Pulau Matutuang, Salah Satu Pulau Terluar Indonesia, Kini Dialiri Listrik Negara
Sebanyak 59 keluarga di Pulau Matutuang, Kabupaten Kepulauan Sangihe, kini menjadi pelanggan listrik PT PLN. Pembangkit listrik tenaga diesel berkapasitas 120 kilowatt mulai beroperasi sejak Agustus 2020.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Setidaknya 59 rumah tangga di Pulau Matutuang, salah satu pulau terluar di ujung utara Indonesia, resmi menjadi pelanggan listrik PT PLN. Pembangkit listrik tenaga diesel berkapasitas 120 kilowatt yang dibangun sejak 2018 kini resmi beroperasi.
Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang dibangun di Pulau Matutuang, Kecamatan Kepulauan Marore, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, itu mendukung pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang sudah ada sebelumnya. Hingga 2019, sebagian dari 419 penduduk dari 134 rumah tangga mengandalkan genset pribadi dan milik desa untuk mendapatkan akses listrik.
Manager Subbagian Hubungan Masyarakat PLN Unit Induk Wilayah Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo (Suluttenggo) Marthen Salmon mengatakan, pembangunan PLTD adalah program elektrifikasi yang telah terencana. ”Kami padukan dengan pemberian sambungan listrik secara gratis. Itu bagian dari program CSR (tanggung jawab sosial perusahaan),” kata Marthen, Senin (3/8/2020).
PLTD ini mulai aktif memasok listrik ke 59 rumah di Pulau Matutuang sejak Minggu (2/8/2020) dengan tegangan 900 volt ampere (VA). Marthen mengatakan, biaya listrik pun sama, yaitu Rp 1.467 per kWh. Namun, sistem kelistrikannya belum ideal karena hanya aktif selama enam jam, pukul 18.00-00.00 Wita.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah Suluttenggo Leo Maria Basuki Bremani berjanji terus memperluas jaringan listrik seiring kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. ”Masih ada potensi menambah hingga 100 pelanggan. Waktu layanan juga akan kami tingkatkan secara bertahap,” katanya.
Pembangunan PLTD ini juga disertai penyediaan infrastruktur kelistrikan lainnya. PT PLN membangun jaringan tegangan menengah (JTM) sepanjang 0,05 kilometer sirkuit (kms), jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 2 kms, dan gardu distribusi dengan kapasitas 50 kilovolt ampere (kVA).
Perluasan jaringan listrik ini turut meningkatkan rasio elektrifikasi Sulut ke angka 99,23 persen. Angka elektrifikasi ini naik dari kisaran 95,99 persen pada 2018.
”PLN sadar, listrik adalah kebutuhan vital bagi masyarakat. Karena itu, PLN akan terus meningkatkan rasio elektrifikasi sampai ke pelosok Tanah Air, termasuk pulau perbatasan NKRI,” kata Leo.
Pulau Matutuang hanya satu dari sekitar 100 pulau terluar yang terletak di wilayah laut Indonesia. Di Kecamatan Kepulauan Marore saja ada 10 pulau kecil. Empat di antaranya berpenghuni, yaitu Marore, Kawio, Kemboleng, dan Matutuang. Satu pulau lagi, yaitu Mamanu, hanya dihuni musiman.
Akan tetapi, dalam acara peresmian PLTD Matutuang yang diselenggarakan di Tahuna, ibu kota Kepulauan Sangihe, warga tetap mengapresiasi kerja PT PLN. Edward Mokodompis, nelayan di Matutuang, gembira karena sudah menerima pasokan listrik di rumahnya.
”Dulu kami hanya mengandalkan lampu petromaks untuk penerangan. Pakai lampu dari PLTS juga. Namun, sekarang sudah ada PLTD. Saya bisa membeli kulkas untuk menampung hasil tangkapan ikan,” ucap Edward.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Sangihe Reintje Tamboto mengatakan, keberadaan listrik di Matutuang tidak serta-merta membuat nelayan di wilayah kepulauan itu langsung sejahtera. Sebab, listrik hanya aktif selama enam jam sehingga nelayan tidak bisa lama menyimpan hasil tangkapan.
”Listrik tetap dibutuhkan. Nelayan kecil bisa simpan di freezer kulkas. Namun, ikan tidak bisa tahan lama, pasti akan rusak. Sementara juga tidak ada kapal yang singgah untuk ambil ikan dari nelayan,” katanya.
Oleh karena itu, selama ini, nelayan di Marore lebih suka menjual ikan ke Pulau Sarangani di Filipina sebagai ekspor tidak resmi, tetapi tercatat di kantor pelintasan batas. Opsi lain, nelayan langsung membawa ikan, terutama tuna atau cakalang, ke Tahuna dalam perjalanan sekitar lima-enam jam.
”Kalau listrik sudah bisa 24 jam, baru bisa betul-betul berpengaruh pada kesejahteraan nelayan. Income mereka pasti akan naik juga,” kata Reintje.
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Ketenagalistrikan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulut Micriority Maki mengatakan, 0,77 persen rumah tangga yang belum terelektrifikasi di Sulut kebanyakan tersebar di daerah kepulauan. Sebagian memenuhi kebutuhan listriknya dengan menggunakan genset atau panel surya sendiri.
Terkait pilihan PLN untuk membangun PLTD, Micri mengatakan, tidak ada koordinasi dengan PT PLN. ”Memang di situ sebenarnya ada PLTS. Kami akan koordinasi dulu dengan PLN, apakah PLTS itu rusak atau tidak,” katanya.
Ke depan, kata Micri, pihaknya akan bekerja sama dengan PT PLN untuk mendata daerah yang belum terjangkau listrik. Ia juga mengatakan, pemerintah akan mendorong PLN menggunakan pembangkit listrik yang bersumber dari energi matahari.
Adapun di area daratan Sulut, rasio elektrifikasi tidak pernah benar-benar mencapai 100 persen. Sebab, jumlah rumah tangga terus bertambah. ”Banyak keluarga baru yang akhirnya hanya cangkok aliran listrik dari rumah saudara atau tetangga,” katanya.