum melepaskannya ke laut.
”Baru saja ada seekor induk penyu naik ke pantai untuk bertelur. Induk itu datang malam hari, lalu gali lubang di pasir untuk simpan telur,” kata Jufry, Selasa (4/8/2020). Nelayan di Pantai Kanada, Kelurahan Batuputih, Ranowulu, Bitung, itu belum menghitung jumlah telur yang dibawa induk itu, tetapi ia memperkirakan antara 50 dan 100 biji.
Jufry pun memindahkan telur-telur itu dan memendamnya di satu lubang tertentu, sekitar 10 meter dari garis pantai. Jika tidak dipendam betul, telur akan dimangsa burung ataupun anjing liar. Telur dibiarkan selama sekitar enam minggu hingga menetas. Menurut dia, sudah tak terhitung jumlah induk yang naik ke Pantai Kanada untuk bertelur.
Hampir sepekan lalu, Kamis (30/7/2020), Jufry telah menampung 59 tukik kecil yang baru menetas tiga hari sebelumnya. Selama itu, ia merawatnya di dalam sebuah ember yang diisi air dari pantai. “Sebetulnya ada lebih banyak, tapi ada beberapa yang tidak menetas,” katanya.
Berbekal video tutorial di YouTube, Jufry memberi makan serpihan daging ikan malalugis untuk tukik-tukik itu. Namun, daging ikan itu harus dipegang dan dibiarkan menggantung sehingga tukik-tukik itu bisa makan. Jika dibuang ke dalam ember, ikan akan tenggelam, sedangkan tukik-tukik itu belum mampu berenang ke dasar ember.
Menurut Jufry, yang sudah belasan tahun membantu penetasan telur penyu, ember bukanlah alat yang tepat untuk merawat tukik. Beberapa kali, ia mengisi perahunya dengan air laut dan pasir untuk menampung kawanan tukik. ”Seharusnya ada pijakan untuk tukik agar tidak lelah berenang terus,” katanya.
Namun, jika perahunya dipakai untuk merawat tukik, ia tidak bisa pergi melaut. Pendapatannya pun digantungkan pada retribusi dari pengunjung Pantai Kanada yang merupakan area privat milik seorang warga Kanada, yang beberapa tahun belakangan belum kembali ke Indonesia.
Bekerja di pantai itu sejak 2002, Jufry mengatakan mungkin sudah ribuan tukik yang menetas di bawah pengawasannya. Namun, ia tidak pernah benar-benar tahu cara yang benar untuk merawat dan membesarkan tukik sebelum melepasnya ke laut.
Ia juga belum pernah mendapatkan pelatihan ataupun menerima fasilitas dari pemerintah untuk merawat tukik. Ia juga belum mengetahui jenis penyu yang dirawatnya.
”Bos saya yang bule itu selalu meminta saya rawat tukik-tukik dari telur yang dibawa indukan ke pantai. Saya selalu bikin postingan di Facebook kalau ada tukik yang menetas. Tapi, tidak pernah dapat perhatian pemerintah. Sepertinya pemerintah juga tidak tahu kalau Pantai Kanada itu salah satu tujuan induk untuk bertelur,” kata Jufry.
Di lain pihak, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Bitung dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut Yakub Ambagau mengatakan, wilayah Batuputih memang lokasi pendaratan utama di Sulut bagi penyu untuk bertelur. Sebagian juga mendarat di wilayah pantai timur Kecamatan Kombi, Minahasa.
Jenis penyu yang paling sering dijumpai adalah penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). BKSDA Sulut pun memiliki pusat penangkaran di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih Bitung, lengkap dengan tempat penetasan telur dan pembesaran tukik, serta anggaan operasional.
Saya selalu bikin postingan di Facebook kalau ada tukik yang menetas, tetapi tidak pernah dapat perhatian pemerintah.
Namun, Yakub tidak pernah mendapat kabar soal kegiatan Jufry di Pantai Kanada. Padahal, jarak TWA Batuputih dengan Pantai Kanada hanya sekitar 4 kilometer. ”Nanti akan coba kami cek. Jika ada anggaran tahun depan, pasti akan kami bina,” katanya.
Menurut Yakub, anggaran BKSDA Sulut untuk pakan tukik di penangkaran TWA Batuputih dan Lalumpe, Minahasa, hanya masing-masing hanya Rp 1 juta setiap bulan. Di Lalumpe, pendanaan mungkin lebih banyak dari Yayasan Masarang yang juga turut memberdayakan masyarakat.
Karena itu, BKSDA belum mampu memperlebar cakupan pembinaan masyarakat dalam konservasi penyu sekalipun ada laporan pendaratan penyu di beberapa daerah. Kerja sama dengan masyarakat untuk mengonservasi penyu, kata Yakub, tidak bisa ditunda.
Kini, perburuan penyu, baik daging maupun telurnya, masih sangat masif, terutama di sekitar Pulau Lembeh, Bitung. Akibatnya, populasi penyu di Sulut cenderung menurun. Keenam spesies penyu di dunia kini masuk Daftar Merah Spesies Terancam Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) ataupun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018.
”Ada adat tertentu di Lembeh yang menjadikan penyu sebagai menu utama di beberapa acara penting. Karena itu, kami mengusahakan konservasi secara ex-situ, jauh dari garis pantai agar tidak diganggu predator dan masyarakat,” kata Yakub.
Penangkaran penyu juga dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional (TN) Bunaken. Namun, wilayah kerjanya hanya di perairan barat Manado, Minahasa Utara, Minahasa, dan Minahasa Selatan. Adapun Pantai Kanada di Batuputih terletak di perairan sisi timur.
”Ada penangkaran penyu di lima tempat, yaitu Pantai Panjang, Tanjung Parigi, Pulau Siladen (Manado), Poopoh (Minahasa), dan Popareng (Minahasa Selatan). Ada ratusan tukik yang sudah kami lepaskan dua bulan lalu,” kata Kepala Balai TN Bunaken Fariana Prabandari.